Lima
Mereka memilih duduk di tengah taman, di rerumputan yang daunnya tidak terlalu tinggi. Karena dari sisi ini mereka dapat melihat semua keindahan bunga akasia dan mawar yang disusun dengan sangat indah.
Caress membuka bekal, menuang kopi ke dalam cup plastik yang ia bawa dan memberikan untuk Luc. Hanya untuk Luc.
Luc berusia dua puluh empat tahun, cukup matang untuk meminum secangkir kopi. Pria itu menyesap kopi-nya perlahan, menikmati harum bunga dan hamparan rumput dengan aroma yang khas. Cukup untuk membuang racun yang hinggap ke tubuhnya setiap malam.
Baru saja Luc ingin meminum kopi itu lagi, tangan lembut Claire menahannya, memindahkan cup itu ke dalam tangan mungil Claire dan tanpa ragu gadis itu menyesapnya hingga habis.
Caress terbelalak melihat semua itu, ia menghampiri Claire yang tersenyum melihatnya, "itu untuk Luc, apa yang kau lakukan?" kali ini Caress terlihat tidak senang.
"Sudahlah, Caress. Aku bisa menuang lagi, kan?" ujar Luc mencoba meredakan Caress yang terlihat marah.
"Oh, Caress, kau marah? Aku hanya ingin kopimu sedikit saja. Kenapa kau tidak adil, ada aku di sini tapi hanya Luc yang kau beri?" protes Claire.
"Itu... Itu karena kau masih kecil!" suara Caress terbata.
Claire tertawa mendengar jawaban itu, mengusap pipinya berulang kali, "kecil? Oh, Caress. Aku mempunyai pengalaman yang jauh lebih banyak darimu. Kau gadis rumahan. Pernahkah kau meminum segelas bir? Menari di sebuah klub malam? Menyanyi di cafe dan menerima lembaran dollar yang diselipkan di celana jeansmu? Tidur di jalanan dan merasakan dinginnya udara malam? Sekarang siapa anak kecil itu, Caress? "
Caress terdiam menatap Claire yang juga menatapnya dingin. Caress hanya tidak senang ia merebut kopi itu dari Luc. Karena Luc hanya miliknya. Caress bisa berbagi apa saja dengan Claire tapi tidak dengan Luc.
" Hei, sudahlah ada apa dengan kalian? Itu hanya kopi. Kita ke sini untuk bersantai, bukan?" Luc menengahi, ia meraih lengan Caress lembut, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Mengusap rambut Caress dan mengecup kening gadis itu.
Claire yang melihat semua adegan itu merasa dirinya berada di pihak yang salah. Ia sadar telah melukai perasaan Caress. Caress bukan dirinya, bagaimana mungkin gadis itu tidur di jalanan dan menghabiskan malam dengan sebotol bir? Claire merasa ucapannya tadi sangat keterlaluan.
Claire berdiri, berjalan perlahan ke arah Caress dan Luc yang masih berpelukan. Caress terisak, gadis itu menangis.
"Caress...," Claire menyentuh lengan Caress, membuat gadis itu berpaling dan melepaskan pelukannya dari Luc, "maafkan aku, aku keterlaluan."
Caress tersenyum, memeluk Claire yang membalas pelukannya dengan sangat erat, "kumohon jangan menangis karena aku. Aku bukan gadis baik-baik. Aku melukaimu, Caress."
"Tidak... Tidak, aku saja yang terlalu sensitif. Aku memang gadis rumahan yang hidup dari pemberian ibuku. Aku tidak tahu bagaimana rasanya mencari lembaran dollar setiap hari. Maafkan aku karena marah kepadamu tadi."
"Ah, baiklah. Bagaimana kalau kita mencari makan siang. Aku lapar sekali." ujar Luc sembari memungut bekal Caress.
.............
Caress menyingkirkan beberapa lemak daging dari piringnya, ia tidak pernah bisa memakan sesuatu yang kenyal dan berminyak. Gadis itu selalu membatasi apa yang masuk ke mulutnya dan hanya memakan daging yang dimasak matang sempurna.
"Oh, itu sangat lezat, Caress. Kenapa kau membuangnya? Ujar Luc dengan mulut penuh.
"Aku tidak bisa memakannya, ini untukmu saja." Caress baru saja akan memindahkan lemak daging itu ke piring Luc namun Claire lebih dulu mengambilnya dan memakannya dengan lahap.
"Hmmm, ini enak sekali. Lembut dan gurih." Claire memejamkan mata, menikmati makanan yang meleleh di mulutnya tanpa ia sadari kalau Caress menatapnya dengan dingin. Sekali lagi gadis itu merebut apa yang ia ingin berikan untuk Luc.
"Emm, Caress, aku juga tidak begitu menyukai lemak." Luc menyentuh jemari Caress, ia tahu kekasihnya itu terlihat tidak senang, "ini makanlah," Luc memotong daging dan menyuapi Caress yang mencoba tersenyum.
Enam
Claire turun dari mobil, diikuti Luc yang ingin membuka pintu untuk Caress. Namun Caress tidak bergeming dari duduknya, ia diam dan terpaku pada dashboard mobil.
"Caress...kita sudah sampai." ujar Claire yang menunggu di depan pintu rumah mereka. Dan Luc sudah membuka pintu mobil lebar-lebar.
"Luc, aku ingin bicara. Bisa masuk ke dalam mobil sebentar?" Caress memohon. Luc menoleh sejenak ke arah Claire kemudian mengangguk memberi isyarat. Gadis itupun masuk ke dalam dan duduk dengan kesal di samping jendela.
"Ada apa, sayang?" ujar Luc sambil membelai kepala Caress. Gadis itu tidak menoleh, tetap menatap dashboard dengan pandangan kosong.
"Caress..." Luc memanggilnya sekali lagi, meremas jemari gadis itu lembut. Dan tanpa diduga Caress menarik Luc mendekat kepadanya, mencium pria itu lekat.
Luc yang terkejut dengan ciuman itu diam terpaku, menatap mata Caress yang terpejam. Tidak butuh waktu lama bagi Luc untuk menyadarkan diri, ia membalas ciuman Caress dengan penuh semangat. Luc menghisap, dan lidah mereka saling bertaut. Caress di usianya yang masih sangat muda ternyata cukup jeli untuk membuat pemuda itu ingin segera melakukan pelepasan.
Luc menelusuri leher Caress, dan berhenti pada dadanya yang membusung. Jemarinya membuka kancing kemeja Caress... Satu... Dua... Tiga...
Tok... Tok... Tok...
Luc mendongak, ia melihat Claire berdiri dan mengetuk kaca mobil. Seketika keinginannya lenyap. Caress berpaling dan merapikan kembali kemeja yang terbuka, serta menyeka bibirnya yang sedikit bengkak.
"Masih terlalu sore untuk bercinta, kawan." Claire memukul lembut lengan kekar Luc, dan pemuda itu hanya sedikit tersenyum sambil terus menatap Caress yang terlihat tidak senang dengan kedekatan mereka.
"Pulanglah, Luc. Kau harus bekerja nanti malam, kan?" Caress mencoba memberikan senyum seindah mungkin untuk kekasihnya.
"Ok, honey. Besok malam jadilah pengunjung pertama di bar untukku."
Caress mengangguk dan pemuda itu segera menjalankan mobilnya, meninggalkan Caress dan Claire yang masih berdiri dan saling menatap.
Caress akhirnya mengalah, ia berjalan masuk terlebih dulu dan langsung menuju kamar. Tidak biasanya gadis itu bersikap acuh terhadap Claire. Claire merasa tidak nyaman dengan perubahan Caress yang tiba-tiba itu.
Gadis itu berkemas, berniat pergi dari rumah Caress.
"Kau mau ke mana?" suara Caress menghentikan langkah Claire.
"Pergi. Kurasa kau tak nyaman aku tinggal di sini." jawab Claire perlahan. Terdengar jelas gadis itu sangat terluka.
"Ke mana?"
"Entahlah, kemanapun selama aku bisa tidur sejenak. Maaf sudah menyusahkanmu." Claire melangkah keluar namun Caress berlari dan menarik ransel Claire. Gadis itu terkejut dan hampir saja terjatuh karena tarikan Caress yang begitu kuat.
"Kalau kau pergi seperti ini, hubungan kita pasti berakhir."
"Apa yang kau inginkan, Caress? Kau tidak lagi menyukaiku."
"Itu...itu karena..." Caress tak mampu meneruskan kalimatnya, bibir gadis itu terkatup rapat.
"Karena Luc. Kau cemburu padaku. Kau ingin menunjukkan kepadaku kalau Luc milikmu dengan ciuman, kan? Haruskah sampai seperti itu, Caress?"
"Aku, Claire, kumohon..."
"Sekalipun aku pergi, aku tetap sahabat kecilmu, Caress. Lebih baik seperti ini."
"Tidak. Jangan pergi, kumohon." Caress menarik Claire, memeluk tubuh mungil gadis itu. Claire memang membalas pelukan Caress, mencium pipinya kemudian melepaskan tangan Caress. Claire tersenyum, berjalan keluar tanpa berpaling lagi. Dan Caress hanya bisa menatap pungung Claire yang berjalan semakin jauh... Dan menghilang.
Kau benar, aku ingin menunjukkan padamu kalau Luc hanya untukku........
Tujuh
Claire berjalan menyusuri trotoar yang mulai sepi. Belum terlalu malam namun udara yang begitu dingin membuat orang-orang itu memilih tinggal di rumah mereka. Mungkin minum teh atau membaca buku dengan pemanas ruangan.
Andai saja Claire mempunyai rumah, mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Gadis mungil itu berhenti, membuka dompet pemberian Caress beberapa bulan yang lalu - menghitung isinya kemudian mendesah.
Claire tidak menyanyi setiap malam, hanya beberapa kali dalam seminggu. Dan terkadang lembaran dollar itu tidak cukup untuk membayar sewa kamar dan membeli makanan. Caress adalah satu-satunya manusia yang bersedia meminjamkan uangnya kapanpun ia minta. Bahkan gadis itu tidak pernah menghitung uang yang dipinjamkannya.
Claire memukul kepalanya sendiri, merasa bodoh dengan tindakannya yang gegabah. Sekarang mana mungkin Caress mau menerimanya lagi dan ia masih punya harga diri untuk tidak kembali.
"Baiklah, aku akan membeli makanan lalu mati." gumamnya sembari menata dua dollar ke dalam dompet.
Claire menaikkan ransel ke bahunya, berjalan lagi dan berusaha menemukan makanan seharga dua dollar.
Di saat gadis itu sedang berpikir, suara klakson mobil yang begitu dekat membuat jantungnya melompat dan Luc terkekeh dari dalam sana.
Mata Claire berbinar, suatu kejutan memang, si pemuda tampan bermata biru berada tepat di dekatnya. Tertawa dan menawarkan tumpangan.
Tanpa ragu, Claire-pun masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Luc, menyandarkan tubuhnya di jok sambil tersenyum penuh kelegaan.
"Kau mau ke bar?" tanya Luc dan menyodorkan sebotol air mineral.
"Tidak ada jadwal menyanyi malam ini. Aku akan membeli makanan kemudian mati di trotoar." ujar Claire datar.
"What? What do you think? Are you crazy?" Luc terbelalak mendengar ocehan Claire. Gadis itu kemudian membuka dompetnya, mengambil dua dollar dan memberikannya kepada Luc, "bisa tolong aku dengan dua dollar ini? Aku sangaaatttt lapar, please."
Luc menarik napas panjang, melajukan mobilnya ke restoran cepat saji dan memesan melalui layanan drive thru.
"Simpan saja uangmu."
"Aku akan menganggap ini hutangku, terimakasih." Claire mengunyah makanannya, dan entah mengapa air matanya turun begitu saja.
"Ayolah, Claire, kau begitu mudah terharu. Aku hanya membelikan fast food. Kau tak perlu menangis begitu."
Luc mengusap kepala Claire dan perhatian pemuda itu justru membuat Claire semakin terisak. Luc menepikan mobilnya, hanya berjarak beberapa kilometer dari bar tempatnya bekerja.
"Telah terjadi sesuatu padamu? Ceritakan padaku, aku akan membantumu sebisa mungkin." Luc menatap Claire penuh simpati, namun gadis itu terus terisak dan tak bisa bicara.
Akhirnya, Luc memilih untuk membawa Claire ke dalam pelukannya. Isak Claire terhenti ketika wajahnya berada di d**a pemuda itu. Dengan jelas ia mendengar detak jantung Luc yang tak beraturan.
Sudah lama sekali, Claire tidak merasakan pelukan lelaki seperti itu. Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, sejak ia kehilangan keperawanan yang membuatnya tidak bisa mencintai siapapun.
Ia membenci mereka, tapi kenapa tidak dengan Luc? Mungkinkah sikap Luc yang penuh perhatian kepadanya juga ketampanan Luc telah meluruhkan hatinya.
Namun, pemuda ini bukan miliknya, Luc tidak mencintainya, ia hanya mencintai Caress. Luc hanya kasihan padanya, terlebih lagi karena ia sahabat kecil Caress.
Lagipula, Claire tidak pernah berani menuntut siapapun untuk mencintainya, gadis itu selalu merasa kotor dan ternoda. Pemuda sebaik Luc tidak pantas mendapat perempuan seperti dirinya.
Bagi Claire yang merasa sudah terlanjur "jatuh" tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bangkit kembali. Karena itulah ia memilih hidup di dalam dunia yang berisikan dengan orang-orang yang sama. Kalau-pun ia bercinta, semua itu demi lembaran dollar.
"Luc..." suara Claire begitu lirih, terbenam di dalam pelukan pemuda itu.
"Katakan saja." ujar Luc yang masih memeluknya.
"Aku tidak pantas tinggal bersama Caress, dia terlalu baik untukku." Claire melepaskan diri dari Luc dan pria itu menatap Claire dengan heran.
"Apa terjadi sesuatu antara kau dan Caress? Kalian bertengkar? Kenapa?"
"Hanya hal kecil, tapi kami sudah bukan anak kecil lagi yang selalu bisa berbagi apa saja. Caress memberi tembok yang harus kuhargai." Claire menghapus air matanya. Tersenyum kecil dan berpaling ke luar jendela.
"Claire, kau sangat cantik. Kenapa tidak memulai dengan sesuatu yang baru. Tinggalkan bar, klub, juga cafe. Kau bisa bekerja dengan lebih baik." ujar Luc yang membuat Claire menoleh dan menatap tajam kepadanya.
"Itu rumahku, Luc. Gadis sepertiku hanya layak tinggal di sana. Pekerjaan apa yang lebih baik? Aku bukan gadis yang belajar dengan baik. Aku lulus, yach... Mungkin karena mereka bosan padaku," Claire tertawa, "berbeda dengan Caress, dia gadis cerdas dan selalu menjadi yang terbaik."
Claire mengeluh, menyesal dengan semua hal yang terjadi di dalam hidupnya. Semua karena mereka... Lelaki busuk itu juga ibunya.
"Hei, berhenti menyalahkan dirimu. Kau memiliki potensi, Claire."
"Kau tidak tahu apapun tentang aku, Luc. Aku... Aku mempunyai masa lalu yang..." Luc Meletakkan jari telunjuknya di bibir Claire lembut, "Yang aku tahu, yang kukenal adalah Claire, si gadis cantik dan penuh semangat, yang sekarang tepat berada di depanku. Aku menyukaimu sejak pertama melihatmu, dan terkejut karena kau sahabat Caress."
Claire dan Luc saling menatap, dan entah mengapa Luc begitu ingin melindungi gadis di hadapannya.
"Bagaimana kalau ikut aku bekerja malam ini?" Luc mengalihkan pandangannya dan kembali menjalankan mobilnya menuju bar.
.......
Delapan
Claire mengikat rambutnya ke atas, leher jenjang dan halus terpampang begitu jelas. Gadis itu mengikuti Luc ke meja bar, jemarinya yang terampil membersihkan gelas-gelas bir dengan kain gelas kemudian menatanya di meja bar.
"Duduk saja, Claire. Ini pekerjaanku." Luc mulai mencampur minuman pesanan dua orang pemuda yang duduk di sudut ruangan.
"Aku hanya membantu, Luc. Aku bosan kalau hanya duduk diam." protes Claire.
"Kau bisa turun kalau mau, atau kau mau segelas lemon? Aku mentraktirmu." Luc mengambil lemon, memerasnya, menambahkan sedikit gula dan air, lalu meletakkan minuman itu di depan Claire yang membalasnya dengan senyuman.
"Kau tunggu di sini, aku akan membawa pesanan ke sana."
"Tunggu, Luc, biar aku saja. Aku bisa membawanya." Claire meraih dua gelas bir dari tangan Luc.
"Ah, oke, segera kembali.. Mengerti!?"
"Siap." Claire berjalan perlahan menuju dua pemuda yang sudah menunggu, mereka duduk dengan kepulan asap yang terus mengepul dari bibirnya.
Claire meletakkan gelas-gelas itu di meja dan berniat pergi, namun seorang pemuda berambut cokelat menahan lengannya, pemuda itu tersenyum, lalu berdiri di sisi Claire dan berbisik, "ciuman untuk lima puluh dollar."
Gadis itu terdiam, menatap pemuda dengan wajah yang cukup menarik, lima puluh dollar lumayan besar untuk sebuah ciuman,"berikan dulu uangnya."
Pemuda itu menyeringai, merogoh kantong celananya dan mengeluarkan lima puluh dollar. Claire mengambil uang itu dan menyimpannya secepat mungkin.
Pemuda itu menarik Claire ke sudut, dan gadis itu jatuh di sofa. Tanpa menunggu lama, ia mencium bibir Claire. Pertama begitu lembut, perlahan dan sangat hati-hati, seolah Claire adalah kekasihnya.
Namun semakin lama ciuman pemuda itu semakin panas dan membuat Claire mengumamkan sesuatu.
"Kau sangat cantik, siapa namamu?"
"Claire." jawab gadis itu sembari mengatur napas.
"Namaku Tony, aku pelanggan di sini. Aku sering melihatmu menyanyi. Dan malam ini aku beruntung."
Pemuda itu kembali mencium Claire dan kali ini jemarinya meremas buah d**a gadis itu. Ketika Tony sedang menikmati tubuh Claire, tiba-tiba saja seseorang menariknya ke belakang dan memukul wajahnya tepat di bagian hidung.
Pemuda itu terhuyung, dan Claire yang sama terkejutnya segera berdiri dan merapikan bajunya.
Tony yang berusaha sadar secepat mungkin membalas pukulan itu, dan tepat menerpa bibirnya, meninggalkan luka memar di sana.
"Hentikan, sudahlah." Claire menarik pemuda itu, yang tak lain adalah Luc.
"Kau gila, ya. Apa yang kau lakukan? Aku menyuruhmu segera kembali."
Claire menarik Luc berjalan menuju meja bar, gadis itu tidak menyangka Luc akan melihatnya seperti ini.
Setelah sampai di meja bar, Claire mengambil ranselnya berniat pergi dari tempat itu tapi Luc berteriak kepadanya dengan penuh kemarahan.
"Bodoh! Kau gadis bodoh yang pernah kukenal!" Luc menatap Claire penuh kemarahan, matanya terbuka lebar dan wajahnya memerah. Ia mencengkeram lengan Claire dengan kuat, gadis itu bahkan tidak bergeming, ia tetap saja menahan rasa sakit di lengannya.
"Bunuh saja aku, kalau itu membuatmu puas. Dan aku akan berterimakasih padamu karena membuatku lenyap dari dunia ini."
Ucapan Claire membuat Luc melepaskan cengkeramannya, pemuda itu menyesal telah menyakiti gadis di hadapannya. Tatapan matanya melembut, dan berusaha menahan diri.
" Maafkan aku, aku hanya tidak suka melihatmu seperti itu. Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa minta padaku. Kau tidak harus melakukan itu."
"Siapa? Siapa aku di matamu? Gadis yang layak kau kasihani? Aku tidak butuh itu, Luc. Aku mampu berdiri di atas kakiku."
Setelah mengatakan itu Claire berlalu dari hadapan Luc, yang hanya bisa menatap kepergian gadis itu.
Dan Luc, ucapannya kepada Claire beberapa waktu yang lalu bukan sekedar candaan, ia memang menyukai gadis itu.... Bukan karena ia kasihan padanya, tapi Claire memiliki sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuatnya lebih dari sekedar simpati.