Jangan-jangan...

1808 Kata
Berbeda halnya dengan suasana keluarga Agenta yang penuh dramatis, keluarga Moccasizo berjalan anteng-anteng saja. Pasalnya sang kakek muda tidak pernah memberi kabar sepatah katapun terkait perjodohan yang sudah dia sepakati Apa mungkin dia punya rencana khusus? Entah. Kakek muda alias Frans Moccasizo keluar dari kamarnya dan langsung bergabung dengan anggota keluarga Moccasizo yang lain. Dia duduk di samping Juan Moccasizo yang sedang menonton TV dan Hera Angela Moccasizo yang sedang mengupaskan buah untuk suaminya. Tidak lain dan tidak bukan, mereka adalah papa dan mama dari Rey Moccasizo. *** Di pagi hari Sabtu yang cerah ini, keluarga Moccasizo sengaja meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan keluarga. Jika tidak seperti ini, maka tidak ada waktu yang pas lagi untuk berkumpul. Tidak hanya itu saja, Hera Moccasizo, istri dari Juan Moccasizo dan mama dari Rey Moccasizo akan marah besar jika keluarganya tidak berkumpul untuk sekedar meluangkan waktunya. Sama halnya dengan Juan Moccasizo yang punya julukan 'suami idaman tapi takut isteri', Rey pun juga sangat manut kepada mamanya tercinta. Selalu menuruti apapun keinginan orang tuanya dan juga kakeknya. Namun, Rey juga punya sifat yang keluarga Moccasizo sangat tidak suka, Workholic. Sifat Workholic sangat melekat di jiwa Rey. Dimanapun dan kapanpun itu, jika sudah menjadi urusan pekerjaannya, tidak ada kata bantahan lagi untuknya bahkan mamanya sekalipun. *** "Mana Rey? Dari tadi aku duduk di sofa ini sampai bokongku terasa panas, tidak sekalipun aku melihatnya. Mana anak itu?" Tanya Frans pada dua insan yang saling suap satu sama lain di depan Frans yang merupakan seorang jomblo akut tingkat dewa. "Papa kayak gak kenal Rey aja" Jawab Juan. "Anak itu susah di bilangin kalau masalah kerja. Apa setiap harinya cuma di habiskan untuk kerja aja, gak ada kerjaan lain lagi. Apa kek, cari pacar kek atau nikah" Gerutu Frans. Juan dan Hera hanya tersenyum saja mendengar gerutuan dari Frans. Rey memang selalu berhasil membolak-balikkan emosi kakeknya. "Sejak kapan kata pacaran ada di kamus Rey, yang ada itu hanya kerja, kerja, dan kerja" Ujar Hera. "Satu lagi, cuek." Ucap Juan menambahkan. Mereka bertiga tertawa setelahnya. "Hmm... Bagaimana menurut kalian kalau aku mencarikan Rey pasangan" Tanya Frans pada Hera dan Juan. "Oke juga. Kalau aku sih gak masalah asalkan bisa membuat Rey nyaman. Pasalnya anak ini itu sifatnya keras banget. Sekalinya bilang enggak, setelahnya harus enggak. Bahkan aku sebagai mama juga kewalahan ngaturnya itu bagaimana. Yaa, semoga aja dengan pasangannya nanti, sifatnya perlahan berubah" Ucap Hera. "Bener. Aku juga sependapat dengan isteriku tercinta. Rey itu susah kalau di kasih tau. Emang siapa sih orangnya?" Ucap Juan penasaran. "Ada aja. Aku rasa dia perempuan yang pas untuk Rey. Tidak hanya kalian saja yang khawatir dengannya, tapi aku juga. Ya, semoga saja dia bisa berubah" Ujar Frans penuh harap. "Kami sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik untuk Rey. Tapi pa, jika Rey tidak nyaman dengan perjodohan ini, jangan sekali-kali memaksanya. Tidak baik memaksa kehendak, meski itu putra kami bahkan cucu papa sekalipun" Ucap Juan. "Tentu. Aku juga tidak mau memaksa kehendak cucuku sendiri" Ucap Frans. Mereka bertiga kembali menonton TV dan menghabiskan waktu bersama. *** "Juju, Kamu masih ingat Dede tua?" Ucap Frans mengawali pembicaraan makan malam di kediaman keluarga Moccasizo. Juan terdiam cukup lama. Juan menghentikan makannya dan memangku dagunya, terlihat berpikir hingga mengerutkan alisnya saking berusaha untuk mengingat masa-masa kecilnya. Tidak lama setelahnya, dia menjentikkan jarinya tampak telah menemukan siapa gerangan orang yang di sebut oleh seorang Frans Moccasizo. "Dede tua, temen kecilku dulu itu?" Tanya Juan memastikan siapa sebenarnya orang yang dimaksud. "Iya, seribu persen buat kamu. Kemarin aku bertemu dengannya di Cafe YoungGen, waktu aku ikut pergi meeting dengan Rey. Aku kira dia bakal ketemuan dengan pacarnya, makanya aku ngebet ikut dia pergi. Eh, taunya beneran meeting. Untungnya, aku ketemu dengan Dede tua" Ujar Frans terlihat bersemangat. "Lagian gak percayaan banget. Masa iya aku ketemuan sama pacar saat jam kerja, lagipula aku belum kepikiran punya pacar" Ujar Rey tiba-tiba menyela. Hera, Juan bahkan Frans langsung terheran mendengar Rey. Bukan karena maksud dari perkataannya, tapi karena ucapannya. Fyi, Rey itu tipikal orang yang jarang sekali berbicara, sekali berbicara pun pasti saat meeting atau urusan pekerjaan. "Kakek ini sangat mengenalmu, karena itu kakek sudah mencarikan pendamping hidup untukmu. Besok kita ke rumah Dede tua, kakek sudah sepakat menjodohkanmu dengan anak semata wayangnya. Tenang, dia sudah ideal menurut kakek" Ujar Frans santai. "Apa!? Perjodohan? Kakek menjodohkan Rey dengan putri pak Deon?. Kakek pikir ini masih zaman Siti Nurbaya, pake di jodoh-jodohin segala. Rey gak mau" Ujar Rey keberatan. "Tidak boleh ada kata 'tidak'. Kamu harus menerimanya, kalau tidak kamu bisa melajang terus sampai rambut kamu ber-uban. Kakek pengen gendong bayi dari kamu, Rey" "Gak!. Rey gak mau. Kalau kakek memang mau gendong bayi, nanti Rey beliin boneka bayi asalkan jangan pake acara jodoh-jodohan segala. Pokoknya Rey gak mau" Ujar Rey bahkan sampai berani menaikkan nada bicaranya. "Kamu gak boleh ngelak. Lagipula ini demi kebaikanmu, hasilnya terserah kalian nanti." Ujar Frans. Frans kemudian bangun dan pergi berlalu meninggalkan kobaran api yang sedang menyala dan siap membakar siapapun di dekatnya. Masih tidak mau menerima kenyataan, Rey memakan makanannya dengan sengaja mendentingkan sendoknya dengan keras. Karena sudah tidak punya kesabaran lagi, Rey membuang sendoknya dan mengusap wajahnya gusar dan membuat kedua orang tuanya terkejut. "Sabar. Terima sajalah" Ujar Juan melihat kegundahan anaknya. "Tapi pa, perjodohan itu tidak baik" Ucap Rey. "Tidak selamanya perjodohan itu buruk. Liat papa sama mama, kami dulu di jodohkan. Ya kan, ma?" Tanya Juan. "Iya. Rey, tidak selamanya perjodohan itu buruk. Kalau memang Rey tidak nyaman dengan perjodohan ini, kami tidak memaksa Rey untuk melanjutkannya. Kami juga tidak mungkin memaksa anak orang lain bersanding denganmu. Jalani saja dulu, turuti perkataan kakekmu. Dia sudah tua, ini saatnya kita mengabulkan semua keinginannya. Ya, Rey?" Ujar Hera membujuk. Rey terdiam cukup lama dan akhirnya mengangguk. "Iya. Rey terima perjodohan ini, tapi kalau Rey tidak nyaman dengannya, Rey berhak dong memutuskan perjodohan ini?" Ujar Rey. "Terserah kamu. Sekarang habiskan makananmu dan istirahat di kamar, besok kita ke rumah calon mu" Ujar Hera meledek. "Ma, ayolah" Ucap Rey sedikit merajuk. "Mama kamu cuman bercanda. Ayo makan. Pura-pura berjodoh juga butuh tenaga" Ujar Juan. "Waduh, hahaha" Hera dan Rey tertawa bersama mendengar ucapan Juan. *** Sesuai janji, hari ini keluarga Moccasizo dan keluarga Agenta bakal bertemu dan membicarakan perjodohan. Saat mengetahui Rey menerima perjodohan, Frans sangat senang dan kegirangan bahkan sampai lompat-lompat. Namun cukup disayangkan, karena Frans tidak lagi muda seperti namanya 'kakek muda', lompat satu kali saja bisa membuat pinggangnya serasa patah. Meskipun begitu, sakit pinggangnya terkalahkan oleh kabar gembira kalau cucunya menyetujui perjodohan yang di usulkannya. "Ayo cepetan! Kalian kok lelet sekali. Gigiku udah kering ini!" Teriak Frans dari lantai bawah. Sudah cukup lama Frans menunggu Hera, Juan dan Rey turun dari lantai atas. Sebenarnya mereka bertiga bukan telat, tapi Frans saja yang kepagian. Dia sudah siap dari dini hari sebelum matahari terbit. Bayangkan saja, dia sudah menunggu dari dini hari sedangkan yang lainnya bersiap setelah sarapan, pantas saja parfum Frans habis dimakan angin. Udah gitu, mungkin saja giginya udah kering karena senyum terus dari tadi. "Salah siapa yang nyengir terus dari tadi pagi" Ujar Rey saat menuruni tangga. Tidak lama setelahnya, Hera dan Juan menyusul Rey. Hera terlihat elegan karena memakai kebaya modern warna hitam, rambut di sanggul rapi khas wanita sosialita, dan tas branded yeng menempel di tangannya. Begitu juga dengan Juan, memakai batik rapi dan berkualitas dengan gaya rambut klimis khas anak muda. Kakek muda? Jangan ditanya lagi penampilannya seperti apa. Dia sudah mempersiapkan stylenya jauh-jauh hari, mungkin satu bulan yang lalu?. Enggak mungkin lah!. Style tiga orang yang sudah berumur itu sudah rapi dan sudah masuk ke dresscode, namun tidak dengan orang yang akan di jodohkan hari ini. Pakaian Rey melenceng dari mereka bertiga, malah terkesan sangat santai. Memakai baju kaos dan jaket sebagai luaran serta celana jeans, Rey sudah pede dengan penampilannya bahkan melebihi ke-pedean Frans si kakek muda yang sudah tua. "Eh kok style kamu kayak gini. Cepat ganti baju, kakek enggak setuju. Cepat ganti!" Pinta Frans ketika pertama kali melihat penampilan Rey yang melenceng dari dresscode yang seharusnya. "Udah rapi kok. Aku tunggu di mobil" Ujar Rey terkesan cuek dan berlalu meninggalkan tiga orang yang keheranan melihatnya. "Stop! Ganti baju dulu! Rey!" Teriak Frans "Sudah, sudah. Biarin aja dia seperti itu, daripada dia berubah dan gak mau dijodohin. Pusing, kan?. Ayo berangkat sebelum dia kabur" Ujar Juan. "Anak itu memang selalu bikin pusing aja. Ayo berangkat sebelum rambut yang kemarin aku semir hitam kembali beruban" Ujar Frans. Frans berjalan keluar rumah diikuti oleh Hera dan Juan di belakangnya. *** Mobil sport Rey berhenti di depan pelataran kediaman keluarga Agenta. Frans keluar dari mobil lebih dulu, diikuti oleh Hera dan Juan sedangkan Rey masih bergeming diam di mobilnya. "Rey, ayo keluar. Jangan banyak alasan, kamu sudah menerima perjodohan ini" Ujar Frans. "Iya" Jawab Rey kemudian keluar dari mobil dengan ogahan. Hera, Juan, Frans, dan juga Rey berjalan memasuki rumah. Ternyata kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga Agenta, terutama Deon dan Gisella. Mereka berdua menunggu kedatangan Keluarga Moccasizo di depan pintu. "Selamat datang" Ujar Deon menyambut kedatangan keluarga Moccasizo. Keluarga Moccasizo dan keluarga Agenta berjabat tangan satu sama lain. Terutama Frans, dia sangat kegirangan sekali mengenalkan kembali Deon dengan Juan. Begitu juga dengan Hera dan Gisella. "Ayo masuk. Amel sedang mandi" Ujar Deon. "Siapa Amel?" Tanya Hera, mama Rey. "Anak kami, mungkin akan jadi mantu mu nanti" Jawab Gisella. "Wah, mudahan saja si Dingin mau menerimanya" Ujar Hera. "Mudahan saja" Ucap Gisella. Mereka masuk rumah dan berjalan menuju ruang keluarga. Saling bertukar cerita satu sama lain sampai membuat mereka tidak menyadari kalau ada satu makhluk yang sedang tiduran di dekat tangga bersama hewan peliharaan miliknya. Tentu saja dia adalah Caramel. Caramel bangun dan berniat menuju dapur, namun dia harus melewati ruang keluarga terlebih dahulu. Caramel dengan santainya berjalan tanpa menyadari kalau sebenarnya dia sudah menjadi pusat perhatian dua keluarga. "Kok lo ada disini!" Seru Rey saat melihat Caramel berjalan di dekatnya. Caramel menghentikan langkahnya dan melihat siapa gerangan yang berani berseru padanya dan menghentikan langkahnya di rumahnya sendiri. Sontak saja mata Caramel melotot dan mulutnya menganga lebar . "Kok lo di rumah gue!" Seru Caramel balik. "Ini rumah lo?" Tanya Rey dengan nada tinggi. "Iya. Ini rumah gue" Jawab Caramel dengan nada yang lebih tinggi dan terkesan nyolot. "Lah, kok nyolot sih. Heh, gue kesini itu untuk bertemu putri keluarga Agenta. Atau jangan-jangan...." Ujar Rey curiga. Rey dan Caramel curiga dan langsung tersadar. "Gue gak mau dijodohin sama lo" Ucap mereka serempak. Rey dan Caramel saling memunggungi badan satu sama lain dan melipat tangannya. Gelagat mereka berdua sama persis. "Nah, gini kan cocok. Serasi. Kita langsung aja nikahin mereka berdua, bila perlu sekarang" Ujar Frans. "Apa!?" Sahut semua orang kecuali Frans yang hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan tersenyum manis melihat melihat. Frans dengan santainya duduk di ruang keluarga tanpa di suruh oleh si pemilik rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN