2

1648 Kata
Hari ini mansion megah kami kedatangan tamu, dia tanteku, kakak dari Mommy, aku biasanya memanggilnya tante Esia. Wanita yang usianya lebih tua 3 tahun dari Mommy itu kini tengah hamil 6 bulan padahal usia tante Esia sudah tidak muda, walaupun begitu ia memiliki badan yang bagus dan terawat karena ia berprofesi sebagai model. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah tahun lalu saat menghadiri pernikahannya. Suami dari tante Esia adalah seorang sutradara senior, perawakannya gendut dan hampir sepantar denganku berbanding terbalik dengan Daddyku yang hot! Karirnya sebagai model papan atas membuatnya telat menikah, lebih tepatnya menunda. Aku sempat berpikir kenapa tante Esia yang cantik mau dengan pria paruh baya seperti itu dan kini tengah hamil pula. Sesekali aku melirik Daddy yang nampak sangat tampan dengan pakaian santai, persis seperti anak muda! Apa lagi saat Daddy mulai bicara atau tersenyum, bibirnya itu selalu membuatku gagal fokus. Bibir itu nampak segar, sehat, lembut, dan.... Sexy! Oh, Dad! Aku jadi berpikir kotor lagi karena mu! Pikiran untuk mengecup bibirnya dan menariknya keranjang selalu membayang diotakku. Sayangnya aku masih belum punya rencana untuk menjeratnya, tepatnya masih kupikirkan. Sangat sulit membuat orang seperti Daddy melirik ke yang lain selain Mommy, dia begitu setia walaupun aku tau di kantornya banyak sekali godaan dari pegawai-pegawai seksi disana. Tapi, Daddy tidak pernah tertarik pada mereka semua. Entah sihir apa yang digunakan Mommy sehingga Daddy begitu mencintainya dan entah kenapa aku malah menjadi begitu tertantang untuk menggoda Daddy. Bukankah aku harusnya bersyukur memiliki orangtua yang harmonis? tentu saja aku bersyukur, sangat! Tapi kau tau aku adalah orang yang penuh keingintahuan dan obsesi, ditambah perasaan yang tidak biasa terhadap lawan jenis adalah hal baru bagiku! Aku tidak pernah merasa sebergairah ini, bahkan membayangkannya saja terasa sangat nikmat apalagi melakukannya dan aku tidak bisa melakukannya selain dengan Daddy. Hanya Daddylah yang bisa membuatku basah bahkan tanpa dia melakukan apapun pada tubuhku. Aku menghela nafas mencoba menghalau gairah yang mulai terpacing. Tahan Ace... Tahan... Kembali pada tante Esia, aku cukup lama menyimak pembicaraan mereka tapi aku masih tidak tahu alasan yang membuatku malah dipanggil dan berakhir ikut duduk bersama mereka di ruang tengah. Hingga Mommy memanggilku untuk pindah agar mendekat kearahnya. Aku menatapnya dengan muka polos dan binggung. "Ace, kamu mau bantuin tante Esia?" tanya Mommy sambil mengelus sebelah tanganku. Aku manantap tante Esia dan Mommy bergantian, "Emang Ace bisa bantu apa, Mom?" tanyaku, Mommy melirik tante Esia. "Jadi ibu s**u dari anak tante nanti" ucap tante Esia membuatku tambah mengernyit binggung. "Maksud tante? Tapi kan Ace gak bisa ngeluarin s**u" reflek aku melihat ke arah payudaraku. Tante Esia tersenyum lembut "Untuk itu kamu mau gak ikut program induced lactation, itu bisa membuat kamu mengeluarkan asi" wajahnya dibuat sedikit memelas berharap aku mau membantunya. induced lactation? Bukankah itu terdengar menarik? Seketika otak pintarku menyusun rencana kotor, aku menyeringai tipis dibalik wajah polos dan lugu. Tante Esia menjelaskan alasannya memintaku melakukan program itu, dokter mengatakan kemungkinan besar asi tante Esia bisa sulit keluar karena faktor kesehatan dan jika pun keluar mungkin tetap tidak bisa memenuhi nutrisi sang bayi. Sebagai calon ibu tentu tante Esia ingin yang terbaik untuk anaknya kan, ia ingin anaknya mendapat asupan nutrisi yang cukup, memang ada yang memperjual belikan asi tapi akan lebih baik jika langsung dari yang menyusui kan? untuk itu tante Esia memintaku melakukan program itu. Tidak mungkin ia meminta Mommy yang pasti sibuk dan faktor usia juga. Dari pada meminta orang luar, ia lebih percaya pada anggota keluarga. Mommyku hanya dua bersaudara sedangkan saudara Daddy itu laki-laki semua dan di keluarga besarku, aku adalah cucu pertama dan yang lainnya itu masih sekitaran 2 sampai 11 tahun. Jadilah aku yang dirasanya bisa membantu tante Esia. "Keputusannya di kamu sayang, Daddy dan Mommy juga tidak akan memaksa" ucap Daddy membuatku menatap matanya. Aku tersenyum lembut namun bermakna lain. Tentu saja aku tidak akan menolak tawaran yang menarik itu, Daddy. "Bagaimana Ace?" tanya tante Esia penuh harap. "Ace mau kok tante, lagi pula waktu Ace kecil tante juga sering ngurus Ace kalo Daddy sama Mommy ada perjalanan bisnis" ucapku membuat tante Esia tersenyum bahagia dan berdiri mencoba memelukku. Ia menangis haru dan sangat berterima kasih karena aku mau membantunya. Mommy pun ikut memelukku sedangkan Daddy hanya mengelus puncak kepalaku dengan sayang. Setelah hari itu, minggunya tante Esia dan suaminya mengajakku ke rumah sakit menemui dokter kepercayaan mereka. Di sana aku diberitahu mengenai prosedur induced lactation tentang apa yang harus dilakukan dan yang dibutuhkan. Sang dokter memberikan obat-obat dan alat yang biasa digunakan untuk merangsang keluarnya asi lebih cepat. Aku tidak keberatan sama sekali melakukan ini, malah ini membuat rencanaku semakin menarik. Seminggu sudah aku mengonsumsi obat dan menggunakan alat yang diberikan dokter, namun memang belum ada tanda-tanda, maklum itu masih tahap awal-awal nanti juga akan terasa sendiri perubahannya. Aku menceritakan kejadian seminggu ini kepada Rine, temanku yang satu awalnya kaget namun akhirnya berubah antusias, melebihi ekspektasiku. Oh ya, soal aku yang tertarik pada Daddyku sendiri, aku tidak menceritakannya pada Rine. Aku memang cukup terbuka pada teman-temanku tapi untuk masalah satu itu sepertinya aku ragu untuk bercerita padanya. Aku hanya mengatakan bahwa aku mulai tertarik pada seorang laki-laki tapi aku tidak bilang bahwa itu Daddy. Mendengar aku tertarik pada seseorang saja dia sudah memekik seperti orang gila apalagi jika ku katakan bahwa laki-laki itu adalah Daddyku sendiri, mungkin dia akan pingsan atau malah berpikir macam-macam tentangku. Soal Daddy, bertambahnya hari membuat ketampanan dan keseksiannya ikut meningkat dan pikiranku juga semakin kotor, membuatku tidak tahan. Hanya aku yang merasakan seperti itu, nyatanya Daddy tetap menjadi menjadi sosok suami dan ayah yang baik. Dia suka menemaniku menonton, bercerita, mengantarku kesekolah, menjemputku dan mencium keningku sayang. Tapi aku tidak bisa selamanya begitu, Dad! Aku ingin lebih! . . Pagi ini begitu indah, dengan pemandangan yang menyegarkan mata. Dimana Daddy tengah berenang bertelanjang d**a memperlihatkan otot perutnya yang terbentuk sempurna. Berenang adalah rutinitas minggu pagi Daddy yang kini menjadi rutinitas favoritku. Benar-benar seksi! teman laki-laki ku saja tidak mempunyai otot sesempurna Daddy bahkan setampan Daddy. Tidak heran aku terlahir secantik ini juga berkat bibit unggulnya itu. Aku menyudahi kegiatan mengintipku dari jendela kamarku menuju lemari pakaian, mencari-cari pakaian renang yang cocok untuk pagi ini. Aku ingin Daddy melihat betapa indah dan seksi putrinya ini. Aku berdiri didepan cermin, tersenyum puas atas penampilanku. Baju renang merah dengan belahan d**a rendah dan bawahannya berbentuk CD. Memperlihatkan begitu jelas setiap belahan dan lekukan tubuh putihku, rambut panjangku kuikat keatas memperlihatkan leher jenjang yang begitu mengoda. Entah sejak kapan aku mulai mengoleksi baju-baju kurang bahan seperti ini. Semuanya hanya untuk Daddy dan hanya kuperlihatkan padanya! Aku ingin ia melihatku bukan sebagai anaknya melainkan sebagai gadis cantik yang harus dimilikinya seutuhnya. Aku berjalan mendekati Daddy yang sibuk berenang di dalam air, sehingga ia tidak menyadari kedatangannku. "Hai, Dad!" sapaku riang seperti biasanya. Kudapati dahinya mengernyit melihat kearahku, tentu saja ia pasti kaget dengan pakaian renangku yang terlalu terbuka. Aku mengabaikan keheranannya dan mencoba bersikap biasa. Daddy berenang kearahku yang duduk ditepi kolam dengan setengah kakiku yang sudah berada di air. "Baju renangmu terlalu terbuka, Ace" komentar Daddy ketika sudah berada didapanku matanya menajam melihatku. Begitulah Daddy, setiap aku atau Mommy memakai pakaian yang menurutnya kurang bahan, Daddy pasti langsung mengomentarinya. "Jelek ya, Dad?" tanyaku agak takut-takut karena tatapannya walaupun aku tau ia tidak akan pernah marah padaku. "Sejak mengikuti program lactating beberapa baju Ace menjadi sesak dibagian d**a, Dad" sambungku menyentuh kedua payudaraku dihadapan Daddy dengan muka sedih. Daddy menghela nafas, "Gak jelek tapi jangan pernah pakai baju seperti itu di luar, mengerti Ace?" peringatnya tegas aku hanya mengangguk, ia memang begitu posesif terutama dalam hal berpenampilan. Daddy tahu betul berpakaian seperti itu cenderung mengundang tatapan m***m kaum Adam, untuk itu ia selalu melarang tegas dan menyuruh Mommy dan aku agar berpakaian sopan. Dan akulah yang akan membuat tatapanmu berubah m***m ketika menatapku! Hanya padaku, Dad! "Dan rasa sesak bagian d**a itu coba konsultasikan lagi pada dokter, takutnya kenapa-kenapa" ucap Daddy lagi membuatku kembali mengangguk. Tentu saja itu karena payudaraku bertambah besar. Aku menceburkan diri ke air hingga berhadapan sepenuhnya dengan Daddy. Wajah itu lebih tampan jika dilihat dari dekat seperti ini, tidak ada kerutan sama sekali benar-benar terlihat seperti laki-laki 25 tahunan. Aku menegak ludah susah-susah, rasanya aku ingin langsung menerkam Daddy saat ini juga. "Dad, mau lomba renang?" Daddy menaikkan sebelah alisnya. "Yang kalah harus nurutin permintaan yang menang, gimana?" lanjutku lagi. Daddy terkekeh mendengar ucapanku itu. Tanganya terulur mengelus puncak kepalaku "Kamu ini pasti lagi ada maunya, kan?" tebaknya tepat sasaran. Sedangkan aku kembali menegang atas pelakuannya barusan. "Emang yakin bisa ngalahin Daddy? dulu aja kamu kalah" Dulu saat aku berumur 12 tahun, aku pernah menantangnya lomba renang dan tentu saja saat itu aku kalah. Tapi kali ini.. "Ace bukan anak kecil lagi Dad, kali ini Ace yakin bisa ngalahin Daddy" ucapku penuh keyakinan. Daddy tersenyum, "Let's see, little princess". "I am no longer the little princess, Dad! " ralatku. Tentu saja panggilan little princess itu tidak lagi cocok denganku. Aku sudah dewasa! Aku akan membawamu keranjang dan bergerumul panas nanti. "No, you're still my little princess" ujarnya kembali mengacak puncak kepalaku. Aku akan menunjukkan seberapa dewasanya aku, Dad! Kini kami sama-sama berada di pinggir kolam, mengambil ancang-ancang untuk memulai lomba renang kami. Satu. Dua. Tiga. Mulai! Daddy berenang dengan cepat, tapi sayang kini aku bisa berenang lebih cepat darinya. Bisa dibilang aku sudah cukup mahir dalam hal renang. Di sekolah, aku adalah ketua renang tim putri dan aku sudah beberapa kali mendapat medali juara renang. Tentu saja itu berkat Daddy yang mengajariku renang, dia juga ahli dalam bidang itu. "Aku mengalahkanmu, Dad!" seruku senang, itu artinya rencanaku yang itu berjalan mulus! Aku mendekati Daddy yang baru saja sampai di titik finish, "Itu artinya Daddy harus menuruti permintaanku" ucapku padanya. "Hmm, Daddy kalah. Ternyata little princess Daddy sangat hebat!" pujinya. "Tentu saja berkat Daddy" balasku tersenyum lebar semanis mungkin dihadapannya. "Baiklah, apapun yang Ace minta, Daddy akan menurutinya. Jadi apa permintaanmu, sayang?" - - TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN