Revano berjalan menuju kamarnya, sudah sangat lelah tubuhnya dan ingin segera merebahkan dirinya di ranjangnya itu. Ia membuka handle pintunya dan masuk kedalam kamarnya yang gelap, ia menyalakan lampu kamarnya dan terkaget saat melihat seseorang wanita yang tidur di ranjangnya.
"Kampreeettttt...." umpat Revano.
Ia mendapati Bella tidur yang tengah tertidur di ranjanganya dengan posisi telentang dengan keadaan telanjang. Ia geram melihat tingkah laku adiknya Rico yang begitu tak waras mempertonton kan tubuhnya seperti itu. Bukan nafsu yang Revano rasakan saat ini, namun ia malahan dibuat jijik melihatnya juga. Tubuhnya yang lelah pun harus ia tahan, tak mungkin ia tidur sekamar dengan dengan wanita yang tak waras itu. Ia sudah seperti p*****r kecil yang selalu menggodanya.
Revano membawa baju ganti kembali. Ia langsung keluar dari kamarnya dan melewati ruang tamu, masih tetap ada Rico dan kekasihnya yang masih bercinta, sungguh tingkah laku kaka dan adik sama. Sama-sama tidak punya rasa sopan-santun dan sama-sama tak punya rasa malu.
"Rev, loe mo kemana?" tanya Romi pada Revano yang keluar dari rumahnya. Revano tak menghiraukan pertanyaan Rico. Ia hanya ingin pergi dan mengistrihatkan tubuhnya yang sangat lelah.
***
Kedua pasangan muda itu sedang bergulat dengan kekasihnya, entah kenapa temanya ini tak pernah ada bosanya melakukan pergulatan setiap waktunya. Dengan nafas dan suara erangan keduanya yang hendak mencapai puncaknya, harus terganggu dengan suara getaran ponsel nya sejak tadi bergetar.
"Ahhh siall menggangu saja nih Handphone,” umpat Romi mengambil ponselnya.
" Revano, ngapain ini bocah nelphone gue tengah malam, sialan ngeganggu gue lagi puncak-puncaknya nih,” umpat Romie kesal.
"Angkat aja ayang barang kali penting," ujar Dea.
Romie menekan tombol hijau. "Ehh Kamprettt, loe ngapain nelpone gue tengah malam ginih, tak tau kah teman gue yang menyebalkan ini, yang mengganggu kegiatan gue dengan cewek gue?” teriak Romi di ujung sana.
Revan mempertawakannya temanya yang absrud itu, karena ia sudah berhasil mengganggunya. Meskipun Romi yang ucapanya sering ceplas-ceplos namun ia merasa senang berteman denganya, yah meskipun temanya itu kadang menyebalkan dan mulutnya emberr.
"Sorry gue ganggu yah?" ucap Revano ketawa.
"Berengsek loe Rev, malah loe ketawa lagi, ada apa cepet ngomong, keburu gue tutup nih telponenya?" tanya Romi.
"Apa boleh gue nginep lagi di kostan loe?"
"Bukanya loe dah sampe rumah, kenapa tengah malem mau balik lagi kemari? Adiknya Rico ngapain lagi sama loe?" tanya Romi kepo.
“Ahh kepo loh, boleh kagak?” tanya Revano.
“Ahhh kampret loe, gue tanya loe kalah balik tanya ke gue, loe jawab dulu sama gue, loe mau di perkosa lagi sama si Bella?”
"Enggak, Adiknya Rico ada dikamar gue, ia tidur di ranjang gue dengan topless."
"Wahh asikk dong. Loe kenapa pergi bego, padahal loe bisa ena-ena sama dia?" jawab Romi yang di dengarkan oleh dea, pacarnya itu langsung mendaratkan tanganya menjitak kepala Romi. Revano tau apa yang Dea lakukan pada temanya itu, karena terdengar suara “aduhh sakit” dari sambungan telpone itu. ia hanya bisa mentertawakan temanya yang takut dan penurut itu pada Dea.
"Ya sudah lah, loe tinggal kesini saja, kamar gue kosong tuh? Dah jangan ganggu gue. Tar kalo dah sampe gerbang loe telpone gue." "Iyah Rom makasih banyak, yah?"
***
Ke Esokan harinnya Revano pulang ke rumah Rico ia mengambil buku yang ketinggalan. Ia masuk ke dalam rumah Rico dan berjalan menuju kamarnya, ia memilih buku-buku yang ia butuhkan dan memasukanya ke dalam tas serta mengganti pakainya.
"Ka, dari mana saja kok jarang pulang, Bella kangen kaka?" Revano bingung menghadapi tingkah adik nya Rico, harus bagaimana agar p*****r kecil ini ngerti. Bella menghampirinya dengan Tang top tipis tampa bra dan terlihat jelas, di kaosnya itu butiran bulat yang menyetak di tang topnya.
"Kamu bisa kan ketuk dulu pintu kalo mau masuk, itu namanya tidak sopan."
"Iyah deh maaf, kaka kenapa tak pulang?"
Revano menghela napas dalam-dalam. "Aku sibuk Bell, makanya aku jarang pulang," ucapan Revano asal karena ia sudah malas.
"Oohh ya ka, kaka ada waktu gak, Bella mau ajak kaka jalan," tanya Bella yang duduk di meja belajarnya dengan menunjukan gunung kembarnya itu.
"Bell, kamu sebenarnya kenapa, kaka ga ngerti dengan sikapmu?”
"Bela sayang sama ka Revan, bella ga sabar ka pengen dibelai sama ka Revan." Ucapnya jujur.
"Kanapa kamu ga minta pacarmu membelai kamu bel, kenapa harus aku." Bella langsung menyapu kasar bibir Revan dengan paksaan. Revano mendorong tubuh Bella dengan keras dan terjatuh di ranjang keclinya.
"Kaa..."
"Bell, Jaga sikapmu, kau sudah seperti p*****r kecil yang selalu menggoda pria seperti itu, apa aku akan suka dengan sikap kamu seperti itu, apa aku akan nafsu melihat tubuhmu itu? sama sekali tidak," ucap Revano pergi dan menutup pintunya dengan keras.
***
Malama ini Melani sudah berada di club malam bersama Debora dan para pacarnya Debora. Melanie meneguk habis satu gelas Wisky nya. Ia terlihat banyak masalah. Terutama ia sedang kesal sama suaminya itu, sudah tak sabar ia menginginkan seorang pria yang bisa membahagikanya.
"Mel, gue sudah banyak nemuin Kandidat buat calon suami loe,” ucap Debora meneguk Vodkanya. Melani pun langsung ceria. Padahal ia sangat ingin cepat-cepat mendapatkan suami cadangan.
"Really...thanks banget Debora," ucap Melanie memeluk Debora.
"Ya-ya sama-sama. Besok siang loe datang kemari setelah makan siang. Cafe kan kosong buka pukul lima, jadi bisa dipake dulu buat loe. Gue udah ngomong sama abang gue." Ucap Debora santai menjelaskanya.
Melanie yang tadinya diam sekarang tampak begitu bahagia ia akan menemui kandidat yang Debora carikan. Rasanya tak sabar ingin segera hari esok.
***
Pertemuan tertutup itu sudah diatur sedemikian rupa. Melanie berpenampilan sangat cantik dan begitu menggoda. Lalu ia dan Debora duduk dikursi depan. Situasinya seperti menginterview karyawan baru.
Calon kandidat satu persatu pun datang dan ditanya oleh kedua wanita itu. Rata-rata kandidat itu berumuran diatas empat puluh lima tahun. Bahkan ada yang hampir berumur tujuh puluh tahun mengikutinya. Mel tak percaya kake tua itu mengikuti mencari calon suami.
"Astaaggaa...umurnya tujuh puluh tahun Debora sudah bau tanah, yang benar saja. dia pantasnya jadi kake gue bukan suami gue. Ahh sialan loe," gerutu Melanie.
Debora pun ketawa pasalnya ia menyuruh asistenya yang membuat ini semua. "Gimana, ada yang kau suka tidak?" Tanya Debora.
"Tidak ada kebanyakan mereka berumur diatas empat puluh lima tahun Deb, sedangkan umur gue masih dua puluh enam tahun bayangin aja," ucap Melanie.
Debora paham, Melanie menolak semua kandidat itu karena kebanyakan para pria tua, bahkan ada usinya diatas usia papahnya. Dipanggilah assistenya untuk menjelaskan apa yang sudah ia perbuat tepatnya lagi Debora kecewa akan hasilnya.
Melanie pergi dari ruangan itu dengan santai ia berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir pintu masuk. "Kita kemana nih Mel, ke kantor?" Tanya Riana.
"Loe anterin gue ka apartemen aja deh Ri, loe bawain berkas-berkas yang harus gue urus. Gue mau ngerjain di apartemen aja," Pinta Melanie yang tampak lesu.
"Loe ga pulang kerumah Mel?" tanya Riana
"Enggak Ri, males ada ibu mertua gue disana."
Riana sudah cukup menanyakan semua yang ia ingin ketahui, karena situasi moodnya yang tak jelas saat ini Riana sudah paham akan sifat dan watak seperti apa.
****