10. Poor Kevin

1096 Kata
Jawaban Ian masih terngiang-ngiang di kepala Jonathan setelah pria itu pergi beberapa menit yang lalu. Padahal dia sudah tahu seberapa keras kepalanya Ian. Pria itu selalu memegang teguh ucapan dan pendiriannya walau berapa pun banyaknya Jonathan memberinya penghargaan atau bonus. Dia mendesah pendek kemudian menoleh ke arah anaknya yang semakin murung. Alexa tiba-tiba berdiri dan membalas tatapan ayahnya dengan menuntut. “Apa Papi tidak bisa melakukan sesuatu tentang itu?” Jonathan mengedikkan bahunya tidak berdaya. “Papi bisa apa jika dia sudah memegang pendiriannya?” Mata Alexa mulai berkaca-kaca dan Jonathan bisa menebak jika anak cantiknya akan menangis sebentar lagi. Berdecak sebal, Alexa menghentakkan kakinya keluar dengan cepat dari ruangan ayahnya. Jonathan memijit kepalanya yang mulai pusing dan kembali menghela napas. Dia harus menyuruh ajudan pribadinya membeli beberapa hadiah untuk Alexa supaya anaknya itu berhenti merajuk. Setelah keluar dari ruangan ayahnya, Alexa berlari kencang agar bisa menyusul kepergian Ian. Dia bahkan bertanya pada beberapa orang yang lewat ke mana perginya pria itu sebelum kembali berlari seperti orang gila. Hingga dia melihat punggung lebar yang ia kenali, dia segera memanggilnya seraya berteriak, “Kak Ian, tunggu!” Ian berhenti kemudian berbalik. Jauh di sana, Alexa masih berlar mendekatinya. Setelah sudah berada di depannya, wanita itu berhenti dan mengatur napasnya dengan wajah panik. “Ada apa, Alexa?” “Aku ... ingin mengatakan sesuatu.” Alexa masih terengah-engah sambil memegang lututnya. Beberapa saat berikutnya dia menegakkan tubuhnya dan menatap Ian dengan mantap. Ian sendiri masih berdiri dengan sabar menunggu wanita itu berbicara. Alexa meneguk salivanya keras, mengepalkan kedua tangannya kuat, kemudian bertanya, “Kenapa harus dia?” Melihat Ian yang diam saja sangat tenang, dia berbicara lagi, “A-aku menyukai Kak Ian. Kenapa tidak melihatku saja?” Beberapa saat kemudian, bibir pria itu mulai bergerak. “Maaf ....” “Alexa?” Alexa mengerjap secara naluriah begitu kembali sadar. “Kau bilang ingin mengatakan sesuatu.” “Oh ... itu ....” Alexa mendadak murung setelah mengetahui dia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Yang dia bisa hanyalah berandai-andai. “Jika tidak ada, aku akan pergi.” “Apa ... aku bukan berasal dari keluarga kaya raya?” “Kamu mengejarku hanya untuk menanyakan itu?” Alexa mengangkat wajahnya dan tertawa canggung. “Aku hanya pernasaran saja.” Ian menatapnya tenang cukup lama sebelum menjawab, “... Kamu hidup bergelimang harta. Apa itu sudah menjawab?” “Y-ya.” “Kalau begitu aku pergi sekarang.” “Kak Ian akan pulang lagi?” tanya Alexa cepat menghenti Ian. Ian mengangguk singkat. “Banyak hal yang perlu kami bahas mengenai pernikahan. Selamat bekerja, Alexa.” “... O-oh.” Dengan bibir dan alis menukik ke bawah, Alexa hanya bisa melihat kepergian pria itu. Setelah hanya dia sendiri di sana, Alexa memukul kepalanya dengan geram. “Bodoh, bodoh, bodoh! Alexa bodoh!” Kenapa sulit sekali mengutarakan perasaanya lebih dulu?! Kenapa harus takut dengan penolakan?! Bagaimana jika ternyata Ian juga menyukainya?! “Saya baik-baik saja dengan perjodohan kami ....” “Sial,” desis Alexa menangis setelah mengingat kembali ucapan Ian di ruangan ayahnya. Dari perkataan yang tidak goyah itu, membuat Alexa yang menjadi goyah. Kembali ke rumah sakit, Nadia melihat kedatangan temannya. Namun alih-alih wajah cerianya yang ia dapatkan, malah mata sembab dan merah. Dia yang terkejut segera bertanya, “Kenapa kau menangis?!” Hanya pertanyaan sederhana itu kembali membuat Alexa menangis lebih kencang dan menceritakan apa yang membuatnya patah hati. Oleh sebab itu, berita yang Alexa bawa menarik perhatian beberapa rekannya juga. Akhirnya, berita tersebut menyebar dengan cepat dan menggemparkan rumah sakit militer. Tidak hanya rumah sakit saja, markas pun ikut heboh dengan berita pernikahan Ian. Ian terkenal tidak pernah mendekati wanita mana pun hingga muncul isu bahwa dia penyuka sesama jenis. Bahkan, Alexa yang berusaha keras untuk menarik perhatiannya tidak ia hiraukan. Setelah dihentikan Alexa tadi, dia kembali berhenti beberapa kali karena teman-temannya. “Hei, aku dengar kau akan menikahi wanita. Itu serius, kan? Jadi, bukan Kevin?” “Yo, Brother, selamat! Rumor itu benar-benar buruk, benar? Aku tidak tahu ternyata selama ini kau punya pacar. Kenapa tidak pernah membawanya saat kita minum bersama di luar?” “Aku pikir Anda akan menikahi Alexa, Letkol. Karena hanya dia satu-satunya wanita yang paling dekat denganmu di sini. Ahahahh.” “Jangan lupa undang kami, oke?” Ian mengangkat alis setinggi yang ia bisa. Padahal ia baru mengatakan berita ini kepada Jonathan, Alexa, Kevin, dan Arthur. Dan itu pun tidak sampai setengah jam yang lalu. Jadi, bagaimana mereka tahu secepat itu? Belum lagi, kenapa mereka juga berpikir jika dia gay? Akhirnya dia hanya menjawab dengan gumaman pendek. Sambil berjalan dengan langkah lebar, Ian mengeluarkan ponsel dari saku celana ketika benda tersebut bergetar lalu membuka pesan singkat dari Lucia. Bicara tentang wanita itu, mereka akhirnya saling bertukar nomor sebelum Ian menemui ayah Lucia tadi malam. Dan di barak sebelumnya, mereka saling membalas pesan membahas tentang Ian yang akan datang nanti malam membawa Nadin. Lucia: Hubungi aku kalau akan kemari nanti malam, Mas Ian. Ian: Oke Setelah membalas singkat, Ian kemudian menyimpan kembali ponselnya. Saat melewati salah satu ruangan di mana banyak tentara yang sedang makan, dia mendengar suara yang tidak asing lagi sedang berceloteh. “... Iya, kan? Kapten kita tidak pernah membicarakan wanita selama ini tapi tiba-tiba saja bilang akan menikah! Sampai-sampai aku pikir jika dia menyukaiku selama ini. Ckck ... dia benar-benar mengejutkanku.” “Dia bukan kapten lagi. Berhentilah memanggil letkol kita begitu,” ujar Arthur. Sekarang Ian tahu alasan dia dicegat beberapa rekan tentaranya sepagi ini dan mendengar rumor aneh tentangnya. Well, terima kasih untuk Kevin yang selalu membanggakannya ke mana-mana. Tentu saja Ian akan berterima kasih langsung kepada si mulut besar itu. “Vin.” Panggilan tegas yang sangat Kevin kenali membuatnya seketika melompat dari kursi. Dia menatap ke sumber suara. “C-Capt.” “Kemari.” “Ya, Capt!” Kevin secara refleks berdiri tegap. “Apa yang bisa saya bantu?” “Apa kau sudah menyelesaikan lari pagimu?” Beberapa orang yang mengerumuni Kevin sebelumnya seketika menyebar dan duduk di kursi yang jauh darinya, sebab tidak ingin ikut menderita. Well, mereka sudah tahu bagaimana cara Ian menangani personelnya. Dan mereka tidak ingin merasakan latihan yang amat berat itu. “Sudah, Capt!” “Lima kali lagi.” “Apa?!” Kevin dengan cepat berseru. “Tapi aku tidak membuat kesalahan.” “Ingin aku menambahkannya?” “Tidak, terima kasih, Capt!” Arthur yang sedang makan dengan tenang kemudian bergumam, “Kau benar-benar terkejut, kan?” Dan para pria bahkan ibu kantin pun tidak bisa berhenti tertawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN