BAB 02
Afifah Humaira yang kini usianya menginjak 21 tahun tengah duduk makan malam bersama keluarganya. Biasanya ayah Afifah yaitu bapak Umar, jarang makan malam di rumah karena beliau bekerja dari pagi jam enam sampai jam sembilan atau kadang jam sepuluh malam. Ayahnya Afifah sejak dulu bekerja pada keluarga konglomerat kaya, yaitu tuan Darius Ramadhan Efendi. Majikan ayahnya sangat baik pada keluarga bawahannya, terutama pada ayahnya Afifah yang sudah setia menjadi supir keluarga mereka selama dua puluh lima tahun. Sejak masih bujang, sampai sekarang.
Berkat kegigihan serta kejujuran ayahnya, beliau mendapat kepercayaan penuh dari tuan Darius. Berkat itu juga Afifah bisa hidup dengan baik, mendapatkan pendidikan sampai ke jenjang kuliah.
“Nak, besok pagi kamu ikut bapak ketemu sama tuan Darius. Beliau katanya pengin ngobrol sama kamu.” Umar mengajak Afifah bertemu majikannya.
“Pasti mengenai tawaran yang waktu itu, ya, Ayah?” tebak Afifah.
“Iya, Nak, beliau sangat berharap kamu bisa bekerja sebagai sekertaris di perusahaannya. Kamu tahu ‘kan kalau keluarga Efendi sangat berjasa pada kita, ayah mohon kamu pertimbangkan permintaan beliau.” Ayahnya Afifah berusaha membujuk.
“Fah, perusahaan majikannya ayahmu itu ‘kan besar banget. Gajinya pasti besar, apa yang membuatmu ragu?” tanya ibunya
“Afifah hanya bingung, Bu. Aku penginnya dapat pekerjaan dengan kemampuanku, bukan karena koneksi begini.” Afifah mengungkapkan keraguannya.
“Fifah, tuan itu orang yang cerdas dan berpengalaman, makanya beliau bisa menjadi pengusaha sukses sampai sekarang. Beliau tidak mungkin memilih seseorang seyakin ini tanpa melihat kemampuan. Beliau memilihmu karena tahu akan kemampuanmu, bukankah kamu salah satu lulusan terbaik di salah satu universitas bergengsi di Singapura? Itulah mengapa beliau menunjukmu.” Ayah Afifah mengingatkan.
“Baiklah, besok Fifah coba menemui Tuan Darius dulu.” Afifah akan membuat keputusan setelah berbincang dengan majikan ayahnya.
Jujur saja, Afifah sangat menghormati tuan Darius, karena beliau sangat baik. Beliau juga sangat berjasa pada keluarganya, bahkan Afifah bisa kuliah dengan baik juga berkat bantuan keluarga Effendi, atau lebih tepatnya Tuan Darius Ramadhan Effendi. Mereka banyak membantu dari segi materi dan banyak hal sehingga kehidupan keluarga Afifah berjalan begitu baik.
***
Pagi ini Afifah datang bersama ayahnya menemui majikan sang ayah. Nampaknya tuan dan nyonya baru saja selesai sarapan. Sejak kecil Afifah memang kerap ke sini bersama ayahnya, dia cukup mengenal baik keluarga Effendi.
“Selamat pagi, Tuan, dan Nyonya.” Afifah menyapa sembari membungkuk sopan saat menemui Maria dan Darius.
“Afifah, sini duduk, Nak. Selamat loh kamu sudah lulus kuliah, bahkan menjadi salah satu lulusan terbaik.” Nyonya Maria memang ramah sejak dulu pada Afifah.
“Iya, Fah, selamat. Maaf kami tidak datang diacara wisudamu.”
Tuan Darius bahkan sudah menganggap Afifah seperti putrinya sendiri, karena mereka hanya memiliki seorang putra. Sudah begitu kelakuannya sejak dulu selalu membuat sakit kepala saja.
“Terimakasih, Tuan, dan Nyonya. Saya sangat berterimakasih atas bantuannya selama ini pada saya dan keluarga saya. Apalagi Tuan dan Nyonya repot-repot mengirim hadiah, padahal dengan memberikan ijin libur dan membelikan tiket pesawat pulang pergi saja sudah lebih dari cukup. Sekali lagi terimakasih banyak, semoga kebahagiaan selalu melimpahi Tuan dan Nyonya.” Dengan segala hormat dan rasa syukur, Afifah mengucapkan rasa terimakasihnya.
“Kamu tidak perlu sungkan, kami sejak dulu sudah menganggapmu seperti keluarga sendiri,” ujar nyonya Maria.
“Saya juga mengucapkan selamat atas kelulusan Tuan Muda Elvano di New York, saya dengar Tuan Elvano juga masuk dalam daftar lulusan terbaik.”
Afifah mengucapkan selamat, dia sebenarnya ingin memberikan hadiah kelulusan, sebagai balas budi karena orangtua Elvano sudah mengiriminya hadiah kelulusan. Hanya saja, Afifah bingung harus memberikan apa, sementara mereka punya segalanya. Mengingat sifat buruk Elvano sejak dulu, pasti dia tidak sudi menerima hadiah murahan darinya.
“Iya, untungnya dia menuruni kecerdasan dan ketampanan papanya. Jadi itu sedikit melegakan, hanya saja sifat dan sikapnya semakin parah semenjak di sana.” Maria sangat mencemaskan putra semata wayangnya.
“Itulah mengapa kami memaksanya untuk pulang, dia perlu diawasi. Kami berniat menyuruhnya mulai bekerja di perusahaan. Dan seperti yang kamu tahu, saya ingin agar kamu menjadi sekertarisnya. Bantu dia agar berubah menjadi lebih baik, kami memiliki firasat bagus padamu. Selain cerdas, kamu juga teguh dalam pendirian, sopan, dan anak yang baik.” Darius menjelaskan.
“Betul itu, kalau perempuan lain kami gak percaya. Yang ada nanti mereka malah godain Elvano, atau tergoda oleh Elvano. Kami yakin kalau kamu berbeda, kami harap kamu tidak akan tergoda oleh putra kami yang playboy itu.” Maria menambahkan alasannya.
“Tapi tenang saja, Fah. Saya yakin Elvano tidak akan menggodamu, dia pasti hanya tertarik pada perempuan-perempuan binal yang pakaiannya terbuka. Jadi kamu aman, dia gak akan berani macam-macam padamu, saya yang akan menjaminnya.” Darius terlihat yakin pada penilaiannya.
“Baiklah, Tuan, Fifah mau bekerja di perusahaan sebagai sekertarisnya Tuan Muda Elvano. Hanya saja, Fifah pengin masuk kerjanya tetap ikut tes seleksi seperti yang lain. Fifah gak mau dapat kerja lewat jalur KKN, dan nantinya pasti akan tidak nyaman juga karena akan menjadi bahas gossip.” Afifah menyetujui permintaan majikan ayahnya, tapi dengan syarat.
“Baiklah, Nak, saya suka prinsip dan kejujuranmu.” Darius tersenyum bangga, dia kadang teringin memiliki anak yang baik seperti Afifah. Dia kadang berandai-andai, kalau saja sikap anaknya bisa berubah.
***
Setelah menjalani segala tes yang diadakan, kini Afifah sudah resmi menjadi sekertaris CEO. Setelah beberapa hari training akhirnya dia resmi juga. Tuan Darius sudah memberitahu Afifah kalau hari ini putranya akan mulai bekerja. Beberapa karyawan menantikan bos baru mereka, sebagian karyawati berdandan berharap bisa memikat hati bos barunya.
“Vi, lo katanya dulu kakak kelas anaknya bos Darius, itu loh yang mau jadi bos kita sekarang.” Nadila bertanya pada Vivi, mereka adalah bagian sekertaris manager dan sekertaris kepala bagian.
“Iya, gue masih inget banget, dulu pas SMA, dia itu jadi idaman cewek-cewek. Emang sih, bukan rahasia umum lagi kalau dia playboy sejak dulu. Cuma wajar aja, secara dia ganteng, keren, gaul, dan tajir pula. Gue sih mau-mau aja punya pacar kaya gitu. Asli, ganteng banget, mana dia blasteran.” Senior Afifah yang bernama Vivi begitu antusias menceritakan tentang Elvano.
“Andaikan gue yang jadi sekertarisnya, pasti seneng banget gue!” pekik Liora yang ada di sebelah mereka berdua. Saat ini memang mereka sedang berbaris untuk menyambut CEO baru.
“Tapi kenapa yang jadi sekertarisnya malah cewek yang biasa aja gitu. Padahal selama ini di kantor kita, sekertaris itu pasti cantik-cantik, modis, pinter dandan, tapi kok sekertaris CEO kita malah kaya gitu sih. Ini pertama kalinya bagian sekertaris di kantor ini nerima yang pakai pakaian panjang berjilbab gitu.” Vivi menyindir Afifah, tapi sebagai junior, Afifah memilih diam saja meski dia dengar sendiri kalau dirinya direndahkan.
“Gosipnya sih dia pilihan Tuan Darius langsung, soalnya tahu sendiri sifat anaknya. Beliau memilih sekertaris yang modelannya kaya gitu dan biasa aja biar gak digodain atau ngegodain anaknya.” Liora menimpali.
“Bener juga sih, gue ngerasa aman kalau dia yang jadi sekertarisnya bos Elvano. Dari pada Nita yang ganjen itu, mending yang modelan biasa aja, jadinya bos El juga gak akan tertarik.” Vivi mengiyakan.
Tidak lama setelahnya, Elvano datang dengan didampingi papanya, serta asisten kepercayaan papanya. Para karyawati memekik sambil menatap kagum pada sosok tampan, tinggi, kekar, dan yang pasti auranya sudah seperti seorang bintang. Siapa lagi kalau bukan Elvano, secara fisik dia tidak ada cacatnya. Andai kata sifatnya sebagus rupanya, tapi yang namanya manusia itu pasti tidak ada yang sempurna.
“Selamat pagi, saya Elvano Rafardhan Effedi, mulai sekarang saya akan menjadi CEO kalian. Mohon kerja samanya, saya harap dengan kehadiran saya, bisa semakin memajukan perusahaan.”
Sebuah kata sambutan dan perkenalan yang singkat, setelahnya dia meminta masuk ke ruangannya. Sebagai sekertarisnya, tentu saja Afifah ikut masuk.