I'm Torn | 1

2405 Kata
 “Aku tidak menyangka kita memiliki selera yang sama,” Dave tersenyum pada Kate, kini keduanya berjalan keluar meninggalkan festival itu setelah puas mencoba semua makanan khas Jepang. “Kau akan ke mana setelah ini, Kate?”  “Aku? Sepertinya aku akan pulang,” “Baiklah, aku akan mengantarmu.” Dave sekali lagi tersenyum, merasa bahagia karena bisa menghabiskan waktunya dengan Kate untuk yang pertama kali.  “Eeh? Tidak perlu Dave, aku yakin kau memiliki kesibukan lain,” “Tidak apa-apa Kate, aku masih memiliki waktu sekitar satu jam sebelum kembali ke kantor, dan Lynn memang sudah pulang sejak siang.” Dave tersenyum meyakinkan, membuat Kate akhirnya mengalah, karena sepertinya Dave tidak akan menyerah jika sekali lagi ia menyangkal. “Baiklah,”  “Aku pikir kau wanita yang terlalu kaku, Kate,” Dave memulai pembicaraan saat keduanya dalam perjalanan. “Kupikir aku memang wanita yang kaku jika berhadapan dengan pria Dave,” Kate tersenyum tipis. “Tapi nyatanya kau cukup asik sebagai teman mengobrol, obrolan apapun menjadi lebih hidup saat aku membicarakannya denganmu.” Dave menatap Kate dengan serius, seserius ucapannya, membuat Kate tersipu. “Itu mungkin karena aku sudah mengenalmu lama sebagai kekasih adikku, jadi aku bisa sedikit demi sedikit membaur, jujur aku bukan wanita yang mudah bergaul dengan pria, bahkan dulu aku menganggap jika pria hanya penghambat masa depanku. Namun aku sadar, dengan semakin bertambahnya usia, aku tidak bisa memungkiri jika kesepian itu perlahan menghampiriku, jika sesungguhnya aku membutuhkan seseorang yang selalu ada untukku, menemani setiap langkahku dalam menggapai masa depan, yang akan selalu mengulurkan tangannya saat aku terjatuh, yang akan selalu memberikan bahunya saat aku lelah dengan semua kegilaan dunia, tapi aku sadar jika dulu aku terlalu fokus dengan hidupku sendiri, percaya bahwa aku tidak membutuhkan siapa pun, dan kupikir aku terlambat untuk belajar bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan seorang pria, aku terlalu kaku dan tidak memiliki pengalaman apapun Dave, aku sangat menyedihkan kan?” Kate tertawa miris, menangkup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku akan membantumu Kate, sungguh kau terlalu menawan dan bahkan hanya melihat senyum manismu semua pria akan terpesona,” termasuk aku, Dave menambahkan dalam hati.  “Kau berlebihan Dave, bahkan di kampus aku dikenal dengan ice princess, bagaimana para pria bisa terpesona padaku?” Kate tertawa hambar.  “Itu karena kau terlalu fokus dengan tujuanmu Kate, hingga kau bahkan enggan untuk sekedar menoleh ke belakang, begitu banyak pria di kampus yang terpesona padamu. Senyummu adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh semua kaum adam, kau terlalu cantik, ahh bukan, kau lebih dari cantik, sungguh sangat beruntung pria yang bisa mendapatkanmu, dan aku yakin kau akan segera mendapatkannya. Aku akan membantumu, jika kau masih sulit untuk membangun komunikasi.”  Dave sekali lagi tersenyum meyakinkan, menggenggam tangan Kate, membuat gadis itu tersenyum dengan ucapan terima kasih lewat tatapan matanya. ~***~ Lynn membanting tubuhnya di ranjang, harinya cukup melelahkan, setelah berkeliling berjam-jam mencari buku dirinya harus melihat kakaknya dan Dave yang terlihat begitu bahagia, lalu hari ini dirinya juga harus menyelesaikan revisi skripsinya untuk bimbingan besok.  “Lynn,” panggilan dari luar membuat Lynn menggeliat dengan malas, suara ibunya yang mengetuk pintu dengan tidak sabaran membuat Lynn berjalan dengan langkah menghentak-hentak untuk membuka pintu.  “Kenapa, Mommy? Aku sangat lelah, ingin istirahat.” Lynn menunjukkan wajah merengutnya membuat Allie menggelengkan kepalanya.  “Kau tidak pulang bersama Kathrine?”  “Tidak, kami tidak bertemu di kampus, lagi pula aku dan dirinya memiliki kesibukan masing-masing jadi tidak selalu bersama.” “Ahh ya sudah, ayo bantu Mommy memasak.” Allie sudah akan menarik Lynn, namun Lynn menahan diri.  “Ahh Mommy, aku lelah, ingin istirahat.” Lynn merajuk layaknya anak kecil. “Issh kau ini, tega sekali membiarkan Mommy memasak begitu banyak seorang diri, kau juga bisa belajar untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, ayo.”  “Ahh Mommy, aku ingin tidur.” Lynn masih merengek dan menahan tubuhnya saat Allie masih saja menarik dirinya untuk ke dapur. “Bantu Mommy sebentar saja, kau hanya perlu memotong dan mengupas sayuran, Mommy yang akan memasaknya.” Allie mengeluarkan wajah lelahnya, membuat Lynn menghela napasnya sebal, jika ibunya sudah berekspresi menyedihkan seperti itu maka ia tidak bisa menolaknya.  “Baiklah-baiklah, tapi Mommy harus memberiku satu cup es krim vanilla jumbo ya?” Lynn tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya. “Ck ingat usiamu sudah dua puluh dua tahun, berhenti bertingkah menggelikan seperti anak balita.” “Ayolah Mommy, ya, ya, uang jajanku sudah habis untuk keperluan skripsi.” “Mintalah es krim pada Daddy-mu.” “Okay, aku akan bilang Mommy yang memintanya ya?” Lynn mencium pipi Allie dan berjalan mendahului Allie, membuat wanita paruh baya itu hanya bisa menatap anaknya dengan mulut menganga. “Berhenti bertingkah seperti anak kecil Angelynn. Ingat usiamu!!” Allie berteriak dari atas tangga, sedangkan Lynn yang telah mencapai anak tangga terakhir hanya tertawa mendengar ucapan Allie. “Sampai kapan pun aku akan tetap menjadi anak gadismu yang menggemaskan, Mommy,”  ~***~  “Kau tidak ingin mampir? Mungkin Lynn sudah pulang.” Kate menawari saat keduanya tiba di depan rumah, membuat Dave menggeleng dan menatap arloji di tangan kirinya. “Aku harus segera bertemu dengan Daddy untuk membahas hasil meeting tadi, nanti aku akan menghubunginya saja.” Kate mengangguk, lalu membuka pintu mobil untuk keluar. “Terima kasih Dave.” “Sama-sama Kate, jika kau memerlukan bantuanku tidak perlu sungkan, aku akan berusaha membantumu.” Kate mengangguk dan sekali lagi mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya Dave melajukan mobilnya. Kate mengepalkan tangan dan meletakkannya di d**a kirinya.  Sungguh selama dua puluh lima tahun hidupnya, ia tidak pernah merasakan perasaan yang membuatnya bahagia tanpa sebab seperti ini, biasanya kebahagiaan yang ia dapatkan hanya karena prestasi-prestasinya, namun kali ini ia merasakan kebahagiaan itu lebih luar biasa dibanding dengan prestasi-prestasi yang ia dapat selama ini.  “Apa ini karena Dave? Apa begini rasanya saat ada seseorang yang memperhatikanmu sedikit lebih baik. Astaga perasaan apa ini, ingat Kate, Dave kekasih Lynn.” Kate menggelengkan kepalanya dan memejamkan matanya, mengingatkan dirinya apapun bentuk perasaan bahagia itu, ia tidak boleh memilikinya. “Mungkin ini hanya bentuk dari kebahagiaan karena sejauh ini belum ada pria yang dekat denganku melebihi Dave.” Kate mengangguk, mengiyakan argumennya jika perasaan bahagia itu bukanlah apa-apa. “Kau saja yang terlalu polos setelah dua puluh lima tahun tidak pernah dekat dengan pria mana pun Kate, ck benar-benar menyedihkan.” Kate tertawa miris, ternyata setelah bertemu Dave ia menyadari jika dirinya tidak sehebat itu, dulu ia selalu mendewakan dirinya jika ia merupakan wanita sempurna yang bisa meraih segalanya tanpa membutuhkan siapa pun, namun baru beberapa kali terlibat percakapan dengan Dave ia merasa jatuh sejatuh-jatuhnya, pemikirannya langsung berbalik begitu saja, nyatanya dia hanya gadis kesepian yang membutuhkan seseorang dalam hidupnya yang terasa hambar, karena selama dua puluh tahun hanya ada dirinya dan impian-impian sialan yang membuatnya melewatkan indahnya kehidupan remaja di mana dia bisa bebas mencoba hal-hal baru.  ~***~  Dave kembali ke kantornya dengan setengah hati, ia melirik ponselnya yang tidak ada notifikasi apapun, biasanya Lynn akan mengiriminya banyak pesan sebagai bentuk perhatian kecil gadis itu, walau Dave lebih sering mengabaikannya dari pada membalasnya, namun Lynn tidak pernah lelah untuk menanyakan kabar pria atau apa menu makan pria itu, bahkan kadang Lynn menceritakan harinya walau Dave tidak pernah memintanya. Dan hari ini hati pria itu sedikit gelisah, ia merasa bersalah karena sekali lagi mengingkari janjinya untuk menemani gadis itu, lalu ia justru menghabiskan waktunya bersama Kate, seharusnya ia bisa menelpon Lynn begitu meeting selesai kan? Dan menyusul gadis itu yang kemungkinan masih di toko buku, tapi dirinya lebih memilih menuruti napsunya, kembali mencoba mendekati Kate dan kini hatinya justru merasa gelisah.  “Kenapa kau tidak menghubungiku? Kenapa tidak cerewet seperti biasanya?” Dave menggumam sendiri, mengambil ponselnya di dashboard dan mendial nomor Lynn. namun sudah berkali-kali ia menghubungi gadis itu, tidak ada satu pun panggilannya yang dijawab Lynn. Kini justru ponsel pria itu yang berdering. “Dave, kau sudah di mana? Kami semua sudah menunggu di ruang rapat.”  “Ya, Daddy. Sepuluh menit lagi aku sampai.” Dave mematikan sambungan teleponnya dan memacu mobilnya lebih cepat untuk tiba di kantor. ~***~ Kate memasuki rumahnya dan mendengar suara tawa yang berasal dari dapur, dengan langkah ringan ia berjalan menuju dapur, melihat bagaimana obrolan Lynn dan Allie yang penuh dengan tawa. “Mommy ingat mantan kekasihku saat aku di High School?” “Ooh pria menggemaskan itu? Yang kau putuskan dengan begitu sadisnya? Lalu dia menelponmu dengan raungan akan tangisnya saat kau sedang me-laundry baju? Wahh bagaimana kabar dia sekarang?” Lynn tertawa mengingat salah satu mantan kekasih tersingkatnya. Alexander Chester, dia menyukai Xander dulu dan mendekati pria itu karena kemampuan dance pria itu sangat memukau, namun setelah ia berhasil mendapatkannya ternyata sifat Xander jauh dari yang ia bayangkan, pria itu selalu mengikutinya kemana pun, selalu menanyakan kegiatannya setiap menit, ia akan langsung marah jika Lynn dekat dengan pria lain dengan alasan apapun itu, intinya Xander sangat protektif dan membatasi ruang gerak Lynn, pria itu juga mudah marah saat Lynn mengabaikan pesan-pesannya, dan semua itu membuat Lynn jengah.  “Ya, Mommy. Aku masih mengingatnya dengan baik, bagaimana diriku yang menahan tawa saat menerima teleponnya dengan posisi aku sedang mencuci lalu dia menangis dengan merengek-rengek tidak ingin putus, Mommy bisa bayangkan posisiku tangan dengan mengapit telepon pada leherku dan hanya mendengarkan ocehan dia yang tidak jelas karena tangisannya, sungguh kekanakan.” “Ck gadis jahat.” Allie melempar bawang merah hingga mengenai kening Lynn.  “Yakk Mommy, aku tidak suka dengan dia yang berlebihan dan membatasi ruang gerakku, bahkan dia selalu mengikutiku kemana pun aku pergi, aku merasa seperti seorang tahanan.” Lynn tersenyum, mengangkat bahunya dan kembali mengupas kentang yang masih cukup banyak di depannya.  “Jadi bagaimana dengan Dave? Bukankah pria itu memperoleh rekor terlama sebagai kekasihmu.” “Ahh, Mommy. Jika itu Dave maka tidak perlu ditanya lagi, aku sangat mencintainya, bahkan aku selalu menyebut dia dalam setiap doaku, berharap jika dialah jodoh yang Tuhan berikan untukku,” Lynn tersenyum dengan wajah tersipu. Membuat Allie juga ikut tersenyum. “Hemm jadi Dave yang berhasil meluluhkan hati anak Mommy? Jadi pria itu yang berhasil mengalihkan duniamu? Mommy berdoa semoga apa yang menjadi doamu terkabul.” Allie mendekat pada Lynn, duduk di depan gadis itu dan mengusap lembut puncak kepala Lynn. “Apa yang membuatmu jatuh cinta pada Dave?” Allie bertanya, karena selama satu tahun Lynn dan Dave memiliki hubungan special, belum pernah sekali pun Allie menanyakan lebih jauh tentang Dave, namun saat mendengar ucapan Lynn tadi yang bahkan memikirkan masa depannya dengan Dave, Allie perlu tau pria yang dicintai anak bungsunya itu, apakah ia cukup baik untuk anak gadisnya atau tidak.  “Dia sangat baik padaku, dia selalu berusaha melindungiku, dan setiap berada di dekatnya aku selalu nyaman, aku menyukai senyumnya, perlakuan-perlakuan manisnya walau tidak sering, pokoknya dia mencintaiku dengan sebaik-baiknya perlakuan, walau Dave tidak pernah mengumbar kata-kata cinta, dia selalu berusaha menunjukkanya lewat tindakan.” Walaupun itu bisa dihitung dengan jari, tapi aku yakin Dave memang mencintaiku. Lynn menambahkan dalam hati. Ia tersenyum pada Allie yang terlihat bahagia dengan jawabannya. “Jadi dia tidak protektif padamu? Dia tidak mengirimi pesan padamu setiap saat seperti Xander?” Allie kembali bertanya. Lynn menggeleng. “Tidak, Mommy, dia selalu bersikap sewajarnya dan aku menyukainya, dia selalu bisa memposisikan dirinya dengan baik sebagai pria,” walau lebih banyak aku yang memperhatikannya, bahkan sering ia mengacuhkanku. Aku yakin dia hanya sedang sibuk. Lynn tersenyum lagi, mencoba menutupi rasa sakit yang perlahan timbul saat mengingat ke belakang hubungannya dengan Dave, jika dipikirkan kembali, ia merasa hubungannya dengan Dave seperti hubungan satu arah di mana hanya dirinya yang berusaha dan selalu memberi. Dave lebih ke arah pasif dan hanya melakukan apa-apa yang sudah menjadi kebiasaan pria itu seperti mengantar jemputnya ke kampus, dan jika Lynn tidak meminta maka Dave tidak memiliki inisiatif untuk mengajaknya kencan.  “Syukurlah kalau begitu, Mommy turut bahagia mendengarnya,” Allie beranjak, menepuk bahu Lynn dan menuju wastafel untuk mencuci kentang yang baru saja dikupas oleh Lynn.  Di sudut pintu dapur itu Kate mendengar semuanya, mendengar kisah Lynn yang tidak pernah ia alami dan sekali lagi ia menyesal mengapa harus menghabiskan waktu di High School hanya untuk belajar, belajar dan belajar.  “Kate, kau sudah pulang?”  “Ooh ya, aku baru sampai,” Kate tersenyum kikuk, berjalan mendekati Lynn dan Allie.  “Sayang, ganti dulu bajumu, lalu kembali ke sini dan bantu Mommy bersama Lynn,” Allie memperingati, membuat Kate yang baru saja akan duduk langsung kembali berdiri dan mengangguk patuh.  “Mommy, karena Kate sudah di sini dan lebih mahir dalam urusan dapur dibanding aku, jadi aku kembali ke kamar ya?” Lynn tersenyum tak berdosa, menatap Allie dengan puppy eyes-nya yang dibuat semanis mungkin. “Tidak...tidak, kau harus tetap membantu Mommy di sini.” Allie menggeleng keras, menatap Lynn penuh peringatan, membuat Lynn melemaskan bahunya dan mengerucutkan bibir.  “Aah Mommy, aku kan ingin tidur,” Lynn merajuk lagi, kembali ke tempat duduknya dan kali ini mengupas wortel yang jumlahnya cukup banyak. Sepuluh menit kemudian Kate kembali ke dapur dengan baju santainya, duduk di dekat Lynn dan membantu adiknya mengupas wortel. “Kate, kau dari kampus?” Lynn memulai pembicaraan, ingin mengetahui apakah Kate akan bercerita tentang pertemuannya dengan Dave. “Ya, ke kampus untuk bimbingan seperti biasanya, ke perpustakaan mencari referensi dan mencicil revisi untuk bimbingan selanjutnya.” Kate berbicara tanpa menatap Lynn, sibuk memotong wortel di tempatnya.  “Ooh,” Lynn hanya mengangguk dengan rasa kecewa yang menghinggapinya, membuat pikiran-pikiran negatif muncul di benaknya, seharusnya tidak ada alasan bagi Kate menyembunyikan pertemuannya dengan Dave dari Lynn kan? Harusnya Kate cukup mengatakan. “Ahh tadi juga aku mampir ke mall dan bertemu Dave di sana.” Lalu kenapa bagian itu dihilangkan?  “Lynn, bantu Mommy memotong kentang ini menjadi dadu, biar Kate yang menyelesaikan mengupas wortelnya.” “Ya, Mommy,” Lynn menjawabnya dengan lesu, beranjak dari kursinya dan menuju Allie. Di tempatnya Kate terdiam, gadis itu juga tidak tau apa yang membuat dirinya lebih memilih bungkam tentang pertemuannya dengan Dave hari ini yang cukup memberinya kesan, ia hanya takut Lynn salah paham padahal Kate masih membutuhkan Dave untuk membantunya menjadi gadis yang tidak kaku jika berhadapan dengan pria, dan Kate tidak ingin jika ia memberi tau Lynn, adiknya itu mungkin akan menertawainya dan membatasi ruang gerak Dave, lagi pula Kate hanya meminta bantuan Dave sebatas itu dan tidak lebih.  “Ya, tidak apa-apa Kate, apa yang kau lakukan sudah benar.” Kate membatin, membenarkan keputusannya.  _To be continue_
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN