Alice melebarkan matanya kaget ketika tiba-tiba diangkat seperti itu. Andrew membawanya keluar dari ruang kerja sampai di ruang utama kasino. Orang -orang di situ tidak memperhatikan mereka sama sekali dan hanya melanjutkan permainan di tengah meja judi. Semuanya sibuk mempertaruhkan nasib mereka di meja judi, hingga tidak menghiraukan langkah Andrew dengan Alice dalam gendongannya. Alice mengedarkan pandangannya mencari pria jakung, berkacamata lebar itu, Matthew. Pria itu selalu tidak ada di saat Alice membutuhkannya. Sahabat macam apa itu!
Sial! rutuk Alice dalam hati.
Alice harus segera terbebas dari pria b***t ini, kalau ia ingin pulang dalam keadaan utuh. Keadaan utuh dalam arti masih perawan. Ia mulai kehabisan cara untuk mempertahankan keutuhannya. Hanya ada satu cara yaitu jujur, sebab tampaknya Andrew sudah mengetahui identitasnya sejak awal.
"Aku seorang jurnalis," gumam Alice tiba-tiba saat mereka sampai di lobi hotel.
Andrew berhenti sebentar di lobi hotelnya dan menatap Alice tajam. Ia tidak menjawab gadis itu dan membiarkan Alice menjelaskan sendiri kedatangannya. Andrew sama sekali tidak peduli tatapan aneh orang ke arahnya. Di sisi lain, Alice merasa begitu malu hingga ingin menggelamkan dirinya hingga ke pusat bumi.
"Dan aku memiliki firasat kalau kau....." Alice menggantung perkataannya di akhir.
"Kenapa?" Suara tajam itu bergema di lobi hotel Andrew yang sepi itu.
Alice takut, tetapi untungnya ia bisa menyembunyikannya dengan baik. Tentu saja, karena dia adalah Alice Samantha, gadis yang pemberani, atau setidaknya begitulah yang ada dalam pikirannya.
"Kalau kau menghindari pajak dan melakukan korupsi," lanjut Alice mantap dan menantang Andrew balik. "Aku akan mengungkap semua rahasia kotormu itu, Tuan Andrew."
Andrew tidak bersuara dan tidak bergerak. Andrew menyipitkan matanya untuk menambah teror ke dalam diri gadis itu, dan sialnya hal itu berhasil. Ia hanya menatap mata violet yang tidak terbaca itu dengan tatapan tajam. Gadis itu juga tidak mau kalah darinya dan malah menantang balik Andrew lewat mata violet beraninya, meskipun jantungnya berdegup sangat kencang sekarang. Alice masih sama seperti dulu. Mata violet berani yang dihalangi oleh kacamata itu tetap menjadi bagian favorit Andrew.
"Singa yang kelaparan, tidak akan puas sebelum dia mendapat apa yang diinginkannya. Sekali kau memancingnya, maka jadilah mangsanya saat itu juga," jawab Andrew dingin dan kembali berjalan menuju lift dan masuk ke dalamnya.
Alice merasakan tenggorokannya sesak saat mengetahui usahanya yang terakhir sia-sia. Jantungnya berdetak cepat pertanda waspada. Ia takut dan untuk pertama kalinya ia merasa takut. "Sebaiknya kau mencari wanita lain untuk pelampiasan nafsumu tuan, karena aku bukan wanita yang tepat. Aku belum pernah melakukan hal kotor itu sebelumnya, jadi aku tidak akan bisa memuaskanmu malam ini."
Tidak terdengar jawaban dari Andrew dan lift berdenting memecahkan keheningan mereka. Pria itu berdiri di depan pintu kamarnya dan menendang pintu itu. Pintu cokelat itu tertutup otomatis dari dalam. Ia menurunkan Alice di bilik shower yang sempit dan ikut masuk ke dalamnya. Andrew memerangkap gadis mungil itu dengan kedua tangannya di sisi tubuh Alice. Ia melepaskan jas dan tas ransel Alice lalu melemparnya keluar bilik. Ia menyalakan shower dan air mengguyur tubuh gadis itu dan tubuhnya. Keduanya basah.
Andrew berbisik di telinga Alice dengan suara yang dalam dan parau, "Kau tidak perlu memuaskanku malam ini, karena aku yang akan memuaskanmu."
Pikiran Alice sudah kosong sejak pria itu menurunkannya di bilik yang sempit itu dan memenjarakannya. Ia kehabisan kata-kata, sehingga membuatnya terdiam lama. Lidahnya kelu, pikirannya kosong, dan matanya berkabut. Untuk pertama kalinya, Alice merasa bodoh. Ia benci merasa tidak berdaya seperti ini.
Andrew melepaskan kacamata gadis itu dan melemparkannya ke luar bilik. Terdengar pecahan kaca dari luar bilik, dan Alice tahu itu adalah kacamatanya. Namun, tetap saja hatinya dan otaknya tengah berdebat sekarang. Hatinya merelakan dirinya untuk dijadikan p*****r malam itu, tetapi otaknya menentang keras hal itu. Jadilah dia, berdiri mematung dengan pergulatan keras dalam dirinya. Alice banr-benar bingung harus melakukan apa sekarang. Menyerah? Melawan? Apakah ia bisa?
Andrew tersenyum saat melihat gadis itu berdiri mematung. Itu artinya dia menang, karena berhasil menaklukkan Alice. Andrew menunduk dan berniat untuk mencium bibir ranum gadis itu ketika Alice mulai mendapatkan kesadarannya kembali.
"Ini salah," gumam Alice sepelan mungkin.
"Kenapa salah, sayang? Kau pasti akan menikmatinya." Andrew memegang dagu Alice dan mulai melumat bibir gadis itu. Terasa sangat manis dan menggoda. Sesekali ia menggigit bibir ranum itu untuk melihat reaksi Alice, tetapi gadis itu hanya berdiri mematung dalam diam. Tidak ada perlawanan. Sorak kemenangan mulai memenuhi benak Andrew ketika mengetyahui gadis itu menyerah padanya.
Andrew mulai berani dan langsung membuka kancing kemeja Alice dengan tidak sabaran, hingga beberapa kancing bajunya terlepas. Ia menurunkan kemeja gadis itu hingga pundak mulusnya tereskpos. Ternyata gadis itu masih memakai kaus singlet lagi di dalamnya. Andrew melepaskan pertautan bibir mereka dan melihat gadis itu terengah-engah, karena kehabisan nafas. Mata gadis itu menatapnya polos tanpa sinar keberanian yang biasa ia tunjukkan. Dan hal itu membuat Andrew menjadi semakin menginginkan gadis itu.
Ia mencium leher Alice dan meneruskannya hingga ke telinga gadis itu. Andrew menggigit kecil cuping telinga Alice. Tidak terdengar desahan seperti p*****r-p*****r murahan yang biasa ia tiduri sebelumnya. Andrew melepaskan bibirnya dari leher gadis itu dan menatapnya lekat-lekat. Alice kembali tidak menunjukkan perlawanan juga tidak menunjukkan bahwa ia menyukai perlakuan Andrew di tubuhnya. Gadis itu hanya diam mematung dan menatapnya kosong.
Andrew mengusap bibir gadis itu dengan ibu jarinya dan berniat untuk melumat lagi bibir manis Alice ketika dadanya ditahan. "Aku tidak ingin dipuaskan oleh pria pengecut seperti Andrew Watson. Pria yang tidak pernah melawan ketika dirundung."
Kali ini gantian Andrew yang mematung di bawah guyuran air shower. Gadis itu memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dari bilik shower dan menyadari kalau kemejanya sudah tidak layak pakai. Alice tidak bisa keluar dengan pakaian basah seperti ini, apalagi kancing kemejanya sudah terlepas semua, akibat nafsu pria itu. Sebenarnya ia memakai singlet putih di dalam kemeja. Namun, sayang karena terlalu tipis singlet itu jadi tembus pandang dan menampilkan bra cokelatnya.
Sial! kutuk Alice dalam hati.
Namun, ia tidak kehabisan akal, Alice mengambil jas biru tua Andrew yang dilemparkan pria itu tadi dan menyampirkannya di tubuh mungilnya. Jas itu menutupi pas tubuhnya hingga ke paha. Alice melihat kacamatanya sudah pecah, karena dilempar pria pengecut itu. Ia masih tetap bisa melihat tanpa kacamatanya. Namun, semua benda akan terlihat kabur ketika berada satu meter darinya.
Alice keluar dari kamar itu dan sengaja membanting pintu itu keras-keras agar Andrew mendengarnya. Alice meninggalkan Andrew yang masih mematung di bawah shower dengan amarahnya yang begitu besar. Hinaan Alice benar-benar menusuk perasaan terdalamnya, membuat Andrew bertekad untuk membawa Alice tunduk kepadanya. Pria itu memukul dinding bilik shower saking frustrasinya, karena tidak bisa memiliki gadis yang selama ini ia inginkan. Gadis itu menolaknya mentah-mentah dan mengatakan dirinya adalah pengecut!
Baiklah sepertinya gadis itu ingin menunjukkan siapa yang berkuasa di sini. Andrew akan menunjukkan siapa yang sebenarnya berkuasa. Singa atau kelinci?
Dan pada saat itu tiba, singa akan melahap kelinci yang sudah ditunggunya sejak lama.
Tanpa ampun.
"Sial!" gerutunya pelan.