SILVESTER

366 Kata
     Air yang jatuh menimpa genangan pada lubang jalanan menampung langkah cepat yang semakin menepi, asap itu berbaur pada air hujan di mana ujung bara pada rokoknya mulai redup. Manik matanya tegas mengubah setiap mencermati gang kecil ke arah bar, ia segera membuka pintu terbuat dari seng di mana suaranya menimbulkan banyak rasa ingin tahu setiap orang, tapi tidak dengan pria tua mengangkat botol rum dari tangannya.      "Yeah...,"      Suara itu parau, memaksa dirinya untuk memberikan sanjungan. Suara lain pun terdengar, tapi kali ini sang pemilik pujian itu hanya diam membenamkan pisau kecil ke saku di balik jaket merah tua.      "Ada minuman kualitas baru Tuan, kau mau mencicipi?"      "Boleh, jangan lupa pesananku!"      "Siap Tuan Silver."      Pria mengenakan topi itu memangku kedua tangan di atas meja, ia memejamkan mata kemudian jari telunjuknya mengacung dan musik berhenti seketika. Sepi. Laki-laki dengan tubuh tegap itu berdiri melepas topi, satu kali saja kakinya melangkah keluar dari kursi bundar sambil merampas senjata api dari saku celana. Tanpa suara, tapi letusan itu membuat orang-orang berlarian namun sebagian tinggal sambil menikmati pemandangan di sofa dekat jendela. Camilan do piring menjadi teman sekilas mereka melihat seorang laki-laki tergeletak tak bernyawa dengan lubang di kening.      Nama lengkap Silvester itu kembali mengukir situasi di depan umum. Keadaan kembali ricuh dengan musik jazz mengalun merdu, Silver duduk dan menerima segelas rum mewah dari Asia. Bersamaan ponselnya berdering dan Silvester menerima panggilan tertera nama Grisham.      "Jam 2 dini hari, di dalam bar Rose senjata keluaran Tahun 1911. Dirancang oleh John Moses." Silver memainkan ujung gelas panjang di depannya dengan kuku di jari telunjuk.      "Ok, temui aku besok pagi di kantor. Atau data nya saja yang aku kirim?" Silver menyisihkan sisi bibirnya. "Katakan saja di mana dia tinggal?"      "Dekat danau tidak jauh dari sana," suara itu tercekat juga sebuah desahan mengalun di antaranya.             "Ester, dengan kalung merpati mengenakan anting matahari."      Tanpa jawaban lain, Silver mengakhiri panggilannya. Cairan istimewa itu menuntaskan pekerjaan malam ini setelah perjalanan panjang penuh liku hanya untuk menghabisi nyawa seseorang. Tapi tidak akan pernah ada kata sulit dalam dirinya selagi napasnya masih berhembus, Silver harus melakukan misi demi untuk membebaskan ayahnya dari penjara para komunis.      "Ester. Aku datang." bisik Silver mengunyah almond sambil menarik pisau kecil di saku.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN