Bab 4 : ketegaran Hati Nafisah

604 Kata
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Pagi ini Nafisah kembali sibuk dengan rutinitas nya seperti hari biasa, berhubung sekarang hari Senin sudah masuk waktunya ia kembali mengajar di salah satu madrasah Tsanawiyah dekat dengan rumahnya. Sedangkan Aditya bersiap-siap akan flight selama beberapa hari ini. "Topi gue di mana?" Tanya Aditya dari arah pintu kamar. Karena seingatnya semua keperluan flight nya selalu berada di tempat yang sama. Nafisah menghela nafas. "Ada di lemari yang satunya, Mas." Jawab Nafisah pelan sembari menata sarapan di meja. Tak ada lagi ucapan Aditya, hingga Nafisah bisa mendengar suara pintu terkunci. Ia menatap Aditya yang sudah siap dengan seragam kebanggaan nya yang membuat lelaki itu tampak tampan dan lebih gagah. Menyadari jika Nafisah menatapnya, membuat Aditya berdehem menyadarkan wanita itu dari keterpesonaannya "Menikmati pemandangan Hem?" Sindir Aditya tajam. Nafisah diam, setelah kejadian di pagi buta itu, Nafisah mencoba memupuk rasa sabarnya, bahkan dengan ikhlas dirinya melayani Aditya layaknya suami istri pada umumnya. "Sarapan dulu, Mas. Baru berangkat kerja." Tanpa banyak kata, Aditya duduk dan menerima piring yang sudah berisi nasi goreng buatan Nafisah. Mereka makan dalam diam, tidak ada obrolan layaknya suami istri yang harmonis dan romantis. "Gue ada penerbangan 4 hari, dan bakal liburan bareng Andini. Jadi jangan tunggu gue apalagi sampai nekat masuk ke kamar gue!" Peringat Aditya seolah-olah Nafisah adalah orang lain. Dan kenyataan bahwa Aditya akan liburan bareng kekasihnya membuat hati Nafisah terasa sangat sakit sekali. Ingin rasanya ia berteriak di hadapan Aditya menyadarkan lelaki itu bahwa ia juga seorang perempuan yang memilki hati, ingin menyadarkan Aditya bahwa dirinya ini sudah menjadi istri dan tanggung jawab nya. Tapi semua itu hanya tertahan di tenggorokan nya tanpa bisa ia utarakan. Cukup seperti ini setidaknya Aditya memberitahukan kepadanya mengenai keberangkatan lelaki itu, yang artinya ia masih dianggap ada di rumah ini. "Dan satu lagi, jangan ember! Gua gak akan anggep lu perempuan kalau sempet lu ngadu ke bokap nyokap. Dan gua bisa ngelakuin apa aja, ngerti?" "Ngerti, Mas." Aditya mengangguk puas, cukup mudah ternyata membuat wanita di hadapannya paham. Awalnya ia mengira jika pernikahan yang ia jalani akan membuatnya repot, ternyata tidak! Istrinya ini tipe wanita penurut dan tidak banyak merepotkan. Dan itu patut ia syukuri yang setidaknya kedua orang tuanya tidka menjodohkan ia dengan wanita yang ribet. "Gue berangkat." tepat di hadapan para siswa. Dalam waktu lima menit barisan sudah rapi dan tidak ada siswa yang berjalan ataupun masih menyusun barisan. Sangat disiplin bukan? Upacara dijalani dengan khidmat. Tidak ada insiden seperti cerita kebanyakan orang. Para siswa hanya beberapa yang melanggar peraturan sekolah seperti kurangnya atribut yang dipakai. Setelah selesai melakukan upacara. Guru-guru melakukan rapat mingguan di mana akan ada evaluasi guru dan siswa. Nafisah yang merupakan seorang wali kelas dari kelas IX 3 hanya bisa mendengarkan beberoaa keluhan mengenai siswa-siswi di kelasnya. "Adnan itu bagaimana kelanjutan nya Bu Nafis? Sudah beryemu dengan kedua orang tuanya?" Tanya kepala sekolah mengenai salah satu siswa yang memilki masalah. Nafisah mengangguk. "Sudah, pak." "Bagaimana jadinya?" "Sebelumnya saya mohon maaf, Pak. Tapi hasil tetap sama, malahan kedua orang tua Adnan akan memberhentikan Adnan dari sekolah karena tidak mamlu membayar uang sekolah." Beberapa guru terdiam. Mereka sudah mengetahui masalah yang terjadi kepada siswa bernama Adnan. Yang merupakan masalah ekonomi sehingga tidak mampu membayar uang SPP beberapa bulan ini. Kepala sekolah juga tampak terdiam dan memijat kepalanya pelan. "Apa uang sekolah kita kemahalan? Saya rasa ada banyak siswa yang tidak bisa membayarnya. Tidak hanya Adnan." Tanya kepala sekolah tersebut meminta pendapat. Sekolah yang menjadi tempat Nafisah mengajar memang bukan sekolah negeri yang menggratiskan SPP. Sehingga setiap bulannya akan ada drama masalah uang sekolah yang belum dibayarkan, dan kali ini bersangkutan dengan siswa di kelas Nafisah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN