16. Busuk

1246 Kata
'Mengirim Bagus ke daerah luar pulau Jawa dan menyewa penjahat lokal untuk mencuri semua barang pria itu serta memastikan semua akses untuk menghubungi Kania maupun orang terdekatnya terblokir. Meskipun cara ini terbilang tingkat keberhasilannya kecil, apa salahnya untuk dicoba.' 'Tapi masalahnya, bagaimana cara mengirim anak satu itu ke luar pulau Jawa sedangkan kami tidak punya anak perusahaan ataupun rekan bisnis disana.' Seruni melirik sang menantu yang kini sedang menyuapi sang istri dengan bubur jagung karena Kania masih dalam proses penyembuhan. 'Cih, menjijikkan sekali! Andai Kania bukan anak dari Suseno, aku yakin pria itu tidak akan mau melayani Kania sebaik itu.' "Bagus, bagaimana rencana mengenai penanaman bibit teh baru yang lebih unggul dari teh kita sebelumnya?" "Rencananya team akan menguji coba hasil olahan teh tersebut terlebih dahulu dan melakukan test pasar, jika hasilnya bagus, team akan langsung melakukan penanaman secara berkala." "Proses penanaman teh cukup lama, Bagus. Kita tidak bisa menunggu proses produksi selama itu." "Maka dari itu kita perlu mencari kebun teh dengan pohon teh yang kita inginkan kemudian menjalin kerja sama dalam batas waktu tertentu." jawab Bagus lugas. 'Eh!' Seruni mengangkat kepalanya, ' Kebun teh tidak hanya di Bandung saja, kan?' "Baguslah kalau kalian berpikir seperti itu." desah Suseno lega. "Kapan kalian akan uji coba?" Kania menatap Bagus semangat, "Apa aku boleh ikut test pasar? Apa aku boleh ikut survei beberapa kebun teh yang ada?" "Kamu baru sembuh Kania. Aa'takut kamu drop lagi." Bagus mengelus surai sang istri dengan lembut, "Tidak usah ikut, ya. Setiap perkembangan dari riset yang kami lakukan akan kami laporkan sedetail mungkin." "Tapi Kalau Aa' pergi untuk survei kebun teh, itu berarti kita akan jarang bertemu." bibir Kania cemberut. "Ini demi kerjaan, Kania." "Kalau boleh Mama tahu, team kalian akan survei kebun teh di daerah mana saja nanti?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Seruni langsung membuat Catherine menaikkan alisnya, cukup heran karena sepertinya sang mama cukup tertarik dengan pembicaraan mengenai perusahaan. Yang dia tahu, Mamanya hanya peduli tentang uang tanpa perlu berpikir tentang proses mendapatkan uang itu sendiri. "Rencananya kami akan ke Wonosobo, Bogor dan Kebun Teh di Jambi." "Oh jadi ke daerah-daerah itu." Angguk Seruni. "Iya." angguk Bagus singkat. Dan malam itu setelah makan malam, Seruni mengetuk pintu kerja sang suami. "Mas..." mendengar suaranya dipanggil, otomatis Suseno mengangkat kepalanya dari berkas yang ada diatas meja. "Sudah malam, kenapa belum tidur?" "Tidak bisa tidur." wanita yang masuk dengan membawa camilan ringan ditangan itu duduk di sofa. "Kemarilah kita ngobrol sebentar saja." Seruni menepuk sofa di sebelahnya meminta sang suami mendekat dan Suseno yang patuh langsung menghampiri sang istri. "Minum dulu tehnya." Seruni mengambilkan cangkir diatas meja untuk sang suami kemudian membiarkan pria itu menikmati aroma melati yang menguar dari cangkir kecil itu. "Jadi mau ngobrol apa?" tanya Suseno begitu dia meletakkan cangkir di tangannya. "Mengenai keberangkatan Bagus dan teamnya untuk survei teh." Seruni mengelus jemari sang suami, "Apakah mereka bisa berangkat tanpa survey pasar terlebih dahulu?" "Loh mana bisa begitu?" Suseno langsung membantah sang istri, "Survei pasar itu penting, Seruni. Jika jenis teh yang kita tawarkan punya respon bagus dari konsumen itu berarti kerja sama dengan pihak ketiga baru bisa dilakukan." "Seruni tahu." tangan wanita itu menangkup wajah Suseno, membuat pria itu menatap matanya, "Bagaimana kalau team kerja dibagi dua. Team satu untuk survey pasar dan team dua untuk survey kebun teh. Dan Bagus yang punya pengalaman cukup banyak di perkebunanlah yang bertugas melakukan survei kebun itu. Menurut Mas Suseno bagaimana? Cukup efisien masalah waktu, kan?" "Iya kamu benar." Dan sudut bibir Seruni tersenyum kecil. "Saran Seruni, Bagaimana kalau kita kirim Bagus ke daerah di luar pulau Jawa. Setahu Seruni banyak kebun teh terbaik disana." "Kalau masalah itu tidak bisa, Seruni. Ada banyak pertimbangan untuk kita hanya memilih perkebunan teh yang ada di Jawa." 'Sialan! Kenapa mas Suseno tidak mau menuruti omonganku! Kalau begini ceritanya bagaimana caranya aku bisa membuat rencanaku berhasil?!' "Untuk rute pertama Bagus akan menuju perkebunan teh yang dekat dengan perkebunan teh kita." Dan hanya satu perkebunan yang dekat dengan milik keluarga Djuaji dan itupun harus melewati jalan yang cukup terjal, jika menggunakan mobil yang punya rem blong, otomatis pria itu akan langsung meluncur ke jurang. 'Jika aku melakukan niatku saat ini, yang ada anak itu malah mati. Aku tidak mau jadi pembunuh. Aku hanya ingin memisahkan Kania dan Bagus saja!' Seruni mengigit bibirnya keras. "Runi? Apa yang menanggung pikiranmu?" "Ah tidak ada." geleng Seruni cepat, "Ya sudah Mas lanjutkan pekerjaan mas yang tertunda tadi. Seruni sudah mulai mengantuk." Seruni menguap pelan sembari melirik sang suami. "Ya sudah istirahatlah." Suseno tersenyum sembari mengelus surai lembut sang istri. "Ya." angguk wanita itu singkat, "Kalau pekerjaan mas sudah selesai, sebaiknya mas juga lekas ke kamar." ucap Seruni sebelum wanita itu bangkit dari atas sofa dan meninggalkan ruang kerja Suseno. Begitu sampai dapur, Seruni langsung menekan layar ponselnya untuk menghubungi Bu Joko. "Ada apa?" "Aku tidak bisa menjalankan rencana yang telah kau sarankan, Bu Joko. Meskipun dalam kendaliku, Mas Suseno masih tetap menolak Bagus untuk dikirimkan ke daerah luar Jawa." "Berarti tidak ada jalan lain lagi selain membuat anak itu mati." "Aku sudah bilang aku tidak mau jadi pembunuh!" Seruni menekankan kata-katanya dengan pelan. "Coba kau lihat ke luar jendela!" Dan Seruni menuruti perintah dari temannya itu, membuka jendela dan menatap hujan lebat yang kini mengguyur. "Jika Bagus mengalami kecelakaan karena cuaca buruk tentunya itu bukan salahmu, itu namanya kecelakaan." Seruni hanya diam mendengarkan ucapan temannya sembari menatap kearah kilat yang saling sambar di udara. "Jika mobil yang dipakai anak itu mengalami rem blong tentunya bukan salahmu juga. Tidak akan ada yang bisa menuduhmu karena kemungkinannya sangat kecil untuk mencurigaimu." "Jadi anak itu harus mati?" "Memang harus mati! Kalau kamu memisahkan dia dan Kania, kemungkinan besar mereka bisa bersatu lagi mengingat jaman sudah semakin canggih. Jadi Seruni, ikuti saranku atau membiarkan anak itu dan Kania mengambil semua." Seruni sadar meskipun seluruh harta nantinya akan menjadi miliknya dan Catherine itu tidak serta Merta langsung jatuh ke tangannya begitu Suseno mati karena Kania bisa menggugatnya. 'Terlebih lagi Kania semakin menjadi-jadi sejak menikah dengan Bagus. Jika pria itu mati, otomatis Kania akan pincang. Dia akan terpuruk oleh rasa sakit yang tak berkesudahan dan tidak bisa melakukan apapun. Intinya, sebelum Kania menghancurkannya, Seruni harus menghancurkan anak tirinya itu terlebih dahulu. "Aku ambil rencana ini, Bu Joko." "Bagus Seruni. Sekarang kamu tahu langkah apa yang akan kau ambil, bukan?" "Ya." Seruni langsung mematikan ponselnya dan berlalu menuju kamar utama, membersihkan diri, mengganti pakaian yang dia kenakan dengan baju tidur kemudian naik keatas ranjang dan membungkus dirinya dengan selimut tebal. Tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan sosok Suseno masuk. Pria itu bergabung bersama sang istri setelah membersihkan diri dan berganti pakaian. "Mas." Seruni yang sebelumnya menutup mata itu mulai bersuara sembari membuka manicnya pelan, mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari Suseno. Posisi mereka yang berhadapan membuat kedua manic pasangan suami istri itu saling terkunci. "Hm?" "Mas sudah melakukan apa yang tadi Seruni pinta?" "Sudah." angguk pria itu pelan, "Rencananya Bagus akan berangkat ke Bandung dari kantor." "Oh begitu." angguk Kania, "Tapi, bolehkan Seruni tahu ada berapa banyak mobil di kantor yang perlu perbaikan?" "Ada city car, Van serta sedan." "Karena Bagus pergi sendiri, Bagaimana kalau dia bawa city car saja? Lebih efisien. Iya!" "Iya." "Kalau begitu Mas langsung berikan perintah esok hari, Ok?" "Ya." angguk Suseno kaku. "Terima kasih Masku sayang." Seruni tersenyum lebar dan langsung mengecup pipi sang suami dengan sayang kemudian memeluknya dengan erat dan mulai memejamkan matanya dengan seulas senyum lebar karena merasa rencananya akan sukses besar. 'Kita lihat apa yang terjadi besok, Kania.'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN