(1). Pesta Pernikahan

1899 Kata
Marvel menggenggam erat tangan Shanika untuk menyapa para tamu undangan. Pesta pernikahan putra bungsu dari keluarga Nareswara memang tidak akan dibuat sederhana. Entah berapa undangan yang telah mereka sebar, mulai dari relasi bisnis sampai teman-teman dari mempelai pria. Lalu bagaimana dengan undangan dari mempelai perempuannya? Maka jawabannya adalah tidak ada, karena memang Shanika sendiri tidak mengundang siapapun di hari pernikahannya. Bermacam-macam makanan tersaji apik di meja prasmanan. Mulai dari menu nusantara, sampai menu mancanegara. Mulai dari siomay, sampai pasta. Semua tamu pun menikamati hidangan yang disajikan dengan suka cita. Pesta memang tidak diadakan di outdoor, atau dengan pelaminan mewah yang mengharuskan mempelai tetap berdiri di sana menjadi pusat perhatian para tamu. Sudah pasti Marvel menolak pesta semacam itu. Dia tidak ingin hanya diam di pelaminan dan menunggu para tamu undangan mendatanginya dan memberi ucapan selamat sembari bersalaman dengannya dan juga istrinya. Dia lebih suka berbaur bersama tamu undangan dan bercakap-cakap sebentar bersama mereka, kemudian beralih lagi ke tamu yang lain. Menurutnya, dia tidak akan terlihat bodoh dengan melakukan itu dibanding hanya terus berdiri seperti orang dungu yang menunggu ucapan selamat. Begitulah pemikiran Marvel, meskipun dia sempat berdebat dengan ibunya tentang masalah ini, tapi tentu perdebatan mereka dimenangkan oleh Marvel. Jadi yang bisa dilihat sekarang adalah hanya ada panggung kecil di depan sana yang akan digunakan oleh siapa saja yang berminat untuk memberi sambutan dan ucapan selamat kepada pasangan pengantin. Atau mereka bisa mempersembahkan sebuah lagu untuk menghibur para tamu yang datang. Lagu-lagu romantis juga terus mengalun indah dari penyanyi yang mengiringi suasana pesta tersebut. Marvel tidak sekalipun melepaskan istrinya barang sedetik pun. Apalagi sang istri yang terlihat begitu cantik dengan gaun panjang berwarna putih bersih yang panjangnya mencapai lantai. "Marvel." Sebuah panggilan dari seorang pria paruh baya mengalun di pendengaran Marvel. Marvel tersenyum dan menyambut jabatan tangan dari lelaki tersebut dan beralih kepada istri dan putri mereka. "Selamat, saya tidak menyangka kamu bisa secepat ini menikah." pria bertubuh tambun dengan perut buncit itu tersenyum ramah kearah sepasang pengantin yang terlihat bahagia malam ini. Lagi-lagi tersenyum, Marvel semakin memeluk erat sang istri, menunjukkan kepemilikan yang hakiki. "Terima kasih, Om." jawabnya kalem. "Karena memang ternyata jodohnya dikirim cepat oleh Tuhan." Suara dengusan terdengar dari seorang perempuan muda yang ada dihadapan mereka. Putri dari pria yang dipanggil 'om' oleh Marvel tersebut. "Aku pikir tuh Mas akan menikah dengan cewek dari kalangan kita juga, ternyata," gadis itu meneliti Shanika terang-terangan dengan pandangan mencemooh. Meskipun dalam hati merasa iri jika Shanika memang terlihat cantik malam ini. "Nggak sepadan." kata gadis itu melanjutkan. Shanika tahu jika ini baru awal dari kehidupan barunya. Meskipun sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, tapi mendengar langsung orang 'mengatainya' rasanya sama sekali tak nyaman. "Karena saya tahu, nggak semua yang berasal dari kalangan atas memiliki kepribadian yang baik dan kesopanan yang bagus pula. Jadi, Shanika adalah pilihan terbaik untuk mendampingi saya. Lagi pula, saya yakin, jika harta tidak bisa membeli sebuah kesopanan." Marvel bisa melihat jika gadis itu terlihat mengetatkan rahangnya marah, merasa tersindir tentu saja. Tapi Marvel tidak memedulikan semua itu dan memilih meninggalkan keluarga tersebut untuk menemui tamu yang lain. Tentu setelah pamit kepada orang tua gadis tersebut. Meskipun jengkel, tapi kesopanan tetap nomor satu bagi Marvel. Shanika memang tidak banyak bicara malam ini. Gadis yang sudah sah menjadi istri Marvel itu memang bukan tipe gadis yang mudah berbasa-basi, apalagi dengan orang-orang asing di matanya. Melihat tamu yang hadir dari kalangan pengusaha dengan pakaian-pakaian mewah, membuatnya merasa kecil. "Maaf dengan omongan perempuan tadi." Marvel merasa tidak enak hati dengan istrinya karena ucapan gadis yang baru saja ditemuinya dan membedakan status sosial mereka. "Mas nggak perlu minta maaf. Dia mengatakan hal yang benar." Shanika paham betul jika status keluarga yang dimiliki bukanlah dari kalangan atas, perbedaan status keluarga mereka memang jauh. Tapi Shanika tidak pernah menyesal dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tuanya, karena mereka telah mendidiknya dengan sangat baik. "Aku nggak mau kamu jadi membandingkan status keluarga kita Shanika. Karena mulai jam sepuluh tadi, kamu adalah bagian dari keluarga Nareswara." Marvel berujar tegas. Dia tidak ingin hal semacam itu kembali terulang. Istrinya menjadi rendah diri hanya karena perbedaan status sosial yang memang sangat berbanding terbalik di mata orang lain. Mata Marvel bahkan menatap tajam kearah istrinya, memberi peringatan jika dia tidak ingin dibantah. Shanika mengangguk dan kembali berucap. "Aku bukan orang yang bisa menahan diri lama-lama kalau ada yang mengolokku,Mas. Tapi aku tahu, sekarang aku udah jadi istri kamu, yang artinya semua tindakan dan ucapanku harus benar-benar aku jaga. Karena aku nggak mau buat kamu atau keluarga kamu malu karena tingkah lakuku," Shanika menatap Marvel tak kalah tegasnya, mengungkapkan apa yang ada di dalam kepalanya. "Jadi, apa yang harus aku lakukan jika kejadian tadi kembali terulang sedangkan nggak ada kamu yang akan melindungiku dan membelaku." Shanika yakin seribu persen jika olokan seperti tadi tidak hanya akan terjadi sekali atau dua kali, tapi mungkin sampai dia tua pun akan terjadi hal-hal seperti tadi. Sekali dua kali bisa dimaklumi, tapi kesabaran orang ada batasnya. Dia pasti akan merasa emosi juga jika olokan demi olokan terus-terusan dilayangkan kepadanya. Jadi dia harus bisa bersikap tegas agar harga dirinya tidak terus diinjak-injak. "Kamu bisa melindungi diri kamu sendiri. Aku percaya kamu bisa membalas mereka dengan cara yang baik." Marvel tahu jika dia tak akan bersama istrinya selama dua puluh empat jam penuh, karena dia memiliki pekerjaan. "Mas nggak masalah kalau aku melakukan itu?" tanya Shanika meyakinkan. "Ya. Kamu istriku, jadi nggak ada seorang pun yang boleh berucap kasar padamu." Shanika tersenyum manis kearah Marvel yang memandangnya lekat. "Ayo." mereka kembali berjalan santai untuk menyapa tamu-tamu yang hadir di pernikahan mereka. Melihat ada gerombolan teman-temannya membuat Marvel tersenyum dan mengajak istrinya bergabung bersama mereka. "Ini dia Raja dan Ratu pesta kita." Cokhi menyalami Marvel ala-ala pria dengan senyum merekah. Pria itu tentu saja ikut bahagia karena pernikahan salah satu sahabatnya. "Selamat ya boy, gue doain yang bagus-bagus lah pokoknya." katanya sambil mengerling kearah Shanika dan membuat gadis itu tersenyum. Shanika memang pernah sekali bertemu sahabat-sahabat Marvel, itu pun tak lama. Jadi dia masih belum hafal satu per satu dari mereka. "Thank’s. Tapi nggak usah kedipin istri gue juga." jawab Marvel dengan santai namun terdengar tegas. "Cemburu lo?" hanya dengusan yang Marvel berikan kepada sahabat somplaknya itu dan mulai memperkenalkan kembali teman-temannya kepada sang istri. "Kenalin Bee, dia Kiev dan istrinya, namanya Sydney. Kamu masih inget mereka kan?" yang dimaksud mereka oleh Marvel adalah ketiga sahabatnya. “Agak lupa sih, Mas.” Jawab Sha sungkan sambil  menjabat tangan Sydney. “Shanika.” Ucapnya memperkenalkan diri kepada Sydney.  "Hai. Shanika, aku Sydney." yang Shanika yakini adalah, Sydney bukanlah perempuan angkuh seperti gadis yang ditemui tadi. Apalagi melihat Sydney yang tersenyum tulus kepadanya. "Yang genit ini namanya Cokhi, dan dia David." lanjut Marvel memperkenalkan lagi. "Marvel boleh dong kalau aku ajak jalan Sha kapan-kapan." Sydney kembali berucap untuk memberi penawaran kepada Sha sambil meminta izin tentu saja. Marvel tersenyum dan memandang istrinya yang tengah tersenyum. "Tentu." jawaban Marvel membuat kedua perempuan itu tersenyum senang. Mereka bahkan langsung mengobrol seperti teman lama. Shanika merasa jika Sydney memang perempuan yang pantas untuk dijadikan seorang teman, atau bahkan mungkin mereka bisa bersahabat. °•° Shanika melihat kamar besar Marvel yang baru pertama kali dilihatnya. Mewah, bersih, dan tentu saja rapi. Acara resepsi telah usai, dan sisa-sisa kelelahan terlihat jelas di wajah gadis itu. Shanika masih gadis kan? Meskipun label istri sudah melekat di dalam dirinya. Kini, gadis yang sudah sah menjadi menantu keluarga Nareswara itu mencoba mengamati dengan seksama letak barang-barang suaminya yang ada di kamar tersebut. Dia hanya tidak ingin barang-barang tersebut bergeser dan membuat sang suami kebingungan nantinya. Dia ingat apa yang disampaikan oleh ibu mertuanya waktu itu, jika Marvel mencintai kebersihan dan kerapian. Melihat kopernya yang masih berdiri di dekat sofa, Sha merasa miris dengan isi di dalamnya. Barang-barang miliknya berbeda sangat jauh dengan apa yang dimiliki Marvel. Dia sangat yakin jika pakaian termahalnya adalah pakaian termurah bagi Marvel. "Bee!" Marvel sudah terlihat segar dengan rambut yang masih lembab. Kaos polos hitam dan celana pendek selututnya, membuat Marvel terlihat begitu tampan. "Mandi?" Shanika mengangguk dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Lelah terasa menghantam tubuhnya tanpa sungkan. Sampai di dalam kamar mandi, dia berdiri di depan cermin besar yang ada di sana dan menatap dirinya sendiri yang terlihat cantik dengan gaun panjang yang dikenakan. Dia benar-benar terlihat menawan dengan mahkota kecil di kepalanya. "Ini adalah keputusan yang udah kamu ambil, dan nggak akan bisa mundur lagi, Sha." ucapnya pada dirinya sendiri di depan cermin. "Ini waktunya kamu untuk bisa mandiri, bisa  melindungi diri kamu sendiri dari apapun dan dari siapapun. Jangan sampai ada orang yang berani menginjak harga diri kamu. Apalagi merendahkanmu."Begitu katanya pada kembarannya yang ada di cermin.Kemudian berbalik menuju shower untuk memulai membersihkan diri. Menguatkan hatinya jika hidup barunya mungkin akan membuatnya kewalahan. Shanika keluar dan medapati suaminya entah melakukan apa di sofa kamarnya. Ada rasa sungkan yang menggelayut di d**a Shanika karena berada dalam satu kamar dengan seorang pria. Meskipun gugup, tapi gadis itu berusaha biasa. Marvel adalah suaminya, tidak lucu rasanya jika dia berlari terbirit-b***t. "Bee!" Marvel melihat Sha berdiri masih dengan handuk di kepalanya. "Hem." "Udah wudhu?" Shanika mengangguk. Marvel mendekat dan berdiri di depan Shanika untuk menatap istrinya. "Ayo." Shanika mengikuti Marvel dari belakang dan berhenti di ruangan kecil yang tembok depannya terdapat  gambar Ka'bah. Ruangan sholat di kamar Marvel. Shanika paham jika suaminya memang lelaki yang taat beribadah, meskipun jarang menjalankan yang sunnah.Waktu masih pendekatan dulu, Marvel pernah mengatakan hal tersebut  pada Shanika. Selesai menjalankan kewajibannya, Marvel mengajak Shanika untuk duduk di sofa yang tadi di dudukinya. "Kita belum bisa pergi honeymoon sampai satu bulan ke depan, Bee." kata Marvel sambil menggenggam tangan kanan Shanika. Memainkan cincin pernikahan di jari manis gadis itu yang tadi pagi dipakaikan olehnya. "Nggak honeymoon juga nggak masalah kok Mas. Aku nggak nuntut untuk itu." Marvel menggeleng, tidak menyetujui apa yang diucapkan sang istri. "Kita akan tetep honeymoon, Bee, setelah kamu menjalani apa yang disebut Mama sebagai uji kelayakan, dan beberapa aturan yang akan Papa berikan." benar, entah ujian seperti apa yang akan diberikan oleh keluarga Nareswara yang belum Shanika ketahui. Dan entah peraturan seperti apa yang harus dia jalankan sebagai menantu. "Aku pasti bisa kan,Mas?" ada rasa ragu yang menggelayut di dalam hati Sha. "Tentu. Ini bukan hal yang sulit untuk kamu lakukan. Dan satu yang pasti,aku mendukung kamu." Shanika hanya bisa menarik nafas panjang mengingat apa yang akan dia ketahui besok dari orang tua Marvel. Marvel menarik Shanika kedalam pelukannya untuk menenangkan sang istri. "Semuanya akan baik-baik saja. Jadi, nggak usah khawatir." Shanika mengangguk dalam pelukan Marvel. "Dan ini," Marvel memberikan kartu yang Shanika tahu betul jika itu adalah kartu debit dan kartu kredit. "Kamu yang pegang. Kamu bisa membeli apapun dengan ini." Shanika menerima. Karena memang itu haknya. "Untuk masalah keuangan rumah tangga, aku percayakan sama kamu. Setiap bulannya, aku akan transfer kesana. Kalau kamu menginginkan sesuatu, kamu nggak perlu menahannya. Karena mulai sekarang, apa yang aku miliki adalah milik kamu juga." Marvel mengangkat dagu Shanika dengan telunjukkan agar bisa memandang sang istri yang sedari tadi menunduk sambil memandangi kartu-kartu tersebut. Dalam hitungan detik, lelaki itu mengecup bibir Shanika pelan, dan berlama-lama di sana. Rasanya, Marvel tidak bisa berhenti untuk melakukan itu. "Aku cinta kamu Bee, banget." katanya di depan bibir sang istri yang dijawab Shanika dengan anggukan. "Aku juga cinta sama, Mas." dan untuk sisa malam ini, Shanika melupakan apa yang menjadi beban pikirannya karena kebersamaannya bersama sang suami.   •°•
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN