Episode 2

1215 Kata
Episode 2 #Kasandra CEO yang pemarah Pagi-pagi sekali Kasandra sudah siap di ruang CEO. Tidak sulit baginya menemukan ruang tersebut setelah bertanya pada office boy. Suasana kantor masih sangat sepi. Kasandra sengaja datang lebih pagi agar bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Hari ini Kasandra datang untuk bekerja. Gadis itu belum mempunyai rencana pasti apa yang akan dia lakukan kedepannya nanti. Lebih tepatnya, Kasandra tidak tau harus memulai dari mana. Dia bahkan masih meraba-raba, siapa orang yang mungkin terlibat dalam kasus pembunuhan Karla. Saat sedang sibuk bekerja, Kasandra dikagetkan oleh pintu yang dibuka tiba-tiba. Gadis itu mematung melihat Luiz, CEO perusahaan Antonius Company, datang masih menggunakan pakaian santai. Bukan hanya Kasandra, Luiz juga kaget melihat gadis itu di ruangannya. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Luiz dingin. "Saya sedang bekerja, pak." jawab Kasandra dengan wajah tertunduk. Luiz memperhatikan Kasandra dari atas sampai kaki. Kasandra memiliki tubuh yang proporsional. Gadis itu cantik walau tidak menggunakan makeup untuk memoles wajah polosnya. Rambut yang disanggul rapi, tidak memudarkan pesona Kasandra. Bibirnya tipis berwarna merah muda. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. "Mulai hari ini kau tidak perlu datang lagi. Kau tetap akan menerima gaji penuh beserta uang pesangon walaupun kau baru bekerja." tegas Luiz. Kasandra menengadah dengan mulut menganga. "Apa saya dipecat pak?" "Apa kata-kataku tadi kurang jelas?" bentak Luiz. Kasandra memberanikan diri menatap Luiz. Meski di bentak, gadis itu sama sekali tidak terlihat takut. "Tapi saya salah apa pak?" tanya Kasandra bingung. "Perusahaan seperti ini tidak butuh kesalahan untuk memecat seseorang. Aku hanya tidak suka melihat wajahmu, apa alasan itu tidak cukup kuat?" jelas Luiz. Kasandra menatap Luiz marah. Baru kali ini gadis itu bertemu laki-laki angkuh, arogan, dan menyebalkan. Luiz memang tampan dan menawan. Bukan hanya bentuk tubuhnya yang tinggi menjulang dengan mata setajam elang, laki-laki itu juga memiliki kulit putih terawat dan bibir yang seksi. Perangainya yang keras dan tidak suka dibantah, menambah daya tarik Luiz sebagai seorang CEO. Tapi pesona dan daya tarik Luiz, justru membuat Kasandra muak. "Kalau bapak memecat saya dengan alasan seperti itu, artinya bapak bukan pimpinan yang bijaksana. Saya juga tidak sudi bekerja di bawah pimpinan yang tidak profesional seperti bapak. Tidak perlu dipecat, pak. Saya akan berhenti sendiri." Kasandra sudah siap mendorong peralatan kebersihan saat dengan sigap Luiz menutup pintu secara kasar. "Kau bilang apa? CEO tidak profesional? Tau apa kau soal pekerjaan yang ku jalani?" bentak Luiz. Kasandra mendengus. "Saya memang bukan orang pintar seperti bapak. Tapi setidaknya saya masih punya hati. Tidak perlu pintar dan banyak uang untuk menjadi manusia, Pak. Karena anda bukan manusia, anda tidak akan mengerti dengan apa yang saya katakan." Mendengar ucapan Kasandra, Luiz menjadi semakin emosi. Laki-laki itu mendorong peralatan kebersihan menjauh hingga menimbulkan bunyi nyaring. Kasandra mundur beberapa langkah. Sorot mata Luiz yang tajam, membuat nyali Kasandra menciut. "Jika bukan manusia, jadi menurutmu aku ini apa?" bentak Luiz. Kasandra sudah tidak bisa mundur saat tubuhnya membentur meja. Gadis itu gelagapan ketika kedua tangan Luiz mengurungnya secara posesif. "Cih kau takut? Kemana keberanian yang sejak tadi kau perlihatkan?" ejek Luiz. "Maaf pak, jika bapak bersikap seperti ini, itu artinya bapak sedang melakukan pelecehan pada karyawan. Saya bisa teriak, pak!" ancam Kasandra. Luiz tertawa sumbang. "Pelecehan? Coba saja jika kau berani. Jangan lupakan kenyataan kalau ruangan ini kedap suara. Berhubung kau sudah membahas soal pelecehan, bagaimana jika kita wujudkan keinginanmu itu, Ka-san-dra?" Luiz menyentuh tanda pengenal Kasandra sambil mengejanya dengan seringai m***m. Kasandra semakin gelagapan. Sekuat tenaga Kasandra mendorong Luiz menjauh. Bukannya menjauh, Luiz justru merangkul pinggang Kasandra. "Jangan gila pak Luiz, ini sudah keterlaluan." Kasandra menangis saat Luiz dengan gerakan cepat mendekatkan wajahnya. Gadis itu menutup bibir dengan tangan gemetar. Bayangan p*********n yang dialami adiknya, membuat air mata Kasandra mengalir tanpa bisa dicegah. Luiz mematung melihat reaksi Kasandra. Awalnya Luiz hanya ingin membuat Kasandra tunduk dan bertekuk lutut padanya. Siapa sangka Kasandra justru menangis sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Cih sikapmu seperti gadis kampung yang baru saja diperawani." ejek Luiz sambil melepaskan pelukan. Begitu pelukan terlepas, Kasandra malah jatuh terduduk di lantai. Gadis itu terus menangis tanpa menghiraukan Luiz yang menatapnya heran. "Jika dilecehkan saja sudah begini menakutkan, lalu bagaimana reaksi Karla saat itu? Karla pasti sangat ketakutan." gumam Kasandra dengan bibir bergetar. Luiz meninggalkan Kasandra yang masih menangis di ruang kerjanya. Laki-laki itu tidak berniat menakuti Kasandra sampai seperti itu. Hanya saja, Luiz yang arogan dan mau menang sendiri, tidak bisa menahan diri saat seseorang berani melawannya. Luiz bahkan lupa niat awalnya datang lebih pagi ke kantor gara-gara bertemu Kasandra. *** Kasandra berjalan gontai meninggalkan gedung Antonius Company. Matanya masih sembab akibat kebanyakan menangis. Apa yang dilakukan Luiz, justru membuat Kasandra membayangkan perasaan Karla sebelum meninggal. Kasandra masih terlihat murung saat secara tidak sengaja matanya menangkap sosok laki-laki aneh turun secara cepat dari motor dan berlari menuju seseorang yang baru saja keluar dari mobil. Lagi-lagi Kasandra berpikir itu adalah hal yang tidak wajar. Merasa ada orang yang akan celaka, Kasandra berlari untuk mencegah hal itu. Benar dugaannya, orang yang baru turun dari motor tadi, mengacungkan pisau ke arah seseorang yang masih tidak sadar bahaya yang sedang menantinya. Tanpa ragu-ragu, Kasandra menendang pria mencurigakan tersebut sambil berteriak. Mendengar teriakan Kasandra, pria aneh tersebut menoleh dan menghindari tendangan Kasandra dengan mengacungkan pisau ke arah gadis itu. Alhasil, Kasandra terjatuh dan kakinya terkena goresan pisau. Tapi akibat perbuatannya itu, Leon, orang yang jadi target si pelaku, menyadari bahaya yang sedang mengancamnya. Sang pelaku berhasil kabur tanpa sempat melukai Leon. Beberapa orang mencoba mengejar, tapi sayangnya, mereka tidak berhasil menangkap si pelaku. "Bawa dia ke rumah sakit!" perintah Leon sambil menggandeng Kasandra ke mobil. "Tidak perlu Leon, luka seperti ini akan sembuh dengan sendirinya. Lagipula lukanya tidak dalam." tolak Kasandra. "Jangan gila Kasandra! Lukanya parah! Kenapa belum berangkat!? Cepat jalankan mobilnya!" teriak Leon saat menyadari sopirnya tak kunjung berangkat. "Baik tuan." jawab sopir Leon. Kasandra meringis saat Leon membantunya membenahi posisi duduk. Gadis itu sebenarnya takut rumah sakit. Tapi melihat darah yang keluar, Kasandra yakin lukanya butuh penanganan yang lebih serius. "Kenapa kau mengambil resiko sebesar itu? Kau bisa saja mati terbunuh." bentak Leon. "Mati juga tidak masalah, Leon. Menolong orang itu adalah kewajiban. Jika kau membiarkan kejahatan terjadi di depan matamu tanpa berniat untuk mencegah, lalu apa bedanya kau dengan penjahat tersebut?" Leon mendesah frustasi. Laki-laki itu meraih ponselnya dan mulai melakukan panggilan. "Selidiki secara rinci plat kendaraan yang ku serahkan padamu waktu itu. Cek semua CCTV yang mengarah pada tempat kejadian barusan. Ingat, jangan lewatkan keganjilan apapun." perintah Leon pada orang yang baru saja dihubunginya. Suasana menjadi diam setelah Leon selesai melakukan panggilan. Wajah Leon terlihat marah dan khawatir. Laki-laki itu beberapa kali menekan luka pada kaki Kasandra untuk menghentikan pendarahannya. "Ngomong-ngomong, siapa mereka? Kau punya musuh?" tanya Kasandra hati-hati. "Setiap orang pasti punya musuh Kasandra, tidak terkecuali aku. Bekerja di perusahaan besar seperti itu, tentu saja banyak resikonya." jelas Leon. "Ah tentu saja. Apalagi kau petugas keamanan. Seseorang pasti menyerang kalian terlebih dahulu sebelum menyerang atasan kalian." Sopir Leon berdehem beberapa kali saat Kasandra mengatakan kalimat itu. Hanya saja Kasandra terlalu lugu untuk menyadari kalau sopir Leon tengah memperingatkannya. "Begitulah, petugas keamanan adalah pekerjaan yang paling beresiko." ujar Leon sambil menepuk bahu sopirnya. Sang sopir pun mengerti kalau atasannya itu ingin menyembunyikan identitas aslinya sebagai CEO pertama di perusahaan tempat Kasandra bekerja. Tapi lagi-lagi Kasandra terlalu polos untuk menyadari kenyataan itu. To be continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN