28. Senjata Makan Tuan

1473 Kata
"Bagaimana bila Dubai menawarkan hal yang sama ke Afrika Selatan?" Sekarang Tuan Ali menjadi tertarik untuk mengeksplorasi pemikiran Siti. Mendengar Siti yang dengan santainya memberi pendapat tentang perekonomian Almaas, sahabat Pangeran Yusuf itu merasa tergelitik untuk menyelidiki lebih jauh tentang isi kepala Siti. Tentu saja itu dilakukan hanya demi memuaskan rasa ingin tahunya saja. Tidak akan ada niatan untuk benar-benar menerapkan apa yang akan dikatakan Siti nanti. Beliau pun melanjutkan pertanyaan lagi, "Apakah menurutmu kita sudah tidak punya kesempatan lagi?" "Bila Dubai memberikan penawaran yang sama baik kepada India dan Afrika Selatan?" Dahi Siti mengerut memikirkan pertanyaan Tuan Ali dengan serius. Kemudian, air muka gadis itu berubah. Menunjukkan wajah cerah karena ada ide yang terlintas di pikirannya. "Bila hal itu terjadi, Almaas tetap bisa mengambil harga yang sama dengan Dubai, bukan? Memang akan berpengaruh terhadap harga jual. Namun, kebijakan Almaas yang tidak memberlakukan pajak, akan membuat harga jual tetap rendah dibandingkan negara lain. Hal ini akan menjadikan Almaas tetap bertahan sebagai salah satu sentra perdagangan berlian dunia." "Dubai juga tidak memberlakukan pajak, bukan? Dari mana Almaas bisa unggul?" Pertanyaan Tuan Ali terdengar semakin memburu. Membuat Siti semakin terpojok. Siti terlihat berpikir lebih keras lagi. Saat ini, dia merasa sedang wawancara kerja atau sesuatu yang terdengar seperti lomba debat. Mengerikan sekali. Dia merasa telah salah karena memilih bicara. Seharusnya dia tadi diam dan pura-pura tidak mengerti saja. Kadang sikap sok tahu memang menjerumuskan. "Mungkin, pada saat menjual, bisa ditambahkan dengan fasilitas garansi harga pembelian kembali selama kurun waktu tertentu. Bukankah saat membeli berlian, harganya akan langsung turun sekitar 20% begitu pembeli keluar dari toko?" jelas Siti dengan penuh keyakinan, "Fasilitas garansi harga beli yang bagus dalam kurun waktu tertentu, pasti akan menjadi sebuah nilai lebih yang akan dipertimbangkan oleh para pembeli asing maupun lokal." Baik Pangeran Yusuf maupun Tuan Ali tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari Siti. Kali ini bukan karena wajahnya saja yang jelita, tetapi juga karena pendapatnya yang menjadikan gadis itu layak untuk dijadikan teman diskusi. "Lagipula, para pembeli asing berkunjung ke Almaas bukan hanya untuk memberi berlian, bukan? Mereka pasti mengharapkan datang ke suatu tempat wisata yang menyenangkan dan bersahabat." Siti meneguk air lemon di gelasnya lagi dan kemudian melanjutkan, "Almaas tinggal memperbaiki sektor pariwisata di kota Caviya dan sekitarnya agar tetap menjadi pilihan destinasi wisata yang tidak kalah menarik dari Dubai." Kedua lelaki di hadapan Siti kini saling berpandangan. Mereka lupa akan makanan di hadapan yang baru dimakan sebagian. Keduanya merasa takjub dengan cara Siti menyampaikan argumen dengan baik dan percaya diri. Terlepas dari kebenaran atau kekurangan kata-katanya, saran dari Siti bahkan mereka anggap layak untuk dijadikan bahan kajian dan didiskusikan lebih lanjut dengan para ahli. Selama ini di Almaas tidak ada wanita yang duduk di parlemen karena diragukan kemampuannya dalam membahas dunia politik dan ekonomi. Begitu juga banyak keluarga yang lebih bangga bila memiliki seorang pewaris laki-laki untuk meneruskan usaha keluarga. Oleh karena itu, bila seorang perempuan menginginkan untuk memiliki sebuah bisnis, maka dia harus memulai segalanya dari awal. Contohnya adalah Madam Marwa, istri ketiga Tuan Khalid. Beliau sejak kecil memiliki passion bisnis yang luar biasa. Namun, ayahnya lebih memilih untuk mewariskan perusahaannya kepada putranya. Oleh karena itu, Madam Marwa memulai bisnisnya sendiri mulai dari awal hingga menjadi bisnis yang cukup berkembang seperti sekarang ini. Tuan Khalid selama ini mendukung bisnis Madam Marwa karena beliau menyukai ide-ide bisnis yang dimiliki oleh istrinya itu. Selama saling menguntungkan, tentu saja semua pihak akan senang. 'Wow, sepertinya, aku ingin melakukan kunjungan ke Indonesia dalam waktu dekat,' batin Pangeran Yusuf. 'Aku juga menginginkan pelayan yang seperti ini walau hanya seorang.' 'Atau, mengapa bukan dia saja yang aku jadikan ....' Pangeran Yusuf menelan ludah. Semburat merah mewarnai wajah tampan sang Pangeran. Beliau yang masih berusia dua puluh tiga tahun itu merasa malu atas pikiran yang baru saja melintasi benaknya. Tuan Ali tertawa melihat reaksi sahabatnya. Beliau tahu bahwa sebenarnya tadi Pangeran Yusuf hanya ingin mengetahui sejauh mana Siti akan berkomentar dan bertahan saat pendapatnya disudutkan. Namun, justru hal itu menjadi senjata makan tuan. Siti memang bukan pakar ekonomi. Namun, komentarnya menunjukkan bahwa gadis itu adalah seorang warga negara yang cakap dan berwawasan cukup luas. Respon menarik yang diharapkan ketika kita ingin mengobrol santai dengan seseorang. Walaupun sebenarnya di dunia masa kini, di luar Almaas, ada banyak wanita cerdas yang berani mengungkapkan pendapat seperti Siti. Membuktikan bahwa Pangeran Yusuf hanyalah seorang yang yang kurang pergaulan. Selama ini beliau mengira bahwa wanita tidak akan memiliki kemampuan untuk berdiskusi dengan kapasitas yang sama dengan kaum lelaki. Bukan salah beliau tentunya, lingkunganlah yang membentuk pola pikirnya menjadi demikian. Siti yang merasa dilihat-lihat dari tadi oleh dua orang pria penting di depannya, kini merasa tidak nyaman. Kemudian, gadis itu berdehem agak keras agar keduanya tahu kapan harus berhenti menatapnya seperti itu. "Ehm ... mohon maaf bila jawaban saya tidak tepat. Saya memang bukan ahli ekonomi," ujar Siti. "Namun, saya yakin Tuan Khalid akan mencoba menemukan solusi untuk hal itu. Bagaimanapun juga, Caviya adalah kota pertama yang dikenal di dunia sebagai kota perdagangan berlian. Tentu siapa pun tidak ingin kehilangan image ini dari kota Caviya. Apalagi, keluarga Al-Mohsen adalah pelopornya." "Oh, tentu tidak apa-apa. Aku hanya tidak menyangka kamu akan menjawab demikian," timpal Tuan Ali mulai terdengar ramah. Kepala Satuan Kepolisian itu bisa menyikapi hal ini dengan santai, tetapi tidak demikian dengan sang Putra Mahkota. Tak ada senyum di wajah Pangeran tampan itu. Membuat Tuan Ali menjadi khawatir, takut sahabatnya terjangkit perasaan yang tidak seharusnya. Pangeran Yusuf kemudian memerintahkan kepada Laila untuk langsung mengantarkan Siti pulang nanti sore. Beliau juga meminta kepada Laila untuk mengajak Siti berkeliling istana dan memberikan Siti beberapa hadiah sebagai ungkapan permintaan maaf karena telah merepotkan Siti dengan memanggilnya ke Istana Yasmin. Pangeran Yusuf kemudian segera pergi meninggalkan meja jamuan dengan perasaan yang yang tidak menentu, bahkan sebelum acara makan selesai. Siti yang tidak mengerti mengapa pangeran Yusuf bersikap demikian bertanya kepada Tuan Ali, "Apakah saya berbuat kesalahan, Tuan?" "Tentu saja tidak. Dia memang kadang sering berubah-ubah suasana hatinya," sahut Tuan Ali singkat. Beliau kemudian mengembalikan perhatian ke makanan yang tadi diabaikan. "...." "Sudahlah, lupakan saja! Habiskan makananmu. Kamu tidak boleh sakit. Akan sangat memalukan bagi kami bila membawamu ke sini dan kamu pulang dalam keadaan sakit," lanjut Tuan Ali memerintahkan Siti untuk kembali makan. Kemudian, mereka menghabiskan makanan dalam keadaan diam. Setelah makan siang, Siti dibawa berjalan-jalan untuk melihat-lihat keadaan istana Yasmin. Istana Yasmin benar-benar tempat yang indah. Tamannya begitu cantik dan terdapat kolam renang yang sangat besar. Bahkan terdapat meja dan kursi yang bisa menampung banyak tamu untuk makan di kolam renang tersebut. Permukaan meja berada di atas air sedangkan kursinya terendam di dalam kolam. Kemudian, Laila mengajak Siti berjalan-jalan untuk tour di dalam istana Yasmin. Isinya hampir sama dengan Mansion Fadi. Namun, di Istana Yasmin terdapat tempat untuk menyalurkan hobi dan seni. Terdapat tempat untuk melukis, menari, dan juga untuk bermain kendo dan anggar. Siti dibawa ke ruang anggar dan mendapati Pangeran Yusuf sedang berlatih bersama Tuan Ali. Permainan Kendo dan anggar adalah permainan yang disukai oleh Pangeran Yusuf. Sejak kecil, beliau sering bermain Kendo dan anggar bersama Tuan Khalid dan Tuan Ali. Namun, akhir-akhir ini Tuan Khalid begitu sibuk sehingga tidak bisa menemani Pangeran Yusuf. Oleh karena itu, beliau merasa sangat bosan dan ingin berbuat iseng kepada sahabatnya itu. Begitulah awal cerita mengapa Siti bisa sampai ke istana Yasmin dengan cara yang tidak menyenangkan. Siti mengamati Pangeran Yusuf dan Tuan Ali yang beradu pedang dengan tidak berimbang. Jelas saja Tuan Ali lebih unggul dan lincah. Namun, sejujurnya walaupun awam, Siti tetap bisa melihat bahwa Pangeran Yusuf memiliki kemampuan yang cukup baik. Beliau mungkin bisa melawan beberapa penjaga istana dan mengalahkan mereka. Untuk pertama kali Siti merasa ada olahraga yang membuatnya terpukau. Anggar tidak kalah indah dengan balet. Tebersit dalam benak Siti sesuatu yang iseng. Dia mencoba menebak-nebak bagaimana kira-kira jika Tuan Khalid bermain anggar bersama kedua sahabatnya itu. Siapakah yang paling unggul? Saat menyadari ada Siti di ruang anggar Pangeran Yusuf berhenti bermain. Beliau melepas helm dan memberikan pedangnya kepada penjaga. Beliau lalu keluar tanpa menyapa Siti dan meninggalkan Tuan Ali begitu saja. Tuan Ali menghela nafas panjang. Beliau lalu memerintahkan Laila untuk membawa Siti bersiap-siap untuk pulang. Laila segera membawa Siti kembali ke kamar untuk menunaikan perintah Yang Mulia Pangeran Yusuf. Di kamar, Siti meminta kepada Laila untuk diberikan kembali pakaiannya sebelum pulang. Namun, Laila tergagap dan berkata bahwa pakaian Siti telah dibuang. "Ka–kami sungguh minta maaf atas hal ini!" Laila memohon maaf sambil menunduk. Siti marah karena merasa mereka telah melanggar hak pribadinya. Laila hanya berkali-kali meminta maaf. Apa hendak dikata pakaiannya telah dibuang. Kemudian, Siti meminta untuk diberi pakaian pelayan istana. Laila pun menolak lagi dengan alasan mereka tidak memiliki seragam cadangan. Siti menjadi gusar dia merasa diperlakukan dengan tidak adil. "Bagaimana mungkin aku pulang ke mansion Tuan Khalid dengan berpakaian semewah ini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN