Kran di kamarnya belum selesai di kerjakan, jadi Fre masih nebeng mandi di kamar paman mertuanya, untungnya Stenly tak ada di rumah, katanya keluar sebentar, jadi Fre langsung masuk saja tanpa permisi, Fre lalu menyalakan shower dan mengatur suhunya, Fre merasakan kesegaran di malam hari.
Setelah selesai mandi, Fre lalu mengenakan Bra dan CDnya yang senada. Setelah mengenakannya, Fre hendak meraih handuk, namun ia terkejut ketika seseorang masuk ke dalam kamar mandi, ternyata Stenly.
Fre membulatkan mata dan melihat pamannya yang saat ini memperhatikan tubuhnya. Fre tak kuasa menahan keinginan yang salah.
Fre berusaha tenang, namun Stenly langsung melempar handuk dan menutupi tubuh Fre, membuat Fre tak bergeming sama sekali, seolah dunianya euphoria di sini.
“Kenapa tak hati-hati?” geleng Stenly.
“Aku—”
“Sudah, ayo keluar,” kata Stenly, cuek.
Fre berusaha menahan diri dan akhirnya ia tak bisa menahan diri lagi, ia langsung mengecup bibir Stenly dengan lembut, Stenly membulatkan mata dan menatap wajah menantunya itu.
Stenly tak berusaha menahan diri, ia malah membiarkan bibir Fre mendekap bibirnya.
Karena melihat Fre sudah mulai menampakkan hasratnya, ia pun segera menjauhkan diri.
Fre membulatkan mata, ia baru sadar dengan apa yang dia lakukan barusan.
“Ayo keluar,” ajak Stenly.
Fre membuka handuk mandinya dan memperlihatkannya dihadapan Stenly.
Fre benar-benar kalap saat ini, ia tidak tahu apa yang mendorongnya hingga berani melakukan ini pada paman mertuanya itu.
“Paman tidak suka?” tanya Fre.
“Pakai kembali.”
“Paman, aku menginginkan Paman,” lirih Fre.
“Fre, pakai kembali handukmu dan keluar lah dari sini, kamar mandimu sudah beres, jadi kamu bisa melanjutkan mandi di sana,” kata Stenly.
“Paman,” lirih Fre.
“KELUAR!” bentak Stenly.
Fre pun mengenakan handuk itu kembali dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar pamannya, Fre menepuk dadanya dan juga memukul kepalanya pelan karena ia sudah gila, ia telah mengecup bibir pamannya sendiri. Pantas tak pantas, itu menyenangkan.
Fre berlari masuk ke kamarnya, sementara itu Stenly duduk di tepi ranjang dan membayangkan bibir dan tubuh Fre yang terlihat indah dipandang, bahkan Stenly hampir tak bisa menahan diri.
Stenly mengelus leher belakangnya dan berusaha mengalihkan pikirannya dari Fre.
Fre mengenakan pakaian lengkap lalu keluar dari kamarnya, ia melihat paman mertuanya sedang membaca buku didekat dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan malam diluar sana, Fre menghempaskan dirinya disamping paman mertuanya.
Stenly tak bergeming sama sekali, bahkan ia tidak menoleh melihat Fre.
Fre tahu bahwa pamannya mungkin terkejut dengan sikapnya tadi, ia langsung mencium pamannya, namun itu lah yang ia rasakan, ia ingin dekat dengan Stenly terus menerus, bahkan ingin memberikan yang terbaik untuk paman mertuanya, walau ia tahu semua itu salah.
“Paman, aku—”
“Pergi lah,” usir Stenly berusaha menahan diri.
“Paman marah?”
“PERGI!.”
“Tapi kenapa jawabannya singkat?”
“Lalu aku harus bilang bagaimana?” tanya Stenly menatap wajah Fre, membuat Fre semakin jatuh hati saja.
“Aku minta maaf,” ucap Fre akhirnya sadar dengan apa yang dia lakukan.
Fre lalu melangkah pergi meninggalkan Stenly, tak lama kemudian seseorang datang dan berdiri dihadapannya, ternyata Ria.
“Apa yang kau lakukan di kamar Tuan Sten?” tanya Ria.
“Kenapa kamu ingin tahu?”
“Saya harus tahu, karena kamu sepertinya tidak bisa saya percaya.”
“Apa Tante Erika yang menyuruhmu untuk mengawasi saya?”
“Ya. Itu lah tugas saya, jadi apa yang kau lakukan di kamar Tuan Sten?” tanya Ria lagi, ia tak akan berhenti bertanya jika tidak mendapatkan jawabannya.
“Apa pun yang saya lakukan itu bukan urusan kamu. Minggir!” Fre hendak melintasi Ria, namun Ria menarik tangannya.
“Kamu jangan macam-macam ya, kamu itu di rumah ini tidak lebih dari saya, kamu hanya pekerja yang beruntung karena menikahi Tuan Muda Jael, jadi tanpa Tuan Muda Jael kamu bukan siapa-siapa.”
“MINGGIR!” teriak Fre lalu melangkah ke kamarnya.
Fre kesal sekali, ia duduk di tepi ranjangnya, Fre tidak suka di rumah ini, tidak suka dengan semua ini. Fre juga sudah mempermalukan diri didepan Stenly karena telah melakukan sesuatu diluar batas, ia sendiri yang memberi Batasan, namun ia sendiri juga yang melewati Batasan itu.
Fre lalu mengacak rambutnya frustasi.
“Aku harus bagaimana? Ahh aku mempermalukan diri.” Fre menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. “Aku seperti mau gila. Bagaimana aku bisa menghadapinya nanti?”
Fre lalu berbalik dan melihat Jael yang masih berbaring lemah tak berdaya diatas ranjang, ya Ria benar, ia hanya bekerja di rumah ini dan beruntung karena pekerjaannya hanya menjaga Jael di rumah ini.
***
‘Kamu sudah mengecewakanku, Sten,’ kata Erika melalui telepon.
‘Kakak Ipar, maafkan saya, saya hanya—’
‘Ibu membayar mahal untuk semua ini, untuk menikahkan Jael dengan Fre, namun kamu malah menyuruhnya mengejar impiannya dan putraku sendiri tak bisa melakukan apa pun, apa kamu tega jika Fre lebih menonjol dari Jael?’
‘Kakak Ipar, jangan mengatakan itu, ini bukan perlombaan, kita tidak berhak menghancurkan Impian seseorang,’ kata Stenly berusaha menenangkan kakak iparnya yang tengah marah kepadanya.
‘Dia kuliah dari pagi hingga sore hari, lalu kamu pikir Jael baik-baik saja selama itu?’
‘Kakak Ipar, saya mohon untuk tidak memperpanjang masalah ini, saya akan pastikan jika Fre tidak akan lari dari tanggung jawabnya,’ kata Stenly.
‘Sten, aku harap kamu tidak membiarkan Fre melakukan apa yang dia mau, aku tidak mau dia kuliah. Jika kamu tidak mau aku kasar dan melakukan sesuatu diluar batas, jangan ikut campur urusanku. Ini tentang Jael, dan Jael adalah putraku, aku tahu apa yang bisa ku lakukan demi dia.’
‘Kenapa kamu melakukan ini, Kakak Ipar? Menikahkan Jael dengan seorang wanita apakah belum cukup? Harus merebut masa depannya juga?’
‘Sudah aku katakan, aku tidak butuh menantu yang kuliah atau punya masa depan, yang penting dia sayang pada Jael, aku akan berikan apa pun untuknya. Jadi, tolong, jangan ikut campur urusanku, biarkan aku mengurus anakku sendiri.’
Stenly terdiam, jika ia memaksa, Fre pasti akan mendapatkan masalah.
'Semoga kamu mendengarkan apa yang ku katakan, Sten,' kata Erika lalu memutuskan sambungan telepon.