“Oya Mad, besok orang tua mu mau datang.” Kata Rey mengingatkan. Diluar dugaan respon Ahmad hanya datar. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, ia tidak senang dan juga bersedih. Makanan di hadapannya tidak disentuhnya sama sekali. Rey dan Edo saling berpandangan. Bertanya-tanya dalam hati, “ada apa dengan Ahmad? Apa dia kumat lagi ya??”
Mereka berdua pun merasa kurang nyaman sarapan saat itu, karena hanya mereka berdua yang makan, sementara sobat satu lagi hanya diam seribu bahasa. Setelah selesai sarapan merekapun bergegas balik ke kosan. Sepanjang perjalanan, Edo mulai membicarakan masa lalu dia dan Ahmad sewaktu duduk di sekolah menengah atas, di kota kelahiran mereka, Samarinda Kalimantan Timur.
Dulu sebelum kenal Diana, Ahmad adalah seorang anak yang sering gonta ganti pacar. Hampir tiap sekolah dia memiliki pacar. Wajar sih karena ia memiliki fisik yang mumpuni untuk membuat setiap gadis pasti melirik dirinya. Belum lagi dari segi materi yang dia dapat dari bokapnya. Semua factor dia ada di bandingkan teman-teman yang se-angkatan dengan Ahmad.
Sesuatu yang di dapat dengan mudah, pasti akan mudah di campakkan juga. Begitu juga dengan Ahmad, setiap gadis yang ia berhasil dapatkan cintanya, selalu tak berlangsung lama. Ia mudah bosan orangnya, jadi jangan heran bila tiap pekan selalu berganti pasangan yang di bawanya.
Bahkan pernah dia membuat taruhan untuk menjadikan seorang cewek itu jadi pacarnya. Tentu saja ia dengan mudah mendapatkan yang ia inginkan. Banyak para cewek yang telah dibuatnya kecewa. Sampai ada salah satu siswa dari sekolah mana yang mendatangi sekolah kami waktu itu, mengejar-kejar cintanya Ahmad.
Namun satu kebaikan ahmad yang membuat dia disenangi di kalangan teman-teman cowok se genk nya adalah setia kawan dan ringan tangan terhadap teman. Setiap ada teman yang kesusahan, dia pasti yang paling depan membantu. Tak peduli dalam kondisi sesulit apapun tetap ia yang pertama bergerak maju.
Pacar terakhirnya adalah Diana. Entah kenapa semenjak Ahmad mengenal si Diana, semua kehidupan dan sikapnya berubah drastis. Ia seperti terkena batunya. Dia lebih sering bersama Diana, jarang lagi berkumpul bersama kami teman-teman se geng nya. Setiap dia berkumpul bersama temannya, selalu Diana turut serta.
“Kami jadi merasa canggung hendak bercandaan seperti dulu.” Kata Edo mengenang masa lalunya dengan Ahmad. Yang lebih parah lagi adalah Ahmad lebih patuh dan menjadi cowok yang takut kepada Diana. Omongan teman-teman sudah tidak mempan lagi. Dia lebih banyak mempercayai Diana daripada teman-temannya sendiri.
Perlahan-lahan Ahmad mulai menjauhi teman-temannya, kecuali Edo. “Ahmad masih akrab denganku, tapi tidak dengan Diana.” Kata Edo. Diana selalu berusaha menjauhkan Edo dengan Ahmad, karena takut Edo mempengaruhinya.
Edo merasa Ahmad sudah dalam pengaruh si Diana. Ia sudah di ingatkan berkali-kali tapi selalu hanya terdiam. Edo pun kadang merasa kesal juga dengan tingkah Ahmad. Apalagi kalau menyaksikan mereka bertengkar. Rasa kasihan dengan ahmad yang hanya diam disemprot pacarnya, ingin rasanya Edo menampar pacar Ahmad tersebut.
Akhirnya mereka pun tiba di kosan kami. Ahmad masih terlihat ling lung dan terdiam. Mereka membawa dia ke kamarnya, ketika sampai depan kamarnya Ahmad mulai bereaksi. Dia seperti ketakutan dan menunjuk-nunjuk ke sudut kamarnya.
Seketika itu juga Ahmad langsung roboh tak sadarkan diri. Beruntung ada Rey dan Edo, jadi masih bisa mereka cegah jatuh ke lantai. Dengan bantuan beberapa teman, mereka membawa masuk si Ahmad ke dalam kamarnya.
Kembali Rey dan Edo risau dengan kondisi Ahmad, padahal tadi pagi dia sudah baikan, eh sekarang kembali kumat lagi. Rey coba discuss lagi dengan Edo, bagaimana sebaiknya menangani Ahmad sembari menanti keluarganya datang besok.
Sementara mereka mencari solusi, Rey pamit sebentar untuk ke wartel, mencoba menghubungi abahnya. “Malam ini ikam jangan tidur, jagai betul-betul kawalmu itu, malam ini lebih banyak lagi nak ai … ” kata abah di sebrang sana.
“Apa yang harus ulun (saya) lakukan Bah??” tanya Rey cemas.
“Ikam jaga-jaga aja, jangan di tinggalkan lah nanti malam … ” pesan Abah lagi. Rey tak berani lagi bertanya, terpaksa ia manut aja pesan abahnya.
Ba’da maghrib Rey sudah siap-siap menuju kamar Ahmad. Sementara Edo sudah menunggu duluan di kamar Ahmad. Waktu terus berlalu. Sampai jam 10 lewat kos sudah mulai sepi. Tak ada seorangpun yang berkeliaran malam itu. Sejam kemudian suasana mulai berubah. Angin bertiup agak kencang, tidak seperti biasanya dan itu berlangsung kurang lebih selama 1 menit.
Sambil waspada Rey memperhatikan juga kondisi Ahmad yang mulai berubah. Dia terlihat gelisah. Seperti ada yang ditakutkannya. Edo pun mulai terlihat awas. Walau sebenarnya dia juga agak takut. Mungkin karena ada Rey dia berusaha untuk ikut berani.
Selang beberapa detik … “dia datang, dia datang, tolong … tolong aku, jangan bawa aku pergi, tolong!!” jerit Ahmad ketakutan.
“Mad, sadar Mad, sadar Mad … siapa yang datang? Siapa Mad? Istighfar wal” tanyaku.
“Tolong aku Rey, aku tak mau pergi …” jerit Ahmad bertambah ketakutan.
“Istighfar Mad, istighfar… lawan Mad, lawan mereka yang mau bawa kamu pergi!!” kata Rey memotivasi sahabatnya.
“Gimana nih Rey?” tanya Edo penuh cemas.
“Ikam bebacaan ayat apa aja yang ikam tau, lakasi” kata Rey. Karena pintu kamar sengaja dibuka, maka tanpa sengaja Rey melihat sesuatu yang lalu lalang di depan kamar ahmad.
Bukan sosok manusia yang lewat berkali-kali tadi, Rey tahu kalau itu ‘mereka’ yang dimaksud Ahmad tadi. Hawa dalam kamar juga sudah berubah menjadi panas dan bau yang kurang busuk yang begitu menyengat. Rey lalu mencoba raih tangan Ahmad dan menggenggamnya. Sambil terus ia mengajak Ahmad dan Edo untuk istighfar bareng dan bebacaan ayat-ayat yang mereka tau.
Rey terus berdoa dan berharap agar mereka bertiga di lindungi oleh Allah SWT. Setengah jam mereka bertiga terus diuji dan akhirnya perlahan-lahan semuanya mulai berubah. Hawa dalam kamar berangsur normal. Panas badan Ahmad pun mulai menurun juga. Mereka bertiga bercucuran keringat saat itu. Seperti orang yang habis berolahraga berat.
Akhirnya Ahmad malam itu bisa tertidur dengan pulas. Edo pun turut tertidur di sisi Ahmad. Sengaja Rey biarkan mereka tertidur agar mereka bisa istirahat, ia tak tega melihat sahabatnya yang telah lelah seharian berjibaku dengan sakitnya. Hingga paginya Rey baru membangunkan Edo, karena matanya sudah tak tertahan lagi kantuknya. Ia pun melihat Ahmad kondisinya agak baikan juga tidak seperti semalam.
Pukul 10:04
Orang tua Ahmad akhirnya hadir juga hari itu. Rey dan Ahmad akhirnya bisa sedikit bernafas lega. SMS yang selama ini disimpan mereka bisa disampaikan ke orang tuanya Ahmad. Hasilnya sudah pasti betapa terkejutnya orang tua Ahmad melihat SMS itu, seakan tak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Hari itu juga mereka sudah menyiapkan segala keperluan Ahmad untuk dibawa pulang ke kampung halamannya, maka tidak banyak yang bisa mereka ceritakan ke orang tuanya Ahmad. Tepat habis dzuhuran Ahmad dan orang tuanya berpamitan kepada Rey dan teman kos semuanya. Ada sedikit kesedihan melihat kondisi Ahmad yang tidak seharusnya begitu. Rey dan Edo berharap ada kesembuhan pada diri Ahmad, agar mereka bisa berkumpul lagi.
Seminggu telah berlalu sejak Rey dan Edo berpisah dari Ahmad. Terakhir mereka mendapat kabar mengenai si Ahmad, dia telah hilang ingatan sama sekali, bahkan hampir gila. Orang tuanya sudah mencoba berobat, baik secara medis dan non medis, tetap tidak membuahkan hasil.
Sementara dengan pacarnya, si Diana … justru berbanding terbalik. Dia sekarang sudah memiliki gandengan baru. Setiap ketemu Rey dan Edo atau anak kos lainnya, selalu melempar senyum sinisnya. Seakan mengejek mereka yang menjadi teman Ahmad, ia mungkin merasa menang sekarang karena telah berhasil membuat sahabat mereka sakit.
Sementara Rey dan Edo setahun kemudian berpisah kos. Rey pindah kos ke daerah yang cukup jauh dari kampusnya. Tetapi ia memiliki sahabat baru, namanya Irul. Sementara Edo pindah ke perumahan elite, ia di kontrakkan rumah oleh bokapnya. Walau terpisah hubungan persahabatan kami tetap berlanjut hingga kini.