Chapter 1

1468 Kata
Bumi, New York, United States, 2017 Hari itu orang-orang berhamburan keluar dari rumah mereka. Padahal langit sangat gelap dan berkabut. Udara juga tidak bersahabat, membuat beberapa benda berterbangan ke mana-mana. Pepohonan juga mengikuti irama angin yang menerpanya. Kanan, kiri, kanan, kiri. Dengan celana piama dan hoodie yang dikenakannya sembarangan, Mia berlari keluar dengan tergesa-gesa. Gadis berumur 17 tahun itu juga penasaran dengan apa yang terjadi, walaupun ayahnya sudah memperingatkan untuk tidak keluar rumah. "Ada apa ini? Kenapa semua orang keluar?" tanya Mia tampak binggung. "Entahlah, mungkin akan terjadi badai." Seseorang dengan pakaian tidurnya lengkap dengan sandal tidur, muncul tiba-tiba. Itu adalah Kate, tetangga Mia. Dia tampak gelisah sambil memeluk boneka tidurnya. Umurnya sudah genap 17 tahun tapi dia masih tidur dengan boneka kesayangannya. "Mia! Cepat masuk, malam ini akan terjadi badai," perintah ayahnya dari dalam rumah. Mia yang masih heran dengan cuaca yang tiba-tiba berubah begitu saja, langsung mengikuti perintah ayahnya. *** Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah terlalu siang baginya untuk berangkat ke sekolah. Tidak biasanya juga Mia bangun kesiangan. Ayahnya bahkan tidak membangunkan dirinya. Terlebih lagi, perkiraan mengenai badai semalam yang dikatakan ayahnya benar, dan itu membuat Mia tidak bisa tidur karena harus mendegar suara gemuruh. Setelah melakukan ritual mandi kilatnya dan berpakaian, Mia menyambar tasnya lalu bergegas untuk berangkat. "Dad, aku berangkat!" teriak Mia dari ruang tamu. Tidak ada balasan, mungkin ayahnya sudah berangkat pagi-pagi sekali karena ada urusan mendesak. Tanpa pikir panjang, Mia mengambil sepeda miliknya yang sudah cukup lama tidak dia gunakan. Sebenarnya dia tidak suka bersepeda, menurutnya lebih baik berjalan kaki atau menaiki angkutan umum. Namun akibat badai semalam, semua kendaraan dan angkutan umum tidak boleh beroperasi. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, Mia harus berangkat ke sekolah, padahal sekolah lain telah meliburkan siswanya lebih awal sebelum libur akhir semester. Dengan sedikit kecewa, gadis itu mengayuh sepedanya menuju sekolah. Sepanjang jalan, Mia tidak melihat satu orang pun berlalu-lalang. Mungkin karena keadaan dan kondisi jalanan akibat badai semalam membuat orang-orang malas untuk beraktifitas, dan lebih memilih untuk bersantai sambil meminum secangkir teh hangat di rumah mereka. Udara berhembus sangat kencang saat Mia sampai di depan gedung sekolah. Mengakibatkan rambut cokelat kemerah-merahan miliknya berterbangan hingga menutupi pandangannya. Ada perasaan ganjil yang aneh dan membuat Mia terheran-heran. Tidak ada seorang pun di sana, kecuali dirinya. Sekolahnya terlihat seperti kuburan atau bahkan gedung tua yang sudah ditinggalkan penghuninya bertahun-tahun. Selama beberapa menit gadis itu mengitari sekolahnya, barangkali seseorang berada di sana. Dan benar saja, dia melihat seorang pria di ujung lorong yang sedang berusaha membuka pintu kelas. Mia belum pernah melihat pria itu. Dia ingat betul semua teman seangkatnya sebagai anak senior dan pria itu terlihat terlalu tua untuk anak junior, bahkan terlihat cukup tua untuk seseorang yang masih duduk di bangku sekolah. Tanpa berpikir panjang, Mia mendekati laki-laki di ujung lorong itu. "Hei! Kau yang di sana! Apa kau tahu kenapa sekolah sangat sepi?" tanya Mia. Pria itu menoleh ke arahnya, seraya mendekatinya. Mia mengusap tengkuknya yang seolah memberitahu bahwa ada hal yang tidak beres dari pria itu, tapi dia tidak pernah menjadi gadis penakut. Dia selalu menanamkan keberanian dalam dirinya. Walaupun dia tetap tidak bisa melakukan apa-apa, setidaknya bertanya adalah hal yang baik untuk dicoba. Pria itu semakin dekat setiap detiknya saat Mia mulai menghitung. Tubuhnya tegap, wajahnya terlihat tidak terlalu tua jika dari jarak dekat, mungkin berumur sekitar dua puluhan. Dengan sedikit gemetaran, Mia diam di tempatnya, berusaha untuk tetap tenang walaupun dia tahu bukan saatnya untuk tenang saat seorang tidak dikenal ditempat yang sepi mendekatimu. Dengan satu tarikan, pria itu mencengkeram tangan Mia, kemudian menariknya dan berlari. Sontak, Mia berlari bersamanya seolah menghindai sesuatu. Dia sangat ingin berteriak sekencang mungkin, tapi berteriak dan tidak melakukan apa-apa adalah yang sangat Mia benci, membuatnya seperti gadis tak berdaya. Satu-satunya yang harus Mia lakukan adalah berusaha melepaskan cengkeraman pria itu dari pergelangan tangannya. Sayangnya, cengkeraman tersebut lebih kuat dari yang dia duga saat Mia menarik sekuat mungkin lengannya. Kemudian ditariknya baju pria itu dengan tangannya yang bebas. Sontak, pria itu berhenti, lalu melepaskan tangan Mia. Membuat gadis itu terbebas untuk berlari darinya. Awalnya, itu yang Mia pikirkan, berlari dan menjauh dari pria itu. Tapi ada sesuatu yang membuat Mia tertarik dengannya. "Maaf," ujar pria itu. "Aku tidak bermaksud, aku hanya ingin kau ikut denganku." Mia mendengus pelan, sesaat kemudian dia mulai bicara. "Tidak apa. Namaku Mia. Dan sepertinya aku belum pernah melihatmu, sebelumnya. Siapa namamu?" "Sam," katanya sambil mengulurkan tangan. Hal yang biasanya hanya dilakukan dalam keadaan formal, tapi Mia menyambutnya. "Aku butuh bantuanmu Mia. Kau ingat kejadian semalam?" "Tentu, badai yang datang tiba-tiba, kemudian sekarang terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. Aku kira hanya aku yang menyadarinya." "Ya, kemarin aku melihat sesuatu jatuh ke arah sini. Aku butuh bantuanmu untuk menemukannya." Mia sedikit bingung, tapi dia tidak menolak untuk membantunya. Mungkin saja dia bisa menemukan hal yang menarik atau mungkin menakjubkan. Gadis itu memang memiliki keingintahuan yang tinggi, karena itulah dia sangat suka membaca buku. Sebab dengan membaca, membuat pengetuannya semakin luas. Mia melirik ke arah Sam, kemudian mengangguk pelan untuk menyetujui. Mereka berdua mengitari gedung, dan semua kelas dikunci sehinga tidak ada yang bisa masuk. Tapi Sam melakukan hal aneh, tiba-tiba bunyi klik dari pintu kelas yang terkunci terdorong terbuka. Padahal jarak mereka dengan pintu cukup jauh. Dengan terheran-heran, Mia mengikuti Sam dari belakang. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi, bisa saja itu adalah makhluk aneh atau alien. Tapi Mia berkeyakinan tidak ada alien di dunia ini. Sam masuk terlebih dahulu, Mia mengekor dibelakangnya. Sam terlihat berani memimpin di depannya, dia seperti seorang prajurit terlatih. Sedangkan Mia, hanya seorang gadis biasa yang bisa menakut-nakuti kucing dengan hentakannya. Tentu saja gadis itu tidak pernah menghadapi situasi seperti ini, tapi lebih baik jika dia memiliki benda untuk sekadar memukul sebagai senjatanya. Dengan perlahan mereka memindai ruangan itu. Gelap, lembab, dan kotor, serta aroma aneh yang muncul bersamaan membuat Mia mual seketika. Dia tidak pernah tahu ada ruangan seperti ini di sekolahnya. Yang dingatnya, itu adalah ruang laboratorium yang biasa dia gunakan untuk percobaan sains. Mereka berjalan berdampingan seolah saling melindungi satu sama lain. Tiba-tiba sesuatu menimpakan mereka dengan kursi. Mia berhasil menghindar, tapi Sam, dia melayangkan kursi itu tanpa menyentuhnya. Dalam hati Mia menyumpah, Oh, Tuhan! Apa yang sedang terjadi?! kemudian sesuatu terlempar kembali dan lagi-lagi Sam melayangkan benda itu. Mia masih berdiri dan terpaku melihatnya, seperti orang bodoh yang berdiri ditengah-tengah ruangan. "Hai, Saudaraku!" bisik seseorang. Kemudian dia muncul dari kegelapan. "Siapa yang bersamamu? Bukannya aku menyuruhmu untuk datang sendiri!" "Tentu saja, dia hanya sekadar lewat. Biarkan dia pergi dan selesaikan pertarungan kita!" perintah Sam. "Tidak, dia bisa masuk ke dalam Déjà vu, yang berarti, dia bukan Manusia. Tapi aku sangat yakin, dia juga bukan Rioner." Pria yang muncul dari kegelapan itu menyeringai. "Aku akan membunuhnya." Sam meludah, dia tidak akan membiarkan Mia mati dibunuh oleh saudaranya sendiri. Saudaranya telah membunuh ratusan orang dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi lagi. Sam mengayunkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Begitu juga saudaranya. Tapi selanjutnya, mereka saling melemparkan benda yang tidak ada. Mereka seolah membayangkannya dan melemparkannya. Mia tertunduk di bawah, dia tidak mau diam saja. Tapi apa daya, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Kedua orang itu bertarung menggunakan kekuatan yang tidak dia ketahui, mereka memiliki kekuatan supernatural. Biasanya dia hanya melihatnya di film-film fantasi, tapi kali ini dia melihatnya secara langsung. Mereka memiliki kekuatan telekinesis untuk melayangkan benda-benda itu. Di saat Mia sedang berlindung, benda-benda mulai meluncur mengenainya. Yang pertama hanya sebuah buku dan dia bisa menangkisnya. Kemudian yang kedua lebih besar dari sebuah buku, kursi, kali ini dia juga bisa menghindarinya. Dan untuk yang ketiga kalinya sebuah kaca melayang tepat ke arahnya. Dia menyilangkan tangan ke wajahnya. Melindungi bagian yang paling sensitif. Tapi kaca itu tiba-tiba saja pecah menjadi serpihan kecil yang mengenai tangannya. Darah muncul dari balik lengannya yang tidak telindungi. Sam yang masih terus menyerang saudaranya dengan benda-benda asing saat dia melihat Mia itu terluka. Sontak, dia berlari kea rah gadis itu dengan sebuah pasak muncul dari balik tangannya dan langsung menikam jantung Mia. Mia terbangun dari tidurnya dengan wajah pucat pasi, seputih salju. Hal pertama yang dia lihat adalah tangannya yang baru saja terluka akibat pecahan kaca. Tapi setelah diperiksanya, tangannya baik-baik saja. Tidak satu pun ada yang terluka bahkan tergores. Dia baru sadar bahwa yang tadi dia lihat hanyalah mimpi. Tapi apakah mimpi bisa senyata itu? Dengan tergesa-gesa Mia berlari keluar dan melihat ke langit. Suara angin malam yang tenteram serta suara jangkriklah yang dia dengar. Tidak ada badai seperti dalam mimpinya. Mungkin benar, itu hanya sebuah mimpi. Mia pun kembali ke kamarnya dan melanjutkan tidurnya. Tapi saat akan memejamkan mata, seseorang berbisik. "Kau telah dibangunkan dari mimpi dan selamat dari kematian." Miamembuka matanya tapi tidak melihat siapa-siapa. Hanya ada dia di kamarnya.Namun dia tahu suara itu, dia ingat suara itu. Itu suara Sam yang telahmenikamnya dan membangunkannya dari mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN