2. Domi Untuk Jovi

1604 Kata
"Ngapain lo di sini?" tanya Luna. Heran melihat penampakan Domi di kampus. Domi menoyor belakang kepala Luna sampai hidung gadis itu hampir terantuk ke bibir gelas di mejanya. "Gue masih mahasiswa di sini, Dodol!" Luna melotot jahat ke arah Domi, rasanya ingin menjambak senior kurang ajar ini, tapi ia sedang tidak berminat untuk bertengkar. Lain dengan Luna yang kesal, Domi bahkan sama sekali tidak menyadari ulahnya tadi membuat orang lain sebal. Tanpa rasa bersalah, ia duduk dengan tenang di antara Luna dan Jill. Jill yang sedang serius dengan laptopnya, baru menyadari kedatangan Domi ketika gadis j*****m itu menarik lepas kacamatanya. "Dom? Kapan dateng?" Alih-alih marah seperti Luna, Jill malah terlihat sangat tenang. "Duh, manisnya anak ini!" Domi mengecup Jill dengan gemas. Bagi Domi, Jill itu ibarat adik kecil yang imut dan menggemaskan, manis dan perlu dilindungi. Sementara Luna, gadis itu ibarat adik kecil menyebalkan yang galak dan suka menyerang. "Jadi ngapain lo ke sini?" Luna mengulangi pertanyaannya dengan lebih ketus lagi. "Kuliah, Bego! Lo budek apa torek sih?" Domi mulai menekuni daftar menu di atas meja. "Budek sama torek sama aja, Monyong!" balas Luna kesal. "Bener juga. Kadang pinter juga otak lo, Lu. Jadi gini. Gue tuh ke kampus beneran niat mau kuliah. Gue mau beresin kuliah gue yang terbengkalai karena kesibukan gue selama ini." Domi mengibaskan rambut panjangnya. Setelah berbicara dengan gaya sok artis, Domi terbahak kencang tanpa alasan. Kadang kedua sahabatnya itu sering tidak mengerti apa yang membuat Domi selalu ceria dan seolah terbebas dari masalah dunia. Memang kalau untuk masalah finansial, Domi jelas tidak perlu memusingkan apa-apa. Selain karena profesinya sebagai model yang jelas memberinya uang saku besar, uang yang masuk ke rekeningnya setiap bulan hasil kiriman ayahnya bahkan jauh lebih besar lagi. Maka tidak heran kalau Domi yang sinting ini begitu dermawan pada dua sahabatnya yang notabene merupakan anak rantau. "Kan lo sendiri yang bilang udah nggak mau kuliah lagi gara-gara udah tiga kali ngulang Komunikasi Politik gak juga dilulus-lulusin sama Pak Wahyu." Domi menopang dagunya di atas meja, memandang Luna dan Jill secara bergantian. "Sekarang, gimana pun caranya, gue kudu lulus." "Kamu serius?" Jill gembira mendengarnya. Sejak awal pertemuan mereka di awal Jill dan Luna masuk kuliah, sudah tidak terhitung berapa banyak Jill menceramahi Domi untuk menyelesaikan kuliahnya. Nyatanya, Domi yang sebenarnya sudah masuk kuliah tiga tahun lebih dulu dari mereka, tetap saja mandek bahkan sekarang jadi tertinggal. "Iye, lo pade kaga percayaan banget dah sama gue!" "Secara lo tuh udah jadi legend di sini, Dom. Slogan buat lo tuh, sampe mampus gak bakal lulus." "Setan, gue baru telat tiga taon doang." "Doang?" Luna mendelik kejam. Jill menepuk pelan lengan Luna, meminta gadis itu untuk berhenti mengejek Domi. "Kalo kamu emang mau beresin kuliah, aku sih seneng banget. Aku bakal bantu kamu sebisanya, supaya kita bisa lulus barengan." "Nggak mungkin banget Jill. Dia nggak mungkin bisa ambil skripsi bareng kita. Utang dia masih banyak banget." Luna mencibir tanpa perasaan. "Iya sih." Jill mengangguk setuju, wajahnya berubah sendu. Sementara Domi sendiri tidak peduli dengan kenyataan itu. "Emang lo pada skripsi kapan?" "Semester depan. Ini juga udah mulai persiapan. Udah dapet dosen pembimbing, lagi mulai cari topik." Jill tersenyum penuh semangat. "Edan, pada tega banget sama gue!" jerit Domi, merasa terkhianati. "Lo aja yang nggak pernah peduli sama urusan kampus, Dom." "Jadi gue mesti gimana dong?" Domi mengempaskan punggungnya keras-keras ke sandaran kursi yang didudukinya. Beruntung kursi di foodcourt itu berlapis busa yang empuk, kalau tidak pasti rasanya menyakitkan. "Yang pasti beresin dulu tuh urusan lo sama Pak Wahyu. Lo juga masih harus KP. Paling cepet beda setaon lah sama kita lulusnya." "Buset, dah! Itu KP gimana cerita?" "Gampang, Dom. Kamu kan udah sering kerja sama bareng stasiun televisi. Tinggal cari satu yang mau nampung kamu aja." "Lo udah pada KP?" tanya Domi penuh harap. "Udahlah." Luna dan Jill memang sudah mengambil Mata Kuliah Kerja Praktik semester yang lalu. "Di mana?" "Gue sih di Ten FM, Jill di Forty Media." "Bantuin gue dong," pinta Domi memelas. Jarang-jarang gadis itu memohon bantuan pada orang lain. "Forty Media aja, Jill kenal sama yang punyanya, jadi gampang," usul Luna. "Boleh. Nanti aku coba tanyain, ya." Bagi Jill, tidak ada hal yang lebih penting dibandingkan menolong orang lain, apalagi orang-orang yang disayanginya. "Makasih loh adek-adek cantik." Ada kalanya Domi bersikap manis. Dua sahabatnya mengira Domi memang tiba-tiba bertobat, tanpa ada yang tahu bahwa di balik semua itu, hanya satu tujuan yang ingin Domi capai. Dan Domi yang sedang terobsesi, sanggup mengorbankan apa saja demi mencapai tujuannya. Bahkan jika itu berarti belajar gila-gilaan untuk mengejar ketertinggalannya. Pada akhirnya, berkat bantuan Jill, Domi berhasil masuk untuk Kerja Praktik di Forty Media. Bahkan karena bakat alaminya, Domi diberi kesempatan lebih untuk menjajal kemampuannya sebagai seorang presenter, bukan hanya sebagai kru kacangan di Forty Media. Seharusnya Domi berterima kasih pada Jovi Suryo yang berjasa memasukkannya ke With Us, tapi seorang Domi tetaplah akan menjadi Domi yang tidak tahu. Alih-alih membalas perasaan Jovi, atau setidaknya bersikap baik padanya, Domi malah mem-bully Jovi sekehendak hatinya. *** "Mas Jovi, Mbak Domi, kalian yakin mau mendatangkan Nawasena Tandayu?" tanya, Arum, salah satu tim kreatif With Us di weekly meeting mereka. "Jangan tanya gue, tanya tuh sama dia. Dia yang ngebet pengen bawa ke sini," balas Jovi enteng. Dia sudah tidak peduli lagi soal ide gila Domi. "Mbak Dom, yakin?" tanya Arum lagi. "Emang kenapa? Menurut lo sosok dia kurang kredibel?" Jelas itu merupakan sebuah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Siapa tidak mengenal sosok Nawasena Tandayu yang sejak setahun terakhir ini wajahnya kerap meramaikan dunia sosial media? Nama Nawasena Tandayu mulai ramai diperbincangkan sejak Becky Wijaya mem-posting karya pria itu. Becky Wijaya memesan replika dirinya dirinya untuk dipajang di galeri rumahnya sendiri. Jangan heran dengan tingkahnya, diva Indonesia yang tengah go internasional itu memang seekstrim itu. Setelah Becky memamerkan maha karya replika dirinya itu, bukan karyanya yang ramai diperbincangkan, namun sosok tampan di balik terciptanya karya itulah yang akhirnya menjadi incaran para netizen. Begitu namanya mulai diketahui publik, tidak sulit untuk membongkar identitas lengkapnya. Publik semakin tergila-gila dengan Nawasena Tandayu karena terkuak sebuah fakta bahwa sosok tampan itu ternyata masih melajang di usinya yang sudah menginjak 42 tahun. Belum lagi sederet prestasinya sebagai seorang seniman yang sudah mengharumkan nama Indonesia di kalangan dunia seni internasional. "Bukan gitu, Mbak. Mas Nawa itu jelas berbobot banget, masalahnya kita yang berbobot atau nggak di mata dia? Dari desas-desus yang beredar, Mas Nawa itu susah banget digaet." "Terus?" tanya Domi tidak peduli dengan alasan Arum. "Yah, kita gak yakin aja Mas Nawa mau dibawa ke With Us. Dia itu beneran susah banget buat diminta tampil di acara manapun. Jangankan buat tampil, minta waktu buat ketemu dia aja susahnya nyaingin presiden, Mbak." "Emang lo udah pernah ada yang nyoba?" "Tim kita sih belum, tapi tetangga-tetangga kita udah." Damar membantu Arum menjawab. "Belom pernah ada yang berhasil?" tanya Domi setengah mencibir. "Sejauh ini cuma anak In-Time yang berhasil." Lagi-lagi Damar yang menjawab dengan kikuk. Tatapan Domi memang bisa membuat siapa saja panas dingin, apalagi bocah kurang pengalaman macam Damar. "Garapan si Jill?" "Yup." Arum mengangguk cepat. Berharap Domi sadar bahwa hanya acara serius yang akan ditanggapi oleh seorang Nawasena Tandayu. In-Time merupakan acara news milik Forty Media yang sekarang berada di bawah tanggung jawab Jill. Mendengar hal itu, Domi bukannya gentar malah semakin optimis. "Pada ribet banget sih idup lo. Kalo lo pada takut biar gue yang maju. Gue sendiri yang bakal seret dia ke sini. Gue yang lobi, gue yang brief. Lo semua terima beres aja," ujar Domi tanpa beban. "Itu sih emang mau lo, Sableng!" Jovi melayangkan sebundel kertas berisi materi meeting ke kepala Domi. "Mas Jovi, sebenernya ini ada apa sih antara Mbak Domi sama Mas Nawa?" tanya Arum mulai curiga. "Tanya sendiri tuh." Jovi mencebik ke arah Domi. "Kage ade ape-ape, berisik lo pade!" sembur Domi sebal. "Ih, Mbak Dom! Jangan-jangan ada something special sama Mas Nawa, ya?" Radar gosip Arum langsung menyala. "Kalo iya emang kenapa, deh?" "Ih, Mbak Dom kok gitu? Mbak Domi kan cuma milik Mas Jovi seorang. Dari dulu sekarang sampai selamanya nggak boleh berubah," celetuk Damar tanpa dipikir. "Ngomong sekali lagi, gue cabein mulut lo, Komarudin! Sekalian langsung sama cobek-cobeknya masuk tuh ke mulut lo." "Aku salah ngomong, ya?" tanya Damar polos. "Idup lo tuh yang salah!" maki Domi kesal. Ia paling sebal kalau ada yang mengaitkan dirinya dengan Jovi. "Lha? Abis semua orang di sini pesen-pesen ke aku gitu, Mbak. Mbak Domi itu nggak boleh ada yang ganggu, gak boleh ada yang sentuh, soalnya Mbak Domi udah ada yang punya." "Eh, Anak Kuya! Lo kate kalo gue belom ade yang punye terus bisa lo sentuh-sentuh? Gitu? Gue santet juge lo!" "Mbak, ih! Maksudnya nggak boleh ada yang deketin," ujar Damar putus asa. "Emang nape?" "Ya, itu. Kan ada slogannya," bisik Damar takut-takut. "Slogan-slogan, lo kira gue barang promosian? Slogan apaan?!" sentak Domi yang membuat nyali Damat makin ciut. "Domi untuk Jovi," bisik Damar pelan nyaris menyerupai suara kentut penghuni keraton. Tipis. "SETAN!" Domi langsung menyambar kursi yang Jovi duduki, menarik lengan kursi Jovi hingga kursi mereka berbenturan, kemudian mencekik leher Jovi seperti orang kesurupan. "WOY! LEPAS, GILA! GENDERUWO! NYI PELET! LEPASSS!" Jovi meronta dari serangan Domi. Mencoba melepaskan cekikan Domi di lehernya. Setelah terlepas, Jovi mundur sejauh-jauhnya dari jangkauan Domi. "Eh, Anak Kebo! Lo bego dipiara, ya! Itu gosip udah basi. Kadaluwarsa. Expired. Masih dibahas aja!" maki Jovi pada Damar. Kemudian berganti memaki Domi. "Lo juga, masih aja napsu kalo denger begituan. Itu udah masa lalu. Lo tenang aja, Dom. Gue udah kaga ada napsu-napsunya liat lo. Yang ada gue ngerasa terkutuk deket-deket lo!" Domi yang dimaki-maki seperti itu oleh Jovi malah tergelak kencang. *** --- to be continue ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN