Mike POV
“Masih tidak ada jawaban?”
Jimin memasuki kamarku tanpa izin. Sebuah tindakan ilegal yang sangat tidak aku sukai. Bukannya keluar ketika aku tidak menjawab, lelaki itu malah seenak jidatnya masuk dan membuka tirai jendela yang sejak matahari terbit, terhalang untuk memancarkan cahayanya.
Mataku menyipit, dan menarik kembali selimut tebal untuk menutupi badanku. Hongkong tetap saja dingin, dan lebih baik bersembunyi di balik selimut yang terasa hangat.
“Ken bisa membunuhmu jika tidak masuk kerja hari ini, Mike. Kau sudah membolos 2 hari dengan alasan yang tidak masuk akal!”
“Biarkan saja, lebih baik aku dipecat!”
“Dan kau harus membayar 50.000 USD untuk ini!”
Itu sedikit, tapi tunggu dulu, dengan segera aku menyibak selimut yang tidak berhasil Jimin ambil. Lalu menatap lelaki itu dengan kening berkerut. bukannya aku tidak tahu mengenai penalti yang harus aku bayar jika mendadak keluar seperti ini. Tapi, itu bukan jumlah yang aku ingat ketika mendaftar di kantor swasta itu.
“Ada apa dengan raut wajah sombongmu itu, paduka?”
“Sialan, kenapa aku harus membayar sebanyak itu? Tua bangka sialan itu, aku benar-benar akan membunuhnya malam ini. Jika tidak…”
“Jika tidak?”
“ARGHHH…DASAR b******n, AKU BENAR-BENAR AKAN MENGHABISINYA!”
klik–pintu kamarku kembali terkunci, Jimin pergi setelah menghancurkan pagi menjelang siangku yang indah. Dia benar-benar manusia kurang ajar yang perlu diberi pelajaran tambahan. Kali ini aku benar-benar kesal. Sudah 2 hari, dan ini hari ke-3, aku menunggu email balasan dari Barbara. Tapi sama-sekali tidak ada.
Berkali-kali aku mengelilingi supermarket yang menjadi tempatku bertemu dengan Bara. See? Bahkan sama-sekali tidak ada jawabannya. Bukannya tidak menduga, hanya saja aku sempat berharap saat menatap keramahan gadis itu.
Lalu sekarang…brug–sebuah roti terlempar tepat di wajahku begitu pintu kamar kembali terbuka secara mendadak. Jimin yang berada di ambang pintu, berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Sialan, b******n, aku…aku sudah tidak sabar dengan semua hal ini.
“Kau…aku juga akan…”
klik
Pintu tertutup, dan sialnya, kepalaku mengenai daun pintu. SIAL, BENAR-BENAR SIAL.
“SIALAN KAU, JIMIN. AKU BENAR-BENAR AKAN MEMBANTINGMU!”
“Setidaknya berterima kasihlah padaku karena aku sudah menemukan data mengenai pil yang kau cari b*****h. Kau benar-benar tidak tahu di untung, aku akan berangkat kerja duluan, dan jangan lupa bawakan laptopmu.”
Aku tahu, sangat tahu jika pil itu hanyalah pil biasa. Data yang Jimin berikan cukup lengkap, dan sayangnya, aku tidak butuh data itu. Sungguh menjijikkan jika aku harus berterimakasih atas sesuatu yang tidak aku butuhkan.
***
Masih di dalam mobil, keningku berkerut saat baru menyadari bahwa gedung yang beberapa hari lalu di tabrak sudah dalam keadaan semua. Bahkan setelah aku memutuskan untuk memeriksa gedung itu, aku juga tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutanku.
Semua peralatan komputer yang rusak juga sudah tersedia. Jadi, siapa pemborong yang berani membangun dalam waktu singkat seperti ini? Aku…kehabisan kata-kata. Yang pasti, itu bukan urusanku, entah sebesar apa yang diterima si Tua Bangka itu, jelas dia tidak akan membagikannya denganku.
“Beruntung malapetaka silam membawa keberuntungan bagiku, jika tidak, mungkin aku sudah menandatangani surat pengunduran diri yang kau berikan padaku!”
“Kenapa tidak langsung saja, Ken? Kau sudah punya banyak duit, dan aku yakin kau tidak lagi memerlukan aku.”
Sesuai dugaanku, Ken memang sudah berdiri sekitar 5 langkah di belakangku. Pria tua itu benar-benar membuatku naik pitam, atau entah hari ini benar-benar sial, atau karena Bara tidak memberikan balasan? Entahlah, aku juga tidak mengerti kenapa aku bertindak sejauh ini.
“Kau bertugas mulai besok, kau bisa kembali berlibur saat ini. Semua surat izin yang kau butuhkan sudah aku buatkan, dan patnermu adalah…Jimin. Bekerjalah dengan giat, aku akan menaikkan gaji kalian bulan ini dan bulan depan jika berhasil menuntaskan kasus pembunuhan konyol itu. Aku akan pergi, selamat bertugas! Dan lupakan gadis itu, Mike, kau terlihat linglung setelah bertemu dia. Ini bukan Mike yang aku kenal, dan jangan pernah mengecewakanku lagi.”
For God Sake, aku benar-benar apes saat ini.
Terlebih melihat wujud Jimin setelah Ken pergi. Tidak berbeda jauh dariku, wajahnya terlihat sangat membenciku. Aku yakin, jika tidak tidak suka satu tim denganku.
“Kau benar-benar parasit, kenapa aku harus berada dalam satu misi denganmu? Dasar sialan, apa kau membawa laptop?”
“Ada di mobil! Aku akan pergi hari ini, aku butuh udara segar!”
“Terserahmu saja, Mike. Jangan lupa jika kita harus bertugas mulai besok!”
“f*****g semuanya, gue gak peduli!”
Jujur, aku sangat butuh udara segar. Dan pantai adalah tempat yang mungkin bisa meredakan emosi membara yang kini bingung harus aku luapkan kepada siapa. Mobilnya melaju di tengah jalanan yang akan selalu ramai.
***
“Kau terlihat tidak menikmati hari ini, Bara. Kenapa, apa ada masalah?”
“Aku masih memikirkan kasus itu, Lio. Apa kau tidak tertarik untuk…”
“Berhenti untuk membicarakan hal itu, Bara. Kita saat ini tengah menikmati waktu, kau pergi tanpa izin dari rumah keluargaku adalah sebagai bentuk ketidaksukaan. Aku tersinggung dengan sikapmu belakangan ini!”
“Aku tahu, tapi aku juga tidak bisa…”
Tidak salah lagi, keduanya adalah Bara, dan sosok lelaki itu adalah…sir Emillio? Baru saja aku berjalan beberapa meter dari area parkir, dan mataku tidak sengaja menangkap kedua figur luar biasa yang selama beberapa hari ini menjadi mimpiku, berbincang.
Entah ini hari yang sudah di tuliskan, tapi aku tidak peduli. Dengan segera aku melangkah ke arah mereka, dan seperti dugaanku. Emilio memiliki insting yang sangat tinggi. Dia bahkan sudah menatapku, padahal aku masih berjarak 1 meter dari mereka. Bara juga menatap ke arahku.
“Mike? Sejak kapan Anda berada di sini?”
Sapa Bara, aku tersenyum lebar bak orang bodoh, dan anehnya, rasa kesalku juga menghilang begitu saja. Tatapan Emilio sungguh mengintimidasi, namun juga tenang dalam waktu bersamaan. Aku sampai berdiri kaku di tempatku saat ini.
“Ahh…dia Mike, lelaki yang aku ceritakan padamu 3 hari lalu.”
“Aku tahu!” Jawab Emillio singkat.
“Anda mengenal saya?” seruku gugup, hampir senang.
“Tidak, tapi Bara memanggil namamu tepat sebelum pertanyaanku. Dari daftar nama teman, kenalan, dan juga rekan, mungkin hanya kau Mike yang masih hidup!”
Aku kikuk, dan gugup. Bulu kudukku berdiri spontan saat menatap balik Emilio, dan selebihnya karena tidak paham maksud dari perkataan sosok itu.
“Berhenti mempermainkannya, Lio. Kau dan Yuwen sama saja, kenapa harus…”
“Ada apa? Aku yakin kau menghampiri kami bukan karena sekedar basa-basi!”
SIAL, aku semakin gugup. Tapi aku tidak membenci Emilio, setidaknya belum. Dia masih cukup ramah, jika dibandingkan dengan lelaki yang mengenakan topeng, yang saat ini tengah berjalan ke arah kami. Seorang gadis berambut panjang, dengan wajah sangat sempurna bersama lelaki bernama Yuwen itu.
“Mungkin, Anda sudah mendengar mengenai masalah yang aku katakan pada nona ini, sir. Tujuanku kemari juga adalah untuk hal yang sama. Aku akan mulai bertugas menyelidiki kasus ini besok, aku berharap kalian bersedia untuk membantuku. Ini adalah kasus terbesar di akhir tahun ini!”
“Kau berani membayar berapa sehingga segigih ini terus mengirimiku email, Mike?”
Aku menelan ludah kasar, sungguh to the point sekali. Kali ini, aku benar-benar merasa tidak layak untuk berdiri di depan mereka. Rasanya kasta kami sangat berbeda, tahan Mike, sedikit lagi.
“Aku tidak bisa mengatakan berapa, karena aku juga berasal dari kantor detektif swasta yang tidak terlalu besar. The Burn Con, mungkin nama itu tidak pernah Anda dengar, namun itu adalah tempatku bekerja!”
“Kantor Sampah, kau buang-buang waktu saja berbicara dengannya, Lio. Sebaiknya kita segera pergi!”
“Jaga bibirmu, Yuwen. Kau sangat sensitif akhir-akhir ini!” sela Lio, dan menatap ke arah Yuwen dengan tajam.
Aku tidak tahu, apakah itu tulus atau tidak. Tapi, aku bisa tahu perbedaan antara Emilio dan juga rekannya–Yuwen. Mereka benar-benar memiliki etika yang berbeda.
“Temui aku di lokasi ini nanti malam, untuk sekarang, bukanlah waktu yang tepat jika harus mengungkit masalah ini. Aku ingin menjernihkan pikiranku, dan ingin me time. Ayo sayang, kita pergi!”
Emillio dan gadis berwajah cantik tadi pergi, sungguh, aku tidak tahu jika Beliau bisa seromantis itu? Aku benar-benar merasa iri dengan kehidupannya. Dan sekarang tinggal Bara dan Yuwen, dan sebelum Bara sempat mengatakan apa-apa, Yuwen sudah lebih dulu menarik gadis itu dan pergi.
Aku…hanya bisa mengelus d**a. Mungkin, jalan terbaik untuk mendapatkan yang terbaik, adalah sebuah kesabaran.