we can't

1201 Kata
Pagi ini tidak seperti biasanya di mana Vina akan menunggu dipanggil Kiki untuk keluar rumah dan berangkat bersama. Vina sudah rapi di depan gerbang menanti sahabatnya keluar gerbang rumah di sampingnya. Gesekan sepatu Vina dengan pinggiran aspal terhenti begitu ia dengar suara pelan langkah kaki dari arah yang ia tunggu. Kiki keluar dari gerbang rumahnya. Sempat saling tatap sejenak sebelum Kiki lebih dulu melepas pandangan kemana saja asal tidak pada kedua mata Vina. Keduanya berjalan perlahan tidak berdampingan seperti biasanya tetapi Kiki beberapa langkah di depan Vina. Belum lama melangkah Kiki memutar tubuhnya membuat Vina mematung. Bukan karena merasa tertangkap basah karena memang sedari tadi ia tidak bisa lepas memandangi figur Kiki dari arah belakang. Tanpa berbicara Kiki memberikan kode dengan gerakan kepalanya untuk Vina berjalan ke depan. Memahami hal itu Vina pun menyusul tetapi dikiranya mereka akan bersebelahan lalu mengobrol. Ternyata setelah berdiri sejajar pun Kiki tetap menggerakkan dagu ke arah depan yang Vina artikan sebagai perintah berikutnya agar dia berjalan lebih dulu. Uuuuuh Vina kan ingin mengobrol. Merasakan suasana hati Kiki yang masih buruk membuat Vina pun akhirnya menurut. Dalam suasana pagi yang masih tenang Kiki dan Vina juga berjalan bersama dalam diam. Ingin melirik ke belakang tetapi Vina takut menabrak sesuatu. Ingin bertanya ini itu tetapi dia takut justru semakin memperburuk suasana hati Kiki. Suasana yang seperti itu bertahan sampai mereka pulang sekolah. Bahkan jika Vina tidak mencari-cari sepertinya Kiki benar-benar meninggalkannya. Sahabatnya itu tidak menungguinya di depan gerbang sekolah seperti biasanya. Vina baru bisa menemukan Kiki yang sudah berjalan beberapa meter dari sekolah. Siang ini posisi Vina lebih seperti orang yang tengah membuntuti Kiki. Jarak yang sengaja dia ciptakan cukup untuk menatap bahu lebar Kiki yang tampak kehilangan tenaganya untuk menegak. Bahunya tampak lesu dan Vina bisa menebak bahwa hal itu sama halnya dengan wajah Kiki. Sebenarnya Vina sudah gemas ingin menanyakan keadaan laki-laki di depannya ini. Tetapi biasanya Kiki yang akan mulai berkeluh kesah. Dan di sanalah Vina ada menemani Kiki dalam keadaan buruknya. Lagi pula selama ini Vina juga selalu tahu masalah yang sering membuat Kiki badmood jadi mudah baginya untuk mencari cara mengembalikan Kiki yang ceria dan usil. Tetapi kejadian kemarin adalah masalah keluarga Kiki yang membuat Vina canggung jika ingin terlalu tahu bisa jadi Kiki tidak nyaman. Dia tidak ingin terlalu ikut campur. Eh Biasanya jalan menuju rumah itu langsung lurus tetapi Kiki berbelok dan membuat Vina megernyit keheranan tetapi langsung fokus dan mengenyahkan pikiran-pikirannya tentang keadaan Kiki. Kembali pada jalanan yang mereka lewati, bukan berarti mengambil jalan yang mereka lalui sekarang tidak bisa membuat keduanya sampai ke rumah tetapi jalanan ini memutar dan sedikit lebih jauh dibandingkan biasanya. Sejenak pikiran-pikiran untuk membuat mood Kiki membaik enyah dari kepala Vina. Sekarang gadis itu mengingat sesuatu bahwa mereka akan melewati salah satu bengkel yang biasanya dipakai nongkrong oleh orang-orang yang kerap melakukan catcalling pada siapa saja yang lewat. Terlebih lagi selain warung di dekat sekolah, anak-anak yang kerap menganggu Vina juga terkadang nongkrong di bengkel itu. Tak ingin lewat sana sendiri akhirnya Vina memutuskan menyusul Kiki. Salah satu usaha perlindungan dirinya meskipun nanti Kiki bisa jadi tambah bad mood. Tidak hanya Vina saja yang menyadari keadaan jalan yang mereka lalui, Kiki pun juga akhirnya ingat. Beberapa meter sebelum benar-benar melewati depan bengkel itu Kiki pun berhenti. BRUK Sesuatu menabrak punggungnya dan saat ia tengok Vina tengah meringis memegangi lengannya. Gadis itu lalu menunjukkan cengiran tidak merasa salah karena pelototan Kiki. Sepulang sekolah tadi Kiki memang tahu bahwa Vina berada tepat di belakangnya. Dirinya yang sedang badmood pun mencoba untuk tidak menghiraukan keberadaan sahabatnya. Tetapi ia kira Vina tidak akan mengikutinya bahkan saat ia memutuskan mengambil jalan memutar. Kiki malas jika harus bertemu ibu-ibu yang bisa jadi kembali sibuk bertanya-tanya. Setiap hari pulang bersama membuat Kiki refleks kembali mengingat Vina begitu melihat bengkel di depan sana. Vina paling tidak suka lewat sini karena pernah diganggu Dava dan gengnya yang berkumpul di bengkel. Sayangnya benar Vina mengikutinya lewat jalan ini. "Kamu ngapain lewat sini?" "Hehehe kamu juga ngapain lewat sini?" Kiki menyugar rambutnya gemas. Lalu menarik Vina berada di sisi kirinya juga memegang erat tangan sahabatnya. "Jalannya yang cepet. Ok!" Vina mengangguk mengerti aba-aba yang dikatakan Kiki. Mereka berdua memang setipe yaitu sebisa mungkin cari aman menghindari hal-hal yang membuat mereka tidak nyaman. Cara ini kerap mereka lakukan. Bahkan dulu saat benar-benar ada Dava di sana Kiki langsung menggeret Vina berlari. Hal itulah yang menjadi asal mula Kiki dipanggil banci oleh geng mereka. Dia tidak peduli mendapatkan julukan itu karena jika diladeni bukan dirinya yang akan menjadi bulan-bulanan gangguan geng itu melainkan Vina yang sekelas dengan Dava. Keduanya benar-benar setengah berlari sambil bergandengan tangan. Beruntung keadaan bengkel sedang sepi dan gengnya Dava juga tidak ada di sana. Dalam diam Kiki dan Vina melanjutkan jalan masih dengan tangan yang bertaut. "Ki..." Vina ingin mencairkan suasana. "Nggak Vi. Jangan tanya." kata Kiki memotong tanya Vina yang belum sempat terucap. Vina pun tidak memaksa hingga keduanya berpisah masuk ke rumah masing-masing. ....... Hari selanjutnya hubungan Kiki dan Vina justru semakin merenggang. Dimulai dengan pagi harinya saat Vina merasa sudah pagi untuk lagi-lagi menunggu Kiki berangkat sekolah tetapi justru setelah menunggu cukup lama ternyata Kiki sudah berangkat dari tadi. Vina menangis tanpa suara sepanjang kakinya berlari menuju sekolah. Dia takut terlambat dan Kiki jelas tahu bahwa sahabatnya ini akan menjadi cengeng jika melihat waktu yang mepet. Tega sekali Kiki membiarkannya menunggu tetapi yang ditunggu ternyata sudah berangkat duluan. Dia salah apa memangnya? begitu batin Vina. Saat pulang sekolah Vina memutuskan untuk menanyai sikap Kiki. Sebenarnya dia sudah tidak marah karena tadi beruntung dia tidak terlambat. Vina hanya ingin tahu keadaan Kiki. Lagi-lagi laki-laki itu menghindari Vina. Tetapi tidak seperti kemarin dimana Vina dengan tenang mengikuti di belakang hari ini Vina langsung mengejar langkah lebar Kiki. "KI" sedikit terengah Vina pun berhasil menyamai langkah Kiki yang tidak juga melambat meski tahu bahwa Vina berusaha mensejajarkan langkah. "kamu ga papa ki?" tanya Vina dengan terengah. Sekalipun Vina merasa sebal dengan perilaku Kiki tetapi lebih dari itu ia sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya. Kiki harus tetap baik-baik saja dan tidak boleh memasukkan hati omongan orang di luar sana. Dia yang lebih tahu mamanya dan Vina pun juga mempercayai bahwa desas-desus di luaran sana tentang Tante Lina tidaklah benar. "apa?" "Kamu bisa cerita ke aku atau aku bisa temenin kamu main. Aku mau nemenin kamu" Vina bingung mengutarakan maksudnya bila dia akan selalu ada untuk Kiki dan membuat perasaan sahabatnya itu baik-baik saja. Tetapi wajah datar dan suara lemah Kiki yang terdengar ingin mengacuhkan Vina membuat gadis itu menciut, ragu. ''Jadi kamu enak ya Vi" "Hah?" "Anak perempuan yang pinter, sopan, rajin belajar.." Vina mengerutkan kening merasa janggal dengan perkataan Kiki. "Kebanggaan Ibu Ambar dan Bapak Adam" "Apaan sih Ki?!" Vina tidak suka ekspresi dan intonasi suara Kiki yang menyebalkan itu. "Kamu gak pernah tahu apa yang aku rasain karena kamu anaknya Tante Ambar dan Om Adam" "KIKI!!" "aku benci sama kamu" Satu hal yang paling tidak disukai oleh Vina adalah membawa-bawa nama kedua orang tuanya. Dalam hal apapun itu dia tidak suka nama orang tuanya disangkut pautkan apalagi dibuat mainan. Baginya hal itulah yang sedang dilakukan Kiki. Setelah mendorong pelan tubuh Kiki melampiaskan kekesalannya, Vina berlari menjauh merasakan sakit hatinya juga matanya yang memanas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN