Beberapa Hari sebelum keberangkatan Sophia ke Paris.
"Liana, kamu seorang anak musuhku, Westfalllen yang konyol. Rasanya tidak ada yang bisa aku berikan sebagai bahan beritamu."
Mendengar kata-kata Carl, Liana tersenyum. "Banyak Carl. Kalau saja kamu mau menceritakan kejadian yang menimpa Abert dan Leona."
Carl menatap Liana dengan dingin, kemudian berjalan menuju rumah tuanya. "Pulanglah, Liana."
Liana tak menghiraukan kata-kata Carl. Ia justru berjalan mengikuti Carl hingga keduanya tiba di teras rumah.
"Dengar Liana, orang-orang menyebutku Winston gila. Sesuatu yang keluar dari mulutku tidak akan membawa pengaruh apa-apa untuk kebutuhanmu."
"Iya, mungkin kamu memang seperti yang mereka katakan. Tapi aku juga seorang Wesfallen gila yang tetap menemuimu, meski sudah puluhan kali kamu tolak. Dan aku tak peduli jika tidak ada mengerti perasaanku mencari Leona. Yang aku pedulikan adalah ceritamu yang mungkin bisa membantuku menemukan ena dan Abert"
Kata-kata Liana membuat Carl tertegun selama beberapa saat. Ia menatap nanar wajah Liana. "Aku menyesal atas apa yang terjadi dengan Leona dan Albert. Tapi maaf aku tidak bi—"
"Carl, kalau kamu memang peduli pada Albert, sudah semestinya kamu membantuku," sergah Liana, memotong ucapan Carl.
"Liana, kejadian ini benar-benar membuat hidup kita hancur.Albert hilang, sementara keuargaku kehilangan perusahaan. Bahkan tidak ada yang Proyek yang jalan sejak kejadian tersebut. Sekarang aku sudah tidak peduli dengan hal-hal semacam itu."
Mendengar kata-kata Carl, Liana menghela napas seraya menoleh pada halaman koran Britain Newspaper yang bertuliskan 'Fenomena kehilangan anak konglomerat’. "Benarkah?" tanya Liana, tidak percaya.
Carl mengerling pada koran tersebut, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. "Maaf Liana, aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini. Kalau kamu ingin tahu, tanyakan pada ayahmu yang oportunis itu," ucap Carl ketus, seraya menutup pintu rumahnya.
Liana kembali menghela napas, lantas berjalan menuju mobilnya. Ketika berada di dalam mobil, tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk. Usai membaca, ia memacu kendaraan meninggalkan tempat itu.
**
Pada siang hari, suasana tenang terlihat di sebuah pemukiman sederhana. Tidak terlihat kesibukan, apalagi kegaduhan di sana. Kecuali beberapa anak kecil yang bermain bersama teman-temannya. Itulah suasana sehari-hari di pemukiman di Kota Sheffield tersebut.
Kontras dengan nuansa tersebut, suara keributan terdengar dari dalam sebuah rumah mungil. Seorang perempuan berambut hitam dan berkulit pucat, tampak sedang bersitegang dengan seorang laki-laki.
"Kamu tidak pernah berubah, Carl!" bentak wanita itu.
"Begitukah? Sophia, jadi kamu datang jauh-jauh dari Rio hanya untuk mengusili hidupku?!" balas Carl, tak kalah sengit.
"Usil? Aku melihat ada kesamaan antara yang kalian alami di London dengan pasienku di Rio. Kalau kita bisa mengetahui penyebabnya, mungkin bisa membantu—"
"Oh, sekarang kamu mengatakan kalau aku dan Albert gila?!" Carl menginterupsi, bersungut-sungut.
"Carl, aku tidak mengatakan kamu gila, tapi, sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa kamu selalu lari dari masalah, dan tidak mau menyelesaikannya?! Kalau kamu terus seperti ini, sama saja kamu pergi membiarkan Albert hilang!"
"Kamu berani mengatakan kalau aku meninggalkan Albert, sedangkan kamu tidak berkaca pada dirimu yang meninggalkanku delapan tahun lalu!" Carl berseru, semakin keras.
Sophia pun terdiam, seraya membuang pandangan. Wajah Carl merah, matanya berkaca-kaca, napasnya memburu setelah melepaskan kemarahannya.
Suasana menjadi senyap, sampai sebuah ketukan memecah kesunyian. Carl bergegas membukakan pintu. Namun orang yang baru saja datang, bukanlah orang yang diharapkan kehadirannya.
"Apa maumu?" tanya Carl ketus, pada Liana.
Liana sama sekali tidak terkejut dengan sambutan itu. Justru yang membuatnya terkejut adalah kehadiran orang lain di sana.
"Ma … maaf, kalau aku mengganggu kalian," ucap Liana, gugup.
Sophia pun menghampiri Liana. "Tidak … sama sekali tidak mengganggu."
"Sophia!" kata Liana berteriak senang, seraya memeluk Sophia.
Liana mengangguk, dengan senyum dipaksakan. Tampaknya ia masih merasa tidak nyaman.
"Oh iya, Apakah kalian berdua …" Sophia tak meneruskan, sembari menunjuk Carl, dan Liana.
"Bukan, bukan. Aku hanya teman—"
"Dia putri Gregory," sela Carl.
"Liana, aku turut menyesal dengan keadaan ibumu," kata Sophia, menunjukkan ekspresi sedih.
"Kamu mengenalnya?"
"Tidak Tapi Carl sering bercerita tentangnya, ketika kami masih berpa … maksudku, ketika aku dulu tinggal di London. Aku seorang Hipnoterapis dan pasienku mengalami kejadian seperti yang dialami ibumu. Karena itulah aku datang untuk meminta bantuannya." terang Sophia menjelaskan tujuan kedatangannya seraya melempar pandangan pada Carl.
"Maksudmu?" tanya Liana bingung.
"Well, mereka seakan-akan mengalami sesuatu yang mengerikan pada masa lalu, tapi tidak bisa mengungkapkannya. Jadi aku tidak tahu bagaima—"
"Liana, apa tujuanmu datang ke sini?" potong Carl, tiba-tiba.
Wartawati cantik itu pun menghela napas. "Carl, ini soal Oregon. Kalian sudah berteman belasan tahun, rasanya tidak masuk akal kalau Oregon mengkhianati kalian hanya gara-gara satu peristiwa. Aku pikir Oregon melakukannya demi kebaikan kalian."
"Jadi membuat ibumu berada di dalam Rumah Sakit Jiwa adalah kebaikan?!"
"ibuku berada di sana bukan disebabkan artikel Oregon, tapi karena kehilangan Leona. Kalau saja kita tahu menguak penyebab kejadian itu, mungkin kita bisa membantu ibu dan ayahku, dan mengembalikan Albert dan Leona."
"Jangan naïf," kata Carl, ketus.
Melihat suasana semakin tidak nyaman, Sophia pun berujar lirih, "Liana, tidak ada gunanya memaksa Carl . Tapi kita bisa berbincang berdua untuk mencari solusinya … kalau kamu tidak keberatan, bolehkah aku ikut denganmu untuk mencari penginapan? Kebetulan setibanya di Inggris, aku belum sempat memesan kamar."
"Maaf Sophia, bukannya aku tidak mau. Tapi aku harus kembali ke London, karena harus menghubungi sepupuku—"
"Tidak masalah Liana, aku bisa mencari penginapan di London," sergah Sophia, sedikit memaksa.
"Well, kalau begitu kenapa tidak menginap di apartemenku saja?"
"Dengan senang hati, jika kamu tidak keberatan."
"Tentu saja tidak."
"Sempurna," ucap Sophia, kemudian mengambil kopernya. "Carl , kuharap kamu pikirkan kembali." Sophia berkata, lantas keluar bersama Liana.
Liana dan Sophia sudah ama saling mengenal. Liana berpacara dengan Albert dan Sophia dengan Carl. namun sikap mereka yang mudah bergaul, membuat keduanya seperti saudara. Sehingga di dalam perjalanan, mereka mengobrol tanpa ada rasa canggung.
"Sophia, bagaimana awalnya kamu mengenal Carl ?" tanya Liana.
"Well, cukup unik dan lucu," tukas Sophia, seraya tertawa kecil. "Aku dulu tinggal di London, untuk mengambil strata dua di Oxford. Sepulang kuliah aku selalu meluangkan waktu di perpustakaan kampus, dan di sanalah aku sering melihatnya. Awalnya kami tidak bertegur sapa, dan tenggelam dalam bacaan kami masing-masing. Hingga suatu hari ia menghampiriku, lalu bertanya padaku 'Apakah kamu Sophia Hathaway?', lalu aku menjawab, 'Aku Sophia.', kemudian kami berbincang-bincang.