01

681 Kata
“Sudah kenyang, Sayang?” Sahima memulai lagi percakapan dengan calon bayinya. Ia juga mengusap-ngusap lembut perutnya. “Besok pagi, kita sarapan lebih banyak lagi.” Sahima sudah memikirkan besok pagi akan dibuat makanan apa. Bahkan telah dipasang alarm agar bangun lebih awal. Sahima bersemangat memberikan nutrisi yang bagus untuk calon buah hatinya lewat makanan-makanan dikonsumsi. Kehamilan pertamanya ini tentu harus dijaga dengan sebaik mungkin. Apalagi, tidak ada pengalaman sebelumnya, jadi lebih ekstra dalam menjaga kandungannya. “Waktunya tidur,” gumam Sahima manakala melihat jam dinding yang menunjukkan waktu sembilan malam. Sudah saatnya beristirahat. Sahima bergegas bangun dari kursi meja makan, ditempati sejak setengah jam lalu. Lalu, kakinya mulai melangkah satu demi satu. Sementara, kedua tangan memegang peralatan-peralatan makan yang digunakan. Arah yang dituju adalah wastafel dapur. Dicuci cepat piring dan juga gelasnya dengan cekatan karena sudah terbiasa dilakukan. Setelah selesai, ditaruhnya semua peralatan pada tempat seharusnya. Baru kemudian, ia melangkahkan kaki meninggalkan dapur. Ya, menuju ruang tidurnya yang masih ada di lantai yang sama, berjarak cukup dekat. Dan, Sahima baru saja akan masuk ke kamar, tatkala mendengar suara pintu utama rumah yang dibuka dari luar oleh sang suami, Yama Adyatama. Sosok pria itu tampak nyata. Mata memusat langsung ke suaminya. Lalu, menjelajahkan juga tatapan intens pada Yama. Penampilan pria itu terlihat berbeda. Atensi dimulai dari ujung kepala Yama. Ia pun jelas melihat rambut sang suami berantakan. Lalu, kemeja juga kusut dan berwarna merah di beberapa bagian, seperti noda-noda darah. Sahima seketika terkejut akan fakta yang baru saja terpikirkan di dalam benaknya. Apa sebenarnya terjadi? Yama mengalami kecelakaan? Sahima bergerak cepat mendekat ke pria itu. Sedangkan sang suami melangkah menuju areal meja makan. Tak berhenti di sana. Terus berjalan. Ia pun masih mengikuti. Yama ternyata menuju ke dispenser. Menenggak dua gelas air yang dikucurkan dari sana, dalam sekejap waktu. Hitungan seperkian detik, lebih tepatnya. Saat pria itu menoleh nanti padanya, barulah Sahima akan melontarkan tanya. Dipilih untuk memerhatikan Yama dengan saksama lagi. Menilai kembali penampilan pria itu yang benar-benar janggal. Lalu, ia semakin tak tenang ketika memikirkan memang sudah terjadi hal buruk pada pria itu. Tidak lama kemudian, netra mereka berdua akhirnya bersirobok, saat Yama mengunci pandangan mendadak padanya. “Aku habis bertengkar.” Pria itu seolah tahu apa yang hendak dirinya tanyakan. Jadi, tak perlu dilontarkan kalimat yang sebenarnya sudah siap diluncurkan. “Aku berkelahi dengan Praja.” Praja Sangkara. Suami dari Frasha Bintang, yang merupakan mantan kekasih Yama. “Kamu mendekati dia lagi?” Spontan terlolos pertanyaan karena dorongan rasa curiga. Sudah bukan jadi rahasia di antara mereka, jika Yama masih menyukai Frasha, sekalipun pria itu sudah berstatuskan menikah dengan dirinya. Cinta Yama hanya untuk Frasha. Dan walau mantan kekasihnya itu sudah menikah, sang suami seperti masih menaruh perhatian tersendiri untuk Frasha. “Aku tahu si berengsek itu mendua, sejak tiga bulan terakhir ini.” “Dan tadi, aku memergokinya bersama wanita simpanannya di hotel. Frasha juga melihat.” Praja berselingkuh? Agak mengejutkan. Lebih mengagetkan lagi baginya adalah keterangan Yama. Secara tak langsung, ia menyimpulkan bahwa sang suami mengawasi rumah tangga dari Frasha, entah dimulai dari kapan. Yang pasti sudah lama, sehingga memiliki akses untuk membongkar rahasia Praja Sangkara. Sahima memilih tak berkomentar atas semua disampaikan sang suami. Ia bahkan ingin sesegera mungkin pergi agar tidak perlu mendengar lebih banyak cerita Yama. Jika sudah berkaitan dengan mantan kekasih pria itu, rasanya ingin bersikap acuh tak acuh. Namun, Yama meraih cepat tangannya, saat ia ingin berbalik dan hendak berjalan. “Kenapa?” Sang suami pasti ingin mengatakan sesuatu. “Aku akan melindungi Frasha.” “Apa aku harus tahu?” Sahima memberikan tanggapan dengan gaya acuh tak acuh. “Aku ingin kita bercerai, Hima.” “Aku ingin kembali pada Frasha, setelah dia resmi berpisah dengan suaminya itu.” Sahima berjalan meninggalkan Yama, pasca menganggukkan kepala mengiyakan apa yang menjadi tujuan pria itu untuk mereka. Rencananya untuk memberi tahu jika dirinya tengah hamil, rasanya harus dibatalkan. Yama pasti tak senang mendengarnya. Apalagi, yang menjadi prioritas pria itu hanya Frasha. Bahkan, ingin kembali merajut asa romantisme dengan mantan kekasihnya itu. Dirinya harus siap-siap menjadi janda dengan kondisi hamil pula. Miris bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN