01. Shaneen

1162 Kata
Berita pernikahan Yasa Lantawi dan Shaneen Gomez sudah menyebar ke seluruh penjuru negeri. Media gosip saja menayangkan berita itu 3 kali sehari. Gila memang. Bukan karena Yasa berita itu menjadi begitu heboh. Tapi karena Shaneen. Gadis itu sangat terkenal. Pengikut sosial medianya saja 2,8 juta. Selain tajir melintir, kecantikan Shaneen memang bisa membuat orang tak bisa berkata-kata.  "Lo beneran mau nikah sama Shaneen, Yas?" Sergio, sahabat Yasa bertanya entah sudah yang ke-berapa kali.  "Lo nanya sekali lagi gue sambit kepala lo pake nih garpu."  "Gue nggak paham aja. Why Shaneen? Lo bisa dapat cewek lebih baik dari dia. Sorry, gue nggak bilang Shaneen jelek. Orang buta juga tau dia cantik. Tapi itu masalahnya. Dia terlalu cantik dan terlalu powerful. Itu masalah besar, bro."  "Lo bahas apa sebenarnya?" Yasa menyuap potongan steak ke dalam mulutnya.  "Lo paham maksud gue. Dia cantik. Dia tajir. Dia pinter. Keluarganya berkuasa. Dan Shaneen sadar kalau dia punya semua itu."  "So?" Alis Yasa terangkat.  "Maksud gue dia terlalu berbahaya buat dijadiin istri."  Yasa meneguk air putihnya. Ia tak pernah suka minum jus saat makan. Jika makan maka minumannya haruslah air putih.  "Buat lo tapi nggak buat gue. Gue lebih suka cewek pinter kayak gitu. Itu artinya dia tau kekuatan yang dia punya dan nggak gampang buat ditindas. Jadi lo lebih suka cewek yang bisa ditindas?"  Sergio menghela napas. "Gue nggak bilang gue suka cewek yang suka ditindas. Gue juga suka cewek pinter, Yas. Tapi nggak sekuat Shaneen."  "Why not?"  "Lo suka beneran sama dia?"  "Gue nggak bakal jelasin soal itu."  "Gue udah duga ada sesuatu. Lo pasti nikah bukan karena lo suka sama dia. Gue kenal lo, Yas. Lo nggak suka cewek kayak Shaneen. Tipe lo bukan dia. Terserah lo lah apapun alasan lo mau nikah sama dia. Cuma gue pesen aja, be careful. Lo nggak tau semudah apa Tuhan merubah sesuatu dalam sekejap mata."  Yasa terlihat tak peduli. Yasa yakin dia bisa menghandle urusannya. Yang penting dia tak jadi menikah dengan Nata. Soal Shaneen, nanti saja dipikirkan.  Sore ini Yasa harus bertemu dengan gadis itu. Mereka harus membicarakan soal cincin dan mahar. Itu bukan masalah. Yasa bisa berikan Shaneen apapun yang gadis itu inginkan.  ...  "Kenapa?" Shaneen menatap Yasa dengan ekspresi sarat cemooh. "Nggak sanggup?"  Ya, seorang Shaneen tak mungkin menginginkan barang yang biasa. Mahar yang ia minta adalah sebuah komplek berisi 5 set villa mewah. Jangan tanya harganya.  "Yaudah tinggal bat—"  "Oke deal. Tapi nggak bisa cepet. So—"  "1 bulan," potong Shaneen.  "Kamu bercanda? Mana bisa beres 1 bulan? Villa itu 1 set udah ada yang punya."  "I don't care. Pokoknya gue mau 5 set dalam 1 bulan harus udah beres atas nama gue. Kalau nggak bat—"  "Yaudah, aku telfon Papi kamu sekarang—"  "Ngancem mulu lo macem bencong!" Shaneen merebut ponsel Yasa.  "Kamu yang mulai duluan."  "Yaudah satu setengah bulan."  "2 bulan. Aku bakal clearin semuanya dalam 2 bulan. Tepat sebelum kita nikah."  "Terserah. Masih ada? Gue masih ada urusan penting."  "Tunggu. Kita harus cek cincin dulu. Mama aku udah atur pertemuannya."  "Ih ribet banget sih." Shaneen menggerutu kesal. Yasa tak begitu peduli pada cincin sebenarnya. Dia bisa pakai apa saja. Tapi kalian tahu siapa masalahnya sampai Yasa harus menghabiskan waktu hampir 2 jam di ruang VVIP sebuah toko perhiasan itu.  "Bisa lebih cepet nggak? Aku ada meeting satu jam lagi." Yasa sudah mencoba sabar. Tapi dia punya kesibukan lain yang tak bisa diabaikan.  "Masih satu jam, masih lama," jawab Shaneen enteng.  Yasa menghela napas. "Ada yang kamu suka nggak cincinnya? Kalau nggak ada bikin desain baru aja."  Shaneen memutar bola matanya. "Gue udah bilang kan sama lo kalau mau pergi sama gue semua waktu lo punya gue. Gue nggak suka didesak apalagi dipaksa menentukan sesuatu."  "Iya aku tau. Tapi kali ini aku bener-bener ada urusan yang nggak bisa ditunda."  "Gue nggak peduli. Itu urusan lo. Gue belum selesai." Shaneen kembali melihat katalog di tangannya. Ia memang terlihat tak peduli sedikitpun.  Yasa memandangi jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Kurang lebih dua puluh menit kemudian barulah Shaneen menentukan pilihannya.  "Gue sih niatnya nikah cuma sekali seumur hidup, so jelas gue mau yang terbaik," ujar Shaneen saat ia dan Yasa meninggalkan toko. Yasa lantas mengarahkan pandangan pada gadis yang tingginya tak sampai sebahunya itu. Shaneen sudah cukup tinggi untuk ukuran seorang perempuan, tapi nyatanya ia tak mampu mencapai bahu Yasa.  Shaneen terdengar sangat enteng saat mengatakan kalau dia hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Apa artinya itu? Apa artinya ia akan habiskan seumur hidupnya dengan Yasa? Sungguh? Terasa tak masuk akal. Tapi sejak awal Shaneen memang sudah menegaskan hal satu ini. Ia hanya akan menikah satu kali. Jadi pernikahannya dan Yasa sebenarnya bukanlah perjanjian menikah berbatas waktu. Lalu apa sebenarnya rencana Shaneen dan Yasa dengan pernikahan ini?  Keduanya berpisah. Shaneen melaju mobilnya ke selatan sementara Yasa melaju ke arah berlawanan.  ...  "Shaneen.." panggilan itu menghentikan langkah Shaneen. Ia batalkan niat masuk ke dalam mobil.  "Kak Rifki.."  "Udah mau pulang aja? Sorry ya tadi sibuk jadi nggak sempat nyambut kamu.."  Shaneen tersenyum lalu menggeleng. Ia mengintip ke belakang pria bernama Rifki itu, tapi Shaneen tak menemukan apa-apa.  "Lain kali aku pasti nyambut kamu kalau kamu datang. Kita nggak sempat ngobrol.."  "It's okay. Gimana kerjaannya?"  "Hm udah hampir beres. Sisa dikit lagi. Hati-hati ya di jalan. Jangan ngelamun bawa mobilnya."  Shaneen tersipu tapi berusaha keras menahan diri agar pipinya tak memerah oleh peringatan sederhana itu. Simple. Hanya mengingatkan untuk hati-hati tapi mampu membuat seorang Shaneen tersipu.  Rifki membukakan pintu untuk Shaneen. "See you.."  "See you.." Shaneen menyalakan mesin mobil kemudian meninggalkan parkir panti asuhan. Ia sempat melirik dari kaca spion. Sebenarnya Shaneen merasa berat meninggalkan panti ini sekarang. Tapi ia juga tak bisa berlama-lama di tempat ini.  Shaneen melangkahkan kakinya menaiki tangga.  "Kamu dari mana? Tadi Mama Yasa nelfon Mami.."  "Hm," jawab Shaneen dengan gumaman pelan. Ia terus menaiki tangga tanpa menoleh atau berhenti.  "Shaneen.." panggil Sasilia. Tak ada sahutan. Shaneen sudah hilang di ujung tangga.  Gadis itu menghempaskan dirinya ke kasur. Ia biarkan tasnya tergeletak di sana. Shaneen menatap langit-langit kamarnya. Sesaat kemudian ia menghela napas.  "Halo Ra, lo di mana? Kerja? Gue ke sana ya ntar." Shaneen memejamkan matanya. "Sekitar satu jam lagi. Udah balik kan lo?" Shaneen menghela napas. "Iya oke satu setengah jam lagi gue ke sana." Shaneen kembali menghela napas. Tadi dia berniat untuk menculik Azura dari pekerjaan gadis itu. Tapi Azura langsung memberikan peringatan.  "Ayo Shaneen," ujar gadis itu seolah memberi semangat pada dirinya sendiri. Sebelum beranjak dari kasur, Shaneen mendapat notifikasi pada ponselnya. Ia meraih benda pipih itu. Hanya beberapa detik setelah ia melihat ponselnya raut wajah Shaneen langsung berubah. Ia terlihat marah dan juga kecewa.  Shaneen melempar asal ponselnya ke atas kasur. Gadis itu kemudian hilang ke dalam kamar mandi.  Layar ponsel menampilkan sebuah instastory dari pemilik akun Jeisyamea. Instastory itu menampilkan foto seorang pria yang tengah sibuk bekerja dengan kuas dan cat.  "Semangat, Hubby," adalah caption yang tertulis pada foto itu.  *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN