Bab 2 Pesona Claris yang Membuat Iri

1983 Kata
Rambut Claris sudah disanggul tinggi khas pelayan hotel pada umumnya. Riasan natural dan lensa kontak sebagai pemanis juga sudah menghiasi penampilannya. Dia mengecek sekali lagi penampilannya pada cermin kecil di wastafel tak jauh dari sana, tersenyum lebar sekilas. Ok! Sudah sempurna! Wajah manis dan dewasa di cermin itu sangatlah bercahaya, dan bisa dikatakan cantik jelita. "Kau bisa, Claris! Ini tidak ada apa-apanya! Lupakan ucapan nenek sihir itu!" ucapnya memberi semangat pada diri sendiri. Wanita ini bergegas mengejar ketinggalannya melihat semua orang mulai meninggalkan ruangan. Bu Mirna mencekal lengan kirinya di depan pintu, mendesis pada Claris dengan wajah bagaikan ular berbisa dan terlihat jelek, "awas jika kau mengacau di pesta ini! Tamat riwayatmu, kutu buku! Krek!" Bu Mirna mengancam dengan ekspresi dibuat-buat, tangan kiri seolah tengah menggorok leher sendiri. Claris ingin rasanya mencolok bola mata Bu Mirna yang melotot mirip bola ping pong, tapi dia tidak boleh membuat masalah, bukan? Dasar! Tahan. Tahan. Bu Mirna memang bukan bos besarnya, tapi menyinggung atasannya sekecil apa pun levelnya, sama saja cari mati! Wanita yang sudah berjalan menuju ruangan besar itu, berdeham menjernihkan tenggorokan, lalu melatih senyum super ramah miliknya yang bisa diberikan kepada semua orang. *** Aula super luas dan megah, terlihat bermandikan siraman lampu kuning temaram yang elegan. Musik klasik nan melodis lembut menyambut Claris ketika melangkah memasuki ruangan. Masuk ke sana sudah seperti terasa masuk ke dunia lain saja. "Claris! Hari ini kau sangat cantik! Semangat, ya!" puji seorang pria berseragam keamanan. Claris mengucapkan terima kasih sambil berbisik, berjalan cepat dan tersenyum lebar menerima nampan berisi kue-kue untuk para tamu. Ada banyak orang-orang berpakaian indah dan mahal membanjiri lantai aula. Semuanya memancarkan kilauan dan aura yang sekali lihat sudah bikin orang sesak napas dengan status mereka. Ini juga tidak luput dari Claris sendiri. Jantungnya deg-degan parah! Pembawaan para tamu-tamu terhormat itu sangat anggun dan begitu sopan, khas para orang elit yang biasa dilihatnya di film-film bertema orang kaya dan berkuasa. Sepanjang bekerja seumur hidupnya, baru kali ini dia bertugas sebagai pelayan di sebuah pesta akbar seperti ini. Selama pesta mewah dan megah itu berlangsung, ada banyak kalangan dari latar belakang berbeda yang hadir di sana. “Astaga... ramai sekali pesta ini... pantas saja semua orang gugup dibuatnya,” gumam Claris takjub, setengah terbodoh mengamati hebatnya pesta orang kaya itu. Rasa gelisah dan tidak percaya diri sedikit mulai menyerangnya. Claris menarik napas dan membuangnya perlahan. “Fokus!” bisiknya kepada diri sendiri, menautkan kening penuh tekad. Wanita ini berjalan membawa kudapan ke berbagai tempat, terpana dan tak percaya berkali-kali dengan apa yang dilihatnya sekarang. Dia adalah mahasiswi jurusan manajemen bisnis, tentu tahu banyak soal berita terbaru di negaranya. Di ruangan luas dan megah berhias sembilan lampu kristal elegan ini, bertaburan banyak para pebisnis dan orang ternama. Bukan hanya para selebriti papan atas, tapi juga sutradara, produser terkenal, pengacara elit, pejabat, dan profesi lainnya yang terbilang kelas atas dan sulit dijangkau. Moli memang tidak salah ketika menjelaskan kepadanya soal pesta megah itu, dan bagaimana persiapan pihak hotel yang sangat hati-hati dalam menyiapkan semua yang terbaik di dalamnya. Claris menjajakan kue yang dibawanya dengan pandangan mata nyaris tak berkedip melihat semua orang-orang ternama itu dari jarak dekat. Dia bukannya bermaksud norak, atau pun lebay, tapi kapan lagi bisa melihat banyak orang terkenal dan berkuasa berada dalam satu ruangan, bukan? "Kue ini enak sekali! Nyonya Nadia memang tahu bagaimana menyenangkan para tamu-tamunya! Aku dengar dia bahkan menyewa chef kelas dunia untuk membuat semua hidangan di pesta ini!" "Pebisnis ulung sepertinya memang tidak diragukan lagi! Semua yang dikerjakannya sangatlah sempurna! Aku sangat senang mendapat undangan darinya begitu mendengar dia akhirnya kembali dari Singapura!" Mendengar hal itu, telinga Claris bergerak-gerak, lalu mendekat ke sana sambil tersenyum manis dan sopan. Ini kesempatannya! Setelah beberapa menit mengamati keadaan, pelayan cantik itu segera melancarkan aksinya. "Tuan?" sapa Claris agak gugup, tapi tetap bersikap profesional kepada sekumpulan para pria yang dia tahu adalah para pebisnis konglongmerat dari majalah bisnis yang pernah dibacanya. Wanita ini menawari kue di atas nampan dengan sangat rendah hati sambil setengah membungkuk. Padahal, diam-diam jantungnya deg-degan parah. Melihat mereka secara langsung begini, sudah seperti mimpi saja! Beberapa di antaranya bahkan pernah menjadi topik mata kuliah dari dosen di kelasnya beberapa hari lalu. Bagaimana tidak senang hatinya sekarang?! Rasa-rasanya, semua yang jadi keinginannya bisa terwujud hanya karena sudah berinteraksi dengan orang-orang tidak biasa itu. Berpikir, kalau begini saja bisa, bagaimana yang lainnya, bukan? Moli harus mendengarkan cerita hebatnya nanti! Claris jadi sangat bersemangat! Darahnya memanas dan berdesir dengan gejolak antusias bermain di dadanya. Tiba-tiba merasa kalau masa depannya bisa menjadi terang benderang! Senyumnya semakin lebar, dan diam-diam memberikan nasihat pada diri sendiri agar lebih rajin bekerja dan mencari uang. Ini bukan mimpi, Claris! Mereka semuanya nyata! batinnya senang. Malam ini, setelah berada di sekitar orang-orang hebat itu, Claris pikir, apa yang tidak mungkin di dunia ini, bukan? Dia tidak pernah menduga kalau suatu hari akan bekerja dan akan berada satu ruangan dengan mereka semua. Para pria yang melihatnya dan menyadari kecantikan Claris yang tidak biasa, seketika terpesona olehnya. Mulut para pria itu sampai lupa ditutup, mata hampir tidak berkedip. Semua mata tertuju kepada pelayan tersebut. Kekaguman dan keserakahan bercampur jadi satu di mata gelap mereka. Claris hanya memberikan senyum ramah tanpa ada pikiran aneh di kepalanya, menundukkan pandangan sekali lagi sambil memajukan nampan menawari kue kepada mereka. "Cantik sekali. Siapa namamu, wanita?" tanya salah satu dari para orang hebat itu, tampak ada cahaya dengan niat buruk di matanya, melintas dengan cepat menilai tubuh sempurna sang wanita. Tubuh Claris sebenarnya tidak terlalu kurus, juga tidak terlalu gemuk. Sangat pas. Claris langsung gugup, tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak bodoh. Instingnya langsung bangkit menyadari ada bahaya! Mata Claris secepat kilat memindai mereka semua satu per satu. Firasat buruk dan hawa dingin seketika menjatuhinya bagaikan disiram sebaskom es dari puncak kepala. Dikiranya, karena mereka orang-orang hebat, jadi para pria itu akan tetap menjaga sikap di depan umum, tapi begitu melihat denyar aneh di mata salah satu para tamu itu, hati Claris tenggelam kecewa. Apakah semua kisah orang kaya itu benar adanya? Semuanya hanya bisa bersandiwara pura-pura bermartabat di depan kamera demi reputasi dan nama baik? "Kenapa diam saja? Siapa namamu, cantik?" godanya lagi, maju dengan cepat. Memberikan senyum yang bikin bulu kuduk Claris berdiri. "Riri, Pak. Nama saya adalah Riri." Sudut bibir Claris tertarik dengan penuh paksaan. Mata melengkung indah bagaikan bulan sabit. Dia tahu tidak boleh memberikan nama asli, setidaknya dia tidak berbohong, kan, dengan cara seperti ini? Melihat ekspresi Claris yang semakin manis itu, jantung para pria ini berdebar gila bagaikan srigala yang menetes-neteskan air liur di depan mangsa tak berdaya. Pipi mereka memerah tidak sopan. "Ah! Riri rupanya. Nama yang indah. Apa kau sudah lama bekerja di sini?" Claris menggeleng pelan, sudah mulai merasakan firasat buruknya semakin jelas dari pria berjas hitam yang terlihat parlente dan banyak cincin batu di jari-jarinya. "Maaf, saya harus pergi dulu mengisi nampan. Selamat menikmati hidangan lainnya," ucap Claris begitu dia melihat kesempatan ketika seseorang mendatangi kerumunan itu dan menyapa dengan penuh semangat. Cepat-cepat dia kabur dari sana tanpa pikir dua kali. Keringat dingin membasahi punggungnya. Tahu, kan, sekarang kenapa dia lebih suka menyembunyikan kecantikannya? Pesta malam ini katanya adalah pesta Golden Anniversary sebuah perusahaan ternama di ibukota, juga sekalian menjadi acara sambutan dan kerja sama dengan sebuah perusahaan super sukses dari Singapura. Tidak heran ada banyak macam tamu yang hadir, tapi Claris lengah, dan tidak menyangka di antara orang-orang itu ada orang-orang seperti tadi. Pria sebelumnya, jelas-jelas memandangnya dengan tatapan sangat mengerikan! “Sial sekali hari ini!” keluhnya kesal berbisik, diam-diam segera mengambil kue cokelat di atas nampan untuk dimakan sendiri. Lumayan memperbaiki mood, kan? Helaan napasnya berat. Claris merasa dirinya sangat naif, karena sempat berpikir bisa mengenal mereka. Minimal bisa setor muka dan dikenal layaknya sedang bertemu selebriti, ternyata malah kekecewaan yang didapatinya. Wanita ini berjalan mondar-mandir melayani tamu. Segera kembali fokus untuk bekerja. Jangan sampai Bu Mirna mencari-cari kesalahannya untuk dimaki-maki kembali usai pesta selesai! Kali ini, Claris lebih waspada dan hati-hati untuk tidak membuka suara, dan langsung menundukkan kepala begitu berhadapan dengan para tamu yang ditemuinya. Kalau saja tidak ada syarat untuk merias wajah jadi cantik, dia tidak akan tampil maksimal hari ini. Tapi, katanya kalau mereka bisa tampil sangat total, maka upah yang mereka terima akan lebih banyak. Pemilik pesta ini sepertinya ingin pesta yang sangat sempurna. Bahkan, para pelayannya saja harus cantik dan tampan. Bagaimana dia yang cupu dan tidak menonjol sehari-hari ini bisa diterima sebagai pengganti Moli? Itu karena sahabatnya menunjukkan foto tanpa penyamarannya kepada sang manajer, langsung disetujui begitu saja tanpa pikir dua kali. “Aku dengar hari ini katanya putra dari Grup Sky, dan Nyonya Nadia akan datang. Tapi, kenapa mereka belum terlihat satu pun, ya?” “Entahlah. Kalau Nyonya Nadia, aku dengar dia adalah wanita yang sangat sibuk. Jadi, agak skeptis rasanya kalau dia bisa hadir di tempat ini meski rumornya bilang dia sudah kembali dari Singapura. Sedangkan pewaris Grup Sky itu, sepertinya masih belum mau menonjolkan dirinya di depan umum.” “Aduh, sayang sekali. Padahal aku berharap bisa bertemu mereka berdua.” Waktu berlalu begitu cepat. Pesta berlangsung sangat meriah, tapi pemilik pesta masih belum juga muncul. Ini membuat semua orang bertanya-tanya dan sangat penasaran. Claris sesekali mencuri dengar, dan mengamati wajah para tamu yang tampak tidak tenang menunggu pihak-pihak penting untuk segera muncul di panggung aula di depan sana. Bagaimana bisa pesta berlangsung tanpa pemilik pesta? Sungguh hebat, bukan, orang kaya itu? "Ya, ampun. Orang kaya memang sebebas mereka, ya? Apa tidak enak hati membiarkan para tamu menunggu seperti ini?" celutuk Claris pelan, memukul-mukul betisnya yang pegal sambil memajukan mulut dengan perasaan sedikit iri, dan juga kasihan melihat para tamu gelisah seperti ditelantarkan. Helaan napasnya berat, kembali berniat untuk mengitari ruangan super luas itu untuk ketiga kalinya. Segelas air sisa di sudut ruangan diraih diam-diam, lalu diminumnya cepat. “Harusnya aku tadi singgah di minimarket dulu beli roti dan air, aduh... aku lapar...” gumamnya lesu. Detik berikutnya, punggung ditegakkan kembali, memasang wajah penuh semangat. Sambil berjalan melayani para tamu, sambil berpikir dan melirik jam di tangannya. Sudah mau pukul 9 malam, dan acara puncak baru akan memasuki waktunya. “Kapan acara ini akan berakhir?” keluhnya dengan suara kecil, kedua bahunya melorot lelah. Wajah Claris agak gelisah dan keringat dingin. Kedua kakinya yang memakai sepatu hak tinggi gemetar dan terasa seperti jelly. Sudah 1 jam lebih berdiri setelah lari gila-gilaan beberapa saat lalu, sepertinya dia sudah mencapai batas hari ini. Dia juga sudah sangat lapar. Tubuh sang pelayan mulai tidak nyaman. Usai bekerja paruh waktu setelah kuliah, dan tanpa sempat istirahat, dia langsung ke tempat ini setelah membersihkan diri secepat kilat. Sialnya, di tengah jalan malah terjadi kecelakaan yang membuatnya harus berlari untuk sampai ke tempat tujuan. Mau tidak mau harus bisa menahan lelah, tapi detik ini tubuhnya berteriak keras untuk segera istirahat. Tapi, apakah dia bisa istirahat? Tidak! Kalau tidak bekerja keras, uang tidak akan datang begitu saja! Beberapa minggu lalu, ayahnya mendapat serangan jantung. Kini sudah berada di rumah sakit dalam pengawasan medis. Dokter bilang, jika tidak segera dioperasi, maka bisa saja serangan berikutnya adalah hal fatal yang merenggut nyawa sang ayah. Namun, mau seperti apapun dia bekerja keras mengumpulkan uang, tetap saja sulit memenuhi biaya tersebut. Belum lagi hutang keluarganya yang menjadi tanggungjawabnya juga. Claris menghelas napas pelan, punggungnya terasa kaku dan pegal. Nampan yang setengah kosong diletakkan sejenak di tepi meja prasmanan. Kalau hanya istirahat beberapa detik, tidak akan jadi masalah, kan? Betapa salahnya Claris! Baru saja meregangkan jari-jarinya yang kaku, dan menggerak-gerakkan pinggulnya, dari arah belakang tiba-tiba terdengar seorang wanita berteriak kencang dan histeris, disertai suara benda pecah dengan sangat nyaring. Bunyinya mirip dengan piring pecah jatuh ke lantai. Nirmala menjerit histeris penuh kegeraman! "YA, AMPUN! GAUN MAHALKU!” Seketika saja tubuh Claris mendingin hebat, mata membesar kaget. Tubuh kaku seperti batang pohon. Suara itu tepat datang dari arah belakangnya, dan sikunya tadi sepertinya menyenggol sesuatu? Semua mata dalam sedetik melihat ke arah ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN