Bagian Pertama

438 Kata
Sudut Pandang Rena "Rena, sini bantu Ibu!" teriak Ibuku terdengar begitu melengking. Aku yang sedang membaca novelku seketika langsung tersentak dan berlari menuju lantai bawah. Dari tangga, aku bisa melihat Ibuku sedang menghias sebuah kue di meja makan. Perasaanku mulai tidak enak. "Bawa kue ini ke tetangga sebelah," ucap Ibu sambil menggeser kuenya lebih dekat denganku. Aku terdiam, mataku melirik ke arah samping, Bang Kenan sedang duduk di bangku meja makan sambil menikmati kue bikinan Ibu. Aku menatap ibu dengan tatapan memelas. "Bang Kenan ada, Bu." "Apa sih. Orang yang disuruh kamu," ucap Bang Kenan tidak terima. Aku menghentakkan kakiku di ubin dengan sebal. "Aku malas ketemu sama temannya Abang, Faresta itu. Dia mukanya galak. Tatapannya tajam. Rena enggak suka," ucapku dengan cepat. "Jangan banyak alasan kamu Rena. Main HP aja kerjaannya. Udah kasih sana ke Bu Linda," ucap Ibu lalu berbalik bergegas ke lantai atas. Dia nampaknya sudah selesai berkutat di dapur. "Faresta baik." Aku mengambil sekotak kue lalu berbalik badan. "Itu kan teman Bang Kenan, pasti dibilang baik." Tanpa menunggu balasan dari Bang Kenan aku melangkah menuju rumah tetangga sebelah. Sesampainya di sana aku mengetuk pintu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban apapun. Bukannya sedih ataupun kesal, aku malah senang. Aku bisa beralasan rumah ini sepi. Aku tersenyum lalu bersiap untuk melangkah menjauh. "Ada apa?" tiba-tiba pintu terbuka dan diselingi dengan suara berat itu. Tidak salah dan tidak bukan, suara itu adalah suara Mas Faresta. Napasku tercekat. Aku benar-benar takut bertemu dan bertatap langsung dengannya. Dia begitu menyeramkan. "Kenapa diam begitu?" tanyanya lagi. Aku menarik napas sebelum berbalik badan. "Ini, mau kasih Tante Linda," ucapku sambil memberikan kotak kue yang aku bawa. Dia hanya terdiam lalu membuka pintu rumahnya lebih lebar, "masuk. Kasih sendiri ke Ibu saya," ucapnya dengan begitu datar. Aku menatapnya dengan tatapan sebal setelah itu bergegas masuk ke dalam rumahnya. "Ibu saya sedang ada di dapur." Aku mengikuti ucapannya dan benar saja Tante Linda sedang berkutat dengan bahan-bahan kue. "Tante," panggilku dengan nada yang lebih ramah. Tante Linda menatapku lalu tersenyum, aku berjalan mendekatinya dan meletakkan kotak kue yang aku bawa, "ini dari Ibu buat Tante." "Wah terima kasih ya." "Lagi bikin kue juga Tante?" tanyaku sambil menatap bahan-bahan yang sedang dia timbang, "iya nih, Ren." "Sendirian aja Tante?" "Iya. Anak Tante kan cuma Faresta, dia mana mau bantu kalau soal masak-masak begini." "Rena mau bantu, boleh?" ucapku menawarkan. Tante Linda menoleh lalu buru-buru menggeleng. "Bantu Ibu kamu aja, Ren. Tante bisa sendiri kok." Sejujurnya aku kasihan saya melihat Tante Linda. Dapurnya benar-benar berantakan, tidak seperti dapur ibu. Mungkin Tante Linda butuh bantuan. "Ibu udah selesai bikin kuenya." "Yaudah, sini bantu Tante." Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN