Eps 2

1260 Kata
Kaella Nerana Husia, wanita cantik yang masih kuliah di semester 6 dan masuk di jurusan desain grafis. Dia cantik, manis dan memang berkepribadian cukup baik. Bukan sahabat Vasha, tetapi mereka saling mengenal saat Vasha baru awal masuk kampus dan berteman hingga detik ini. Kaella mengerjapkan kedua mata, tetapi satu matanya tak bisa ia buka. Pelan helaan nafas berupa rintihan membuat mamanya menoleh. “Kael,” seru mamanya, lirih. “Dimas ….” Lirih Kaella, memanggil sang kekasih. Mama Vella, mamanya Kaella menengadah menatap suami yang berdiri di sebelahnya. Erka, papa Kaella memilih menatap ke lain arah dengan tangan yang terlipat di bawah d**a. “Aku panggil dokternya.” Tak menunggu jawaban istrinya, Erka sudah beranjak pergi. Satu tangan Kaella terangkat, meraba bagian wajah yang terasa sakit. Lalu dia meringis saat ternyata tepat di bawah matanya ada luka gores. Kaella memejamkan kedua mata lagi, dia mengingat kejadian terakhir yang terekam di kepala. Dengan motor matik milik Dimas, mereka berdua berboncengan. Seperti biasa, selalu bercerita dengan tema ringan ketika ada di jalan. Entah, tapi Kaella menoleh saat mendengar suara klakson mobil dari belakangnya. Lalu mobil warna putih itu menabrak motor milik Dimas. Dia berteriak, terpental dan tak mengingat apa-apa lagi. “Ma,” serunya lirih. “Iya, sayang.” Mama Vella mengusap lembut bahu Kaella. Kaella menatap mama dengan kedua mata yang tak bisa sepenuhnya terbuka. “Dimas gimana, Ma?” Terlihat mama Vella meneguk ludahnya. Tangannya mengusap kepala Kaella dengan penuh sayang. “Sayang, jangan mikirin Dimas dulu. Kamu fokus sama kesembuhan dulu ya.” Kaella mendesah pelan. “Aku pas kecelakaan itu sama Dimas, Ma. Sekarang Dimas di mana? Keadaannya gimana?” tanyanya dengan suara lemah, dia baru saja bangun dari pingsan. Mama Vella menahan air mata, sampai di dadanya terasa amat sesak. “Sayang, kamu yang sabar ya. Dimas … dia sudah dimakamkan kemarin pagi.” Ada yang terasa patah, runtuh dan … remuk. Tanpa komando air mata Kaella menetes dari ujung mata. tangannya menggenggam kuat dengan sisa tenaga yang ada. Lalu isakan yang terdengar menyakitkan memenuhi ruang rawat Kaella. “Dimas … huhuhu … enggak … aku nggak mau ditinggal … huhuhu ….” Racau Kaella, sudah tak bisa lagi menahan rasa hancurnya. Kaella memukuli ranjang dengan kepalan tangan, sama sekali tak peduli dengan infus yang menancap di lengannya. “Kael, sabar, sayang … sabar … jangan begini … jangan sakiti diri sendiri ….” Mama Vella menahan tangan Kaella yang akan melepas infus. “Aku nggak mau hidup! Aku mau ikut Dimas! Aku nggak mau … huhuhu ….” “Ya Allah, Kael!” Mama Vella sampai kewalahan menahan tangan Kaella. Tak lama dokter datang bersama dengan papa Kaella. Dokter menyuntikkan obat penenang karna Kaella tidak bisa tenang. Sudah bertunangan dan rencananya mereka akan menikah setelah ujian di semester tujuh. Kaella dan Dimas merintis sebuah usaha pembuatan web yang dikerjakan berdua. Mereka menabung bersama untuk biaya pernikahan dan untuk membeli rumah yang akan mereka berdua tempati setelah menikah nanti. Siapa yang tak hancur saat mendengar kabar kematian sang kekasih yang pernikahannya sudah terlihat di depan mata? Erka mengusap kepala istrinya, mencium puncak kepala Vella yang menangis di dalam pelukan. “Semoga keadaan Kaella lekas membaik. Kamu yang sabar, jangan sampai stres. Kaella butuh dukungan kita.” Tok! Tok! Tok! Di ambang pintu sana, Papa Awan melangkah berdiri menatap Erka. Lalu Vella menarik diri, ikut menatap ke arah pintu sana. “Pak,” sapa Awan dengan kepala yang menunduk sopan. “Silakan masuk.” Erka mempersilakan. Papa Awan melangkah masuk, mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Erka dan Vella. Lalu dia menatap gadis yang tertidur di atas ranjang pesakitan. Ada luka gores di bawah mata, di kening dan beberapa luka kecil ada di pipinya. “Bagaimana keadaan nak Kaella, Pak?” tanya Awan. “Dia … baru saja sadar. Tapi kembali dibuat tidur dengan obat penenang karna dia sempat akan melukai dirinya sendiri.” Tutur Erka. Mama vella mendesah menatap wajah pucat anaknya. “Siapa yang nggak down mendengar kabar jika calon suaminya meninggal.” Awan meneguk ludahnya. “Saya atas nama istri benar-benar meminta maaf dan bersedia membayar kerugian yang bapak dan … nak Kaella minta.” Erka tersenyum kecut mendengar itu. “Itu sudah menjadi kewajiban pelaku, Pak. Karna itu adalah bentuk tanggung jawabnya. Dan saya rasa kasus ini bisa dibawa ke meja hijau untuk diproses. Ini sudah menyangkut nyawa, Pak. Dimas, yang kemarin pagi dimakamkan itu adalah calon menantu saya.” “Apa tidak bisa kita selesaikan secara kekeluargaan saja, Pak?” Awan menawarnya. Dia tidak mungkin tega melihat wanita yang dia cintai akan mendekam di balik jeruji. Erka menatap Vella, mereka berbicara melalui tatapan mata. “Tunggu anak saya sadar. biarkan dia yang memutuskannya.” ** Dengan ditemani Vasha, Angkasa mendorong kursi roda mamanya menuju ke ruang rawat Kaella. Tentu saja bersama dengan papa Awan dan bunda Bella juga. Hari ini mama Selly sudah diperbolehkan pulang. dia nggak ada yang parah, hanya terkejut dan mengalami luka ringan di kepala. “Jadi yang nabrang motor Dimas waktu itu, calon mertua kamu, Va?” tanya Kaella, melirik Vasha yang berdiri di samping Angkasa. Vasha mengangguk. “Dia mamanya kak Angkasa, calon suamiku. Aku tau ini sangat berat, Kael, tapi aku selalu doain agar kamu bisa melewati semua ini dengan hati yang lapang.” Kaella membuang muka dengan kedua mata yang memerah. “Kakiku patah, kalau kamu mau tau.” Dia membuka selimut yang menutupi separuh tubuhnya. Tak hanya Vasha, tetapi semua yang ada di dalam ruangan jadi menatap pada satu kaki Kaella yang dibalut kain kassa. “Aku nggak Cuma kehilangan Dimas, tapi aku juga nggak bisa jalan seperti dulu lagi.” Kaella mengusap embun yang hampir menetes di kedua mata. Vasha mengusap lengan Kaella, dia nggak ngerti harus ngomong apa lagi. “Nak Kaella, tante tau. Kata maaf saja tidak cukup. Bahkan uang sebanyak apa pun pasti tidak akan bisa mengobati luka hatimu. Tapi tante benar-benar sangat terluka. tante juga dihantui rasa salah seumur hidup.” Selly berucap dengan kedua mata yang berair. Dia sudah membunuh orang, dan ini adalah pertama kalinya dia merasa sudah menyakiti hidup seseorang. “Maafkan tante, nak … maaf ….” Angkasa mengusap bahu mamanya lembut. Dia paling tak bisa melihat mamanya menangis. Kaella makin menangis mengingat Dimas. Hidupnya benar-benar merasa telah terluka. mama Vella mengusap punggung anaknya yang bergetar karna tangis. “Nak Kaella, apa ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan saja?” tanya Awan setelah keadaan hanya diisi dengan tangis mama Selly dan Kaella. “Saya benar-benar bersedia membayar berapa pun, memberikan apa pun asal istri saya tidak dimasukkan ke dalam penjara. Erka memang hanya papa sambung Kaella, tapi Kaella besar dengannya. Melihat anak gadisnya menangis begini, dia ikut sakit juga. “Maaf, Pak—” “Baik, saya akan mencabut tuntutan itu.” Kaella memotong kalimat papanya. “Kael,” pekik Erka dengan terkejut. “Tapi saya mau Angkasa menikahi saya esok hari.” Lanjut Kaella, dengan suara keras tapi tetap terdengar serak. Bukan hanya Angkasa dan Vasha, tetapi semua yang ada di dalam ruangan melebarkan mata. menatap sangat tak percaya pada Kaella yang mengeluarkan keputusannya. “Kael,” seru Vasha dengan suara tertahan. “Sorry, Va, aku nggak ada maksud menyakiti kamu, tapi aku hanya ingin melihat dia juga terluka karna tak bisa menyatu dengan orang yang dicintai.” “Astagfirulla’aladzim, Kael, pernikahan itu adalah ibadah. Jangan membuat pernikahan sebuah permainan untuk melampiaskan rasa sakit hatimu.” Vasha mengingatkan dengan keadaan hati yang tentu saja berdebar. “Aku nggak peduli itu, Va. Tetapi jika kalian tidak mau, aku juga tak masalah. Aku akan tetap melanjutkan kasusnya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN