Kinara duduk di ruang kerjanya, tangannya memegang kompas kristal yang telah lama retak.
Lima hari telah berlalu sejak ia mengirim pesan Batin kepada Arya.
Ia telah menerima balasan melalui Jaringan Senyap—dua Jenderal Bayangan muncul di dekat ibu kota, tetapi hancur tiba-tiba menjadi debu, tepat sebelum pasukan Nyi Ratih tiba. Keseimbangan telah pulih, krisis Kalana telah usai, dan Kinara tahu siapa yang harus ia syukuri.
Ia membiarkan dirinya merasakan kelegaan sesaat, tetapi sebagai Ketua Dewan, ia harus tetap tegar. Kinara baru saja selesai memimpin rapat Dewan Tetua yang penuh ketegangan, menenangkan kekhawatiran tentang 'Pemuja Kegelapan'. Ia menyajikan kisah tentang sebuah kultus kecil yang dihancurkan oleh 'badai energi spiritual' yang misterius di Barat Daya.
Cerita itu meyakinkan, tetapi ia tahu kebenarannya jauh lebih gelap, dan Bayangan Senyap kini menanggung beban itu sendiri.
Malam itu, Kinara kembali ke altar pusaka. Keris Naga Langit dan Permata Surya terasa hangat di hadapannya. Ia tidak melihat Arya, tetapi ia merasakan kehadirannya di suatu tempat di luar sana. Tiba-tiba, Nyi Ratih masuk dengan tergesa-gesa, wajahnya pucat.
"Kami menemukan sesuatu di reruntuhan Gua Serigala," bisik Nyi Ratih, meletakkan sepotong kecil batu yang hangus. "Ini bukan Batu Bayangan. Ini adalah pecahan batu yang diukir dengan Lambang Lima Naga."
Kinara mengambil pecahan batu itu. Simbolnya jelas: seekor naga berputar mengelilingi lima bintang kecil, tetapi salah satu bintang telah dipahat, menyisakan sebuah lubang samar. Ini adalah lambang faksi Naga Purba, yang seharusnya musnah dalam kudeta.
"Tidak mungkin," desah Kinara. "Keluarga Naga adalah Darah Naga Pertama, yang menguasai takhta. Lima lambang itu merujuk pada lima faksi Naga yang tersebar di lima kerajaan. Hanya satu faksi yang harusnya tersisa."
Nyi Ratih menatapnya lekat-lekat. "Aku telah mempelajari arsip kerajaan lama selama revolusi. Ada legenda kuno tentang faksi kelima—Naga Cermin.
Faksi ini bertugas menjaga Kerajaan Mandira dari bayangan mereka sendiri. Mereka adalah para filsuf, sejarawan, dan... Kartografer Bintang."
Kinara terdiam, jantungnya berdebar kencang. Ia teringat ibunya yang selalu menatap langit dan mengajarkannya rahasia peta bintang.
"Ibumu," lanjut Nyi Ratih, suaranya sangat rendah. "Ibunya bukan hanya tabib desa.
Ia adalah keturunan Darah Matahari, ya, tetapi juga keturunan terakhir Naga Cermin."
Naga Cermin.
Nama yang Arya tahu hanya muncul dalam legenda paling samar.
Faksi ini menghilang dari catatan sejarah ribuan tahun lalu. Mereka dianggap terlalu lemah, terlalu fokus pada kearifan dan bintang, bukan pada perang.
Mereka melindungi Mandira melalui pengetahuan dan ramalan, bukan pedang.
Kinara kini menyadari asal-usulnya yang sesungguhnya. Ia bukan hanya Darah Matahari yang memberikan legitimasi politik; ia adalah pewaris Naga Kelima, yang memiliki takdir untuk memimpin Mandira bukan dengan kekuatan, melainkan dengan pengetahuan dan keseimbangan yang ia bawa. Itu menjelaskan mengapa Arya begitu mempercayai penilaian dan strategi Kinara—ia memiliki darah Naga yang paling murni dalam hal Dharma dan Keseimbangan.
"Pecahan batu itu dari lambang lama. Bhairawa pasti sengaja menghancurkannya untuk menghapus jejak Naga Cermin," Kinara menyimpulkan, nadanya kini dingin dan logis, sebagai seorang pemimpin. "Lambang yang hilang ini berarti ada Pewaris Naga lain di luar sana.
Bukan dari faksi takhta, melainkan dari salah satu dari tiga faksi Naga yang tersisa di Semenanjung Utara."
Kinara mengambil alih kendali. "Ratih, kita harus bertindak. Pewaris Naga yang hilang itu bisa menjadi sekutu, atau ancaman jika ia haus takhta seperti Bhairawa.
Kita harus mendahului mereka. Misi kita adalah mencari tahu siapa faksi yang tersisa itu dan di mana mereka berada."
Nyi Ratih mengangguk, mengakui ketegasan Kinara. "Bagaimana dengan Arya? Apakah kita memberitahunya tentang Lambang itu?"
Kinara menatap Keris Naga Langit. Ia tahu, Arya kemungkinan besar adalah orang yang menemukan pecahan lambang itu.
Ia mengirimkan pesan Batin lain, tetapi kali ini hanya berupa pernyataan yang tegas: "Lambang Lima Naga. Kau telah menemukan petunjuk baru. Keseimbangan Mandira kini dipertaruhkan oleh Darah Naga yang lain. Cari tahu siapa dia. Kau adalah mata kami."
Kinara memutus koneksi Batin itu. Di luar sana, di Lembah Peneduh, Arya menerima pesan tersebut.
Ia kini tidak hanya memikul beban pengorbanan, tetapi juga misi baru: memburu pewaris darahnya sendiri, sebelum darah Naga yang hilang itu membawa Mandira kembali ke dalam kekacauan.