Feby sedang duduk disofa empuk milik keluarga susanto, ia melirik ke arah kakinya, yang benar saja. Bahkan ini bukan sekedar keseleo biasa.
Memang ada bekas biru memar karena preman atau berandalan tadi.
Bagaimana besok ia akan bekerja? Lalu bagaimana juga besok ia akan sekolah?
Feby merasa kesal karena lalai menjaga dirinya sendiri.
Leindra datang dari arah dapur membawa sebaskon air berisikan es batu dan juga handuk.
Feby pun paham, pasti Leindra akan mengompresi kakinya dengan barang-barang itu.
Pasti rasanya akan pedih.
"Aduh saya jadi ngerepotin mas."
Feby langsung merenung, betapa menyusahkannya dia hari ini.
Sudahlah di bawa teraktir makan, eh malah mau dibegal untung saja di selamatin, walau Leindra juga terkena pukulan kecil yang menurutnya tak berasa apa-apa, malah tadi setelah turun dari mobil, Feby juga malah terjatuh kembali ternyata kakinya memang tak sekuat itu untuk hanya di papah, jadi ia harus di gendong dengan Leindra.
Aish. Kalau Feby baper sama suami orang bagaimana?
"Gapapa, anak saya juga pasti banyak ngerepotin kamu, toh?"
Lalu Leindra membuka sepatu kets Feby dengan perlahan, walaupun begitu, Feby sudah hampir akan berteriak.
Padahal hanya meregangkan sedikit kaki tapi mengapa sebegitu besar efeknya?
Begitu Leindra ingin membuka kaos kaki, Feby teringat akan sesuatu.
"Aduh mas, meningan biar saya saja deh yang membuka dan mengompres sendiri, mas beberes yang lain saja dulu,"
Feby mengelak dan menggerakkan kakinya melalui mengangkat dari bagian tulang paha ujungnya yang berdekatan dengan tempurung kakinya sendiri agar pindah.
"Loh? Tidak apa, biar saya saja, nanti adanya kamu malah luka lagi,"
Lalu Leindra pun menggenggam pergelangan kaki Feby dengan kuat.
Tapi masih saja Feby mencoba membuat kakinya agar tak disentuh dan kaos kakinya agar tak dibuka.
Namun hal itu sia-sia.
Karena apa?
Leindra malah menarik ujung kaos kaki itu ketika Feby menggerakkan kakinya.
Leindra meneliti, kenapa Feby sampai tidak ingin kakinya terlihat?
Dan setelah ia mengobservasi kaki milik Feby ia pun sadar.
Kaki Feby memiliki kulit yang tebal, keras, pecah-pecah dan juga mengelupas.
Itu semua pasti karena kering. Dan biasanya kering akibat terkena panas sering tidak menggunakan sendal pada siang hari.
"Kamu ga usah malu, kaki saya bahkan lebih jelek dari ini,"
Tenang Leindra berharap omongannya membuat Feby tidak malu lagi.
Perempuan di depannya pun langsung menyengir, yang benar saja, ia malu dan juga tidak enak dengan Leindra.
Lalu entah mengapa elusan dan kompresan Leindra membuatnya mengantuk, dan benar saja, sudah pukul sebelas malam lewat sedikit.
"Kamu karate dimana memangnya?"
Feby langsung menoleh ke arah Leindra.
"Mas tahu dari mana saya karate?"
Leindra langsung tersenyum kecil.
"Dari cara kamu ngunci tangan saya dan melepaskan tangan kamu dari saya."
Wajah Feby langsung memerah, benar-benar malu rasanya.
Leindra mewajari kaki Feby yang bermusim kemarau itu.
Kalau karate di sekolah, pasti di lapangan, dan latihan fisiknya juga mengitari lapangan lima sampai lebih putaran.
Makanya kaki Feby jadi seperti itu.
"Kyu berapa?"
Tanya Leindra lagi sambil mengelus kaku Feby pelan-pelan, menurut Feby, rasa sakit di kakinya tergantikan dengan rasa elusan hangat dari tangan Leindra.
Nikmat sekali rasanya.
"Baru saja kyu 1 dua bulan yang lalu."
Jawab Feby dengan jelas.
Ia sedikit menggigit bibirnya, entah kenapa pikirannya mulai lari-lari.
Seperti nya tangan Leindra yang hangat seperti itu akan nyaman jika di gandeng.
Feby jadi semakin penasaran.
Sebenarnya, Leindra ini duda? Atau masih beristri?
Tapi ia paham, jika menanyakan hal itu sepertinya tidak pantas.
"Sudah,"
Kata Leindra sambil membalut kaki Feby dengan plester perban.
"Makasih ya mas,"
Ucap Feby sambil mencoba untuk tegak tapi langsung terduduk kembali dengan Leindra yang dengan cepat memegangnya dan membiarkan dirinya terlebih dahulu bertumpu di bawah, jadi mereka jatuh di sofa dengan posisi Leindra yang memangku Feby.
Deg deg, deg deg.
Tuhan terlalu cepat mengabuli permintaannya, bahkan ia bukan sekedar merasakan tangan Leindra.
Bahkan berada di pelukan pria itu!
Feby yang tak sengaja memegang d**a Leindra pun langsung menjauhi dan menggeser dirinya sendiri agar jatuh ke sofa samping.
Tapi ia tak sadar saat ia menggeser, ada benda milik Leindra juga yang ikut bergesek dengan pahanya.
Hal itu membuat Leindra mengerang pelan.
Akhirnya mereka berdua saling diam-diaman.
Feby hening dengan pikirannya dan hatinya yang berdegup karena duduk di pangkuan Leindra.
Sedangkan Leindra hening karena ia memikirkan sesuatu yang seharusnya ia tidak pikirkan.
Karena baginya itu kekerasan pada anak sekolah atau anak dibawah umur.
Memang benar, mungkin ia sudah seperti om-om p*****l.
Sial.
"Mas,"
"Kamu,"
Mereka berbicara bersamaan dan sama-sama ingin menoleh dan pada akhirnya sama-sama malu lagi dan kembali ke posisi awal.
Pada akhirnya Leindra bicara.
"Kamu duluan saja,"
Feby pun langsung menggeleng tak setuju dengan perkataan yang dikeluarkan oleh Leindra.
"Tidak, mas duluan saja."
Lalu Leindra langsung berdiri yang membuat Feby mendongak.
"Saya ingin membuat minuman dulu, kamu mau teh hangat?"
Feby langsung mengiyakan pertanyaan Leindra dengan tanpa sadar ia melakukan suatu yang s*****l di mata Leindra, yaitu menjilat bibirnya sendiri dengan pelan.
"Yasudah saya kebelakang dulu ya, kamu disini saja,"
Lalu dengan cepat Leindra langsung ke arah dapur dan menenangkan dirinya.
Sedangkan Feby memegang dadanya sendiri, jantung berdegub cukup kencang.
Bagaimana ini?
Ia melihat ke arah punggung Leindra, yang bahkan jika orang melihatnya, orang-orang juga tahu bahwa Leindra tampan.
Bahkan sangat tampan.
Pria itu berkharisma walaupun Feby belum mengetahui pekerjaan Leindra.
Yang jelas pasti pekerjaannya juga tampan.
Sama seperti orangnya.
Leindra yang sudah di dalam dapur pun langsung mengambil dua gelas dan mengisi keduanya dengan gula secukupnya, lalu memberikan masing-masing teh celup kepada dua gelas itu.
Lalu mengisi nya dengan air panas.
Setelah itu pun ia menaruh ke dalam tatakan gelas dan akan membawanya ke ruang tamu untuk dihidangkan kepada Feby.
Tapi begitu ia menaruh gelas itu di meja kaca di depan Feby duduk.
Ia melihat perempuan ini sudah tertidur.
Dengkuran halus terdengar di telinga Leindra.
Melihat perempuan ini terlelap dan jatuh dalam mimpi karena terlalu lelah, membuat Leindra tersenyum kecil.
Dan duduk di samping perempuan itu.
Tanpa sadar Leindra menyelipkan rambut yang turun menutupi wajah Feby agar ke belakang telinga perempuan itu sendiri.
Wajah perempuan ini memang jelas terlihat garis batak yang ada.
Sepertinya gadis di depannya ini mengambil sisi keturunan yang baik-baik.
Dengan mengambil cantik dari ibunya dan bersih kulit putih dari keturunan ayahnya.
Walaupun ini hanya persepsi dari Leindra, tapi ia yakin begitulah adanya.
Lalu ia pun menuju ke dalan kamarnya sebentar, mengambil selimut, tak lupa ia ke kamar seberang, kamar Elang, memastikan anaknya juga sudah terlelap.
Lalu ia memakaikan Feby selimut yang ia bawa dan mengangkat kepala gadis itu agar menyender kepada bahunya.
"Mimpi indah, By."
Ucap Leindra dengan pelan.