2
Rasanya tetap sama, meski telah dipatahkan berkali-kali~
Pukul 08.15, Chaca baru sampai di sekolah barunya. Gadis mungil itu sedikit menyesal karena minta diturunkan di tengah perjalanan yang ternyata masih jauh dari sekolah barunya.
Chaca bisa saja menaiki kendaraan umum, namun Chaca lupa bahwa ia meninggalkan dompet dan ponselnya di dalam mobil Chiko.
Jadi ia harus berjalan kaki selama satu jam lebih. Belum lagi harus berdebat dengan satpam yang sangat keras kepala.
Sekarang Chaca sedikit lega karena sudah berada di kantor guru sesuai arahan pak satpam yang ngeyel tadi.
Flashback on,
"Pak, bukain gerbang nya!!" Pinta Chaca sebari memeluk basi yang menjulang tinggi didepannya.
"Kamu pikir saya bakalan percaya sama modus kamu?"
"Pak, saya gak modus kali. Saya emang murid baru disini!" Sebal Chaca naik darah.
Tak jauh dari tempat gadis itu berdiri, disana berdiri pula seorang laki-laki dengan perut buncit bertopi hitam dan berseragam khas satpam dengan tanda pengenal 'Vega' itu berdiri sebari memainkan kumisnya yang tebal itu.
"Mana buktinya kalo kamu murid baru disini?"
"Ya ampun pak, saya udah jelasin berapa kali lagi kalo dompet saya ketinggalan dimobil salah satu murid disini?"
"Siapa pemilik mobil itu, biar bapak mintain!''
"Ck, dia bukan orang biasa pak. Ga-"
"Kalau boleh tau, ada apa ya pak?"
Suaranya sangat lembut, membuat Chaca langsung mengarahkan pandangannya ke sumber suara dimana ada seorang cowok berseragam lengkap dan rapih dengan name-tag 'Rio Al-farizky' berdiri tegap.
Cowok itu tersenyum kearah pak satpam, cowok dengan tinggi badan 175 centimeter yang tak lain adalah ketua OSIS di SMA Tunas Bangsa, cowok teladan dengan segudang prestasi dan wajah yang tampan.
"Ini den, cewek ini ngaku-ngaku jadi murid pindahan supaya bisa masuk, padahal dia udah telat satu jam lebih" ucap pak Vega sangat bersemangat.
"Enak aja bapak bilang saya cuma pura-pura, saya emang murid baru pak! Gue gak bohong sumpah! Rio, lo bisa bantu gue kan?"
"Lo kenal gue?"
"Tuh kan, kamu pasti pura-pura jadi murid baru. Buktinya kamu kenal Rio padahal saya belum liat Rio ngenalin dirinya ke kamu"
Chaca memutar bola matanya malas "Ya jelas saya bisa tau nama dia Rio lah pak, saya gak buta! Noh liat name-tag nya" kesal Chaca.
"Tinggal bukain gerbangnya apa susahnya sih pak?" Ucap Chaca sebari menghentakkan kakinya sangat kesal sebari bertingkah sangat imut menurut Rio yang tak henti-hentinya tersenyum melihat tingkah Chaca.
"Imut" ucap Rio tanpa sadar.
Chaca memanyunkan bibirnya "Lo ngapain senyum-senyum kayak orang gila!, Cepetan bantuin gue jelasin ke pak satpam keras kepala ini! Gue gak mau hari pertama gue tambah ancur"
"Nama elo siapa? Biar gue tanyain guru"
"Nama gue Chaca, Chaca Yuliana Fernando"
"Neng Chaca?"tanya pak Vega.
"Lo Chaca tunangannya Chiko?" Tanya Rio.
Mata Chaca membulat, apakah dirinya seterkenal itu?
"Lo tau dari mana kalo gue tunangannya Chiko?" Tanya Chaca.
"Satu sekolah juga udah tau kali Cha" kekeh Rio.
"Iya neng, saya juga tau" Mata Chaca mengarah ke pak Vega
"Giamana? Bapak udah percaya kan kalau saya murid baru?" Tanya Chaca dengan nada sinis.
"Iya neng, maafin bapak tadi gak percaya"
"Terus sampe kapan saya harus berdiri sambil meluk pager kayak gini??" Ucap Chaca, pak Vega langsung membukakan gerbang.
Chaca berjalan melewati gerbang dengan muka yang sudah kucel namun terlihat sangat imut. Rio berdiri di samping Chaca, tercetak jelas perbedaan tinggi badan diantara mereka membuat Chaca harus mendongakkan kepalanya jika ingin menatap cowok tinggi itu.
"Ya sudah pak, saya pergi dulu ya. Sekalian nganterin Chaca ke ruang guru" ucap Rio.
"Oh iya pak, maafin Chaca ya tadi sempet ngebentak bapak. Hehe" ucap Chaca sebari meringis.
"Iya neng, saya juga minta maaf tadi sempet gak percaya"
"Siap pak, salaman dulu sini pak" kata Chaca lalu menyalami pak Vega membuat Rio semakin mengagumi sosok Chaca yang sedikit berbeda dengan gadis yang selama ini ia jumpai.
"Ayo, katanya mau nganterin gue ke ruang guru?" Rio sedikit kaget, pasalnya ia tengah melamun dengan tatapan mengarah pada gadis pendek itu.
"Ayo"
"Gue boleh nanya gak?"
"Boleh!"
"Lo Kelas berapa?"
"2, elo?"
"Sama" sahut Chaca dengan mendongakkan kepalanya
"Kenapa sih cowok di Jakarta tinggi-tinggi?" Tanya Chaca ngawur.
"Emang elo asal mana?"
"Bogor, kenapa?"
"Di Bogor gak ada cowok tinggi?"
"Ya mana gue tau, gue sekolah di sekolah khusus perempuan. Abis pulang sekolah, gue langsung disuruh bimbel. Abis itu tidur"
"Oh, sorry nih gue gak bisa nganterin sampe ke ruang gurunya, Gue masih ada urusan, elo tinggal lurus terus belok kanan, nanti juga ada tulisannya" ucap Rio.Chaca mengangguk
"Tenang aja, gue gak bakal kesasar kok. Ya udah gue duluan yah" kata Chaca melambaikan tangannya sebari tersenyum kearah Rio yang membalas lambaiannya dan ditambah senyum manisnya.
Flashback off
"Chaca kamu langsung masuk ke kelas aja, disana sudah ada wali kelas kamu kok" ucap seorang wanita dengan make up tebal.
"Kalau boleh tau, kelas saya sebelah mana ya buk?" Tanya Chaca.
"Dian!" Panggil guru itu kepada seorang siswi berambut panjang hitam dengan kaca mata tebal, gadis itu menghampiri guru itu.
"Kenapa ibu Kiki manggil saya?" Tanya Dian sopan.
"Kamu anterin murid baru ini, dia kebetulan sekelas sama kamu" ucap buk Kiki.
Dian mengangguk patuh "Ayo" ucap Dian.
"Ya udah buk, saya masuk kelas ya, makasih" ucap Chaca lalu mengekor dibelakang Dian.
"Kalo boleh tau nama kamu siapa?" Tanya Dian menundukkan kepalanya.
Chaca tersenyum "Gue Chaca, lo Dian kan?"
"Iya" ucap Dian masih tetap menundukkan kepalanya.
"Kenapa nundukin kepala terus? Gak baik buat perempuan"
"Kenapa gitu?"
"Kalo lo nunduk terus, siapa yang bakal liat wajah elo. Lo gak takut, orang-orang mandang elo rendah cuma gara-gara elo selalu nundukin kepala?" Jelas Chaca.
"Aku emang rendah kok, aku anak orang mis-"
"Tau darimana kalo elo miskin? Kata orang?"Dian mengangguk, Chaca menggenggam kan tangannya.
"Ibaratkan tangan gue tuh orang kaya sama orang miskin, yang mengepal itu orang kaya terus yang gak mengepal itu orang miskin, apa perbedaannya?"ucap Chaca.
"Jelas beda, orang miskin itu lemah sedangkan orang kaya itu kuat"
"Salah, mereka gak ada bedanya. Mereka sama-sama tangan. Tergantung manusia mau liat dari mananya, kalo mereka liatnya dari menteri mungkin banyak perbedaannya. Tapi perlu Lo tau, manusia memiliki cara pandang mereka sendiri"
"Jadi mulai sekarang jangan nundukin kepala elo, buktiin kalo elo tuh gak ada bedanya sama anak-anak orang kaya. Gak usah minder!" Ucap Chaca.
Dian menurut, gadis itu tersenyum lalu menegakkan kepalanya "Nah gitu dong, jadi orang bisa liat elo" ucap Chaca gembira.
"Jadi temen gue, mau gak?" Tanya Chaca.
"Kamu gak malu?"
"Malu kenapa?, Mulai sekarang kita teman ya?"
"Iya" sahut Dian
"Lo dikelas duduk sama siapa?"
"Sama temen aku, kenapa Cha?"
"Gue takut gak kebagian tempat duduk, hehe"
"Tenang aja, dikelas masih ada dua bangku kosong kok"
"Syukur deh"
"Tapi kalo boleh aku saranin, mending kamu satu bangku sama Chiko aja"
"Chiko?"
"He'em, meskipun dia agak bandel dan susah diatur. Tapi dia gak bakalan main fisik sama perempuan, beda sama Rian"
"Rian?"
"Iya Rian, dia tuh kedudukannya hampir sama kaya Chiko di sekolah ini, tapi Rian lebih bahaya soalnya dia gak pandang bulu, kalo dia ngerasa diusilkan atau terusik dia gak Segan-segan bikin lawannya masuk rumah sakit, meskipun itu perempuan"
Chaca memanyunkan bibirnya.
"Ternyata masih ada orang yang lebih buruk dari Chiko" kekehnya.
"Kenapa Cha?"
"Gak papa kok, oh iya kelasnya sebelah mana ya? Kok gak sampe-sampe sih?"
"Bentar lagi kok, di pojok sana" ucap Dian sebari menunjukkan arah dengan jari telunjuknya.
°°°
See you next part..
Moga suka sama ceritanya
Salam
sellaselly12