Terik mentari berubah menjadi gelap, langit yang cerah menjadi kelabu seiring mendung yang menyelimuti , gerimis mulai turun disertai gemuruh Guntur yang menambah suana mencekam. Dua orang tua yang sedang menunggu anak yang belum pulang juga, semakin cemas dengan keaadaan seperti ini. Dimana anaknya beradapun Mereka tidak tau, mereka tau hati anakny tidaklah sedang baik baik saja, dari itulah mereka takut terjadi apa-apa dengan putrinya .
Tidak biasanya juga nomornya tidak bisa dihubungi, mereka semakin cemas setelah menghubungi teman dekat putrinya yang menyatakan bahwa Ana sudah pulang dari siang tadi , Ana tak mau diantar dia ingin pulang sendiri. Sempat mereka berfikir untuk meminta Raka untuk mencari namun diurungkan , Adel tak akan mungkin mengijinkan apalagi Raka adalah mantan atau lebih tepatnya calon suami yang direbut kakak sendiri. Sungguh ngak pantasnya jika mereka meminta bantuan kepada Raka.
“ Pak kemana Ana pak? Kenapa belum pulang juga,, ibu takut pak” Bu Rina mulai panik dan menangis , takut jika Ana sampai berbuat nekat , walau dalam hatinya percaya anaknya tak mungkin seperti itu.
Pak Nugraha hanya bisa memeluk istrinya erat, dirinya bagai dibelenggu akan posisi nya sebagai ayah saat ini,bagai mana tidak, anaknya tersakiti oleh anaknya sendiri. Berat rasanya harus membela anak yang mana , walau dia tau siapa yang salah diantara mereka . Hujan semakin deras tapi Ana belum juga datang , apa yang harus dia lakukan? ,sedang untuk mencari sendiri Pak Nugraha tidak tega meninggalkan istrinya sendiri dirumah. Ahir ahir ini kesehatan istrinya menurun mungkin karna fikiran mempengaruhi kondisinya yang memang sedang ada penyakit, Namun Bu Rina tak mau ada yang tau termasuk anak – anaknya, lemah jantung , itu penyakit yang diderita Bu Rina saat ini.
Suara langkah kaki berlari kecili diatas ,air menimbulkan suara lain diantara suara hujan bagaikan magnet yang menarik kedua pasang mata sontak menoleh kearah yang sama . mereka yakin itu adalah langkah kaki Ana , merekapun mendekati anaknya yang baru saja datang.
“ Bapak , ibuk kenapa berada di depan? “ Ana tau orang tuanya pasti cemas menunggunya , tapi Ana berpura pura tak tahu dengan bertanya seperti itu.
Tampa menjawab pertanyaan anaknya Bu Rina langsung memeluk erat putrinya , ibu mana yang tak hancur melihat anaknya datang dengan keadaan seperti ini , basah kuyup dengan percikan lumpur di baju dan celananya. Bu Rina yakin anaknya baru saja habis menangis , matanya yang sedikit bengkak dan sembab.
“ Maafkan Ana buk, ibuk dan bapak pasti cemas, ,, tadi Ana mampir dulu ke makam nenek buk” dalam dekapan sang ibu Ana menceritakan apa yang dia lakukan hingga dia terlambat pulang. Sang ibu hanya mengganguk tampa suara hanya air mata yang keluar mewakili perasaanya , salah apakah yang dilakukan dirinya di masa lalu hingga Allah memberikan cobaan yang berat untuk anak perempuanya ini.
“ Buk biarkan Ana bersih bersih dulu , kasian nanti masuk angin buk, “ saking leganya Bu Rani sampai tak rela melepas pelukannya , Paka Nugraha tau bagaimana perasaan Bu Rina saat ini .
“ i i iya sayang, mandilah dan ganti baju nak, ibu akan siapkan makan untukmu ya nak, apa mau ibu siapkan air hangat dulu nak untuk mandi?” dengan tangan yang terus mengusap usap rambut bsah anaknya dengan lembut.
“ tidak usah bu , kalau gitu Ana mandi dulu ya bu , pak” seraya memandang kedua orang tuanya bergantian meminta izin
Ana keluar kamarnya, telah rapi dengan kimono tidurnya , dia melirik kamar kakaknya yang tertutup rapat ‘ apa mereka sudah tidur’ pertanyaaan yang timbul di dalam hatinya tiba tiba.
“yah mungkin mereka sudah tidur, suasana begini memang sangat nyanman untuk tidur” lagi lagi hati Ana berkata sejalur dengan apa yang di bayangkan saat ini , di suasana yang seperti ini sepasang pengantin baru pasti tak menyia-nyiakan menikmati momen yang pas untuk berduaan, bayangan yang timbul difikiranya Tampa sadar malah menambah sesak dalm dadanya. Tampa pertanyaan Pak Nugraha memberikan jawaban atas apa yang di fikirkan anaknya saat ini
“ mereka menginap di rumah orang tua Raka nak,, sudah sini makan , kamu pasti laparkan “ kasihan itu yang terfikir oleh Pak Nugraha , tapi mau bagaimana lagi semua telah terjadi , dia hanya berharap anaknya bisa menjalani ini semua.
Setelah menghabiskan makanan yang telah disiapkan ibunya Ana langsung pergi kekamar , dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur kesayangannya , tak sengaja dia menatap boneka yang pernah di kirimkan Raka untuknya pada hari ulang tahunnya. Memang Raka tak pernah pulang dalam waktu 6 tahun ini , tapi dia tak pernah lupa mengirimkan hadiah ulang tahun dan hari jadian mereka setiap tahunnya .
Boneka dan barang – barang yang dibelikan Raka untuknya masih tersusun rapi di meja , bahkan foto saat masih sekolahpun masih terpajang disana. Tak terasa air mata Ana kembali bergulir berselancar bebas melewati pipi mulus miliknya,
‘ Mengapa jadi seperti ini ya Allah, penantiaanku , kesetiaanku dan cintaku selama ini , hangus dengan waktu semalam saja, mas kenapa kamu tega sama aku,,, hik hik , apa salahku mas ? kenapa harus dengan kakak mas? Kenapa kamu menyiksaku dengan seperti ini mas, kenapa tidak dari dulu saja mas ? kenapa harus di ambang pernikahan kita.’ Beribu pertanyaan timbul di fikiran ana saat ini , campur aduk tak karuan . Lelah yang di rasakan tak lagi di badan namun di hati dan fikiranya, lelah menagis dalam diam ahirnya dia pun tertidur .
Bagai aliran listrik yang menyengat, Raka pun berfiran yang sama dengan Ana, kenapa dengannya hingga dia begitu tega sama Ana seperti ini, pandangannya tertuju pada almari tempat dia menyimpan barang yang rencananya ia akan memberikannya saat menginap bersama Ana disini. Satu set berlian yang dia desain sendiri dengan berlian yang berwarna putih itu sangatlah cocok jika Ana memakainya. Tapi harapanya sirna dengan kesalahan yang dia perbuat sendiri. Sekarang yang tidur diranjangnya bukanlah Ana , melainkan Adela kakak tiri Ana.
Raka mengambil kotak merah berisi berlian itu dan membawanya keluar, langkahnya menuju kamar ayah dan ibunya.
“ buk , ibuk apa ibuk sudah tidur?” Raka memangil ibunya sambil mengetuk pintunya
Mendengar pangilan anaknya ibunya pun langsung membuka pintu kamarnya , setulnya Pak Budi dan Bu Safitri belum tidur , mereka juga sedang berfikir kenapa seperti ini jadinya, mereka sudah sangat senang jika Ana menjadi menantunya, tapi tiba tiba rasa senang itu hilang saat kenyataan itu berkata jika menantunya sekarang bukanya Ana ,melainkan kakak tirinya yang terkenal agak bandel di masyarakat sekitar.
“ lho ka belum tidur nak? “ tanya Bu Safitri melihat anaknya yang sedang berdiri di depan kamarnya membawa satu kotak persegi , berwarna merah ditanganya.
“ buk boleh aku masuk sebentar?” ibunya hanya menganguk tampa menjawabnya
“ buk bolehkah aku titip ini sama ibuk?” sambil menyodorkan kotak tersebut pada ibunya
“ apa ini nak? Kenapa harus ibu yang menyimpannya?” Bu S afitri bingung apa isi kotak ini dan untuk siapa sebetulnya
“ buk ini perhiasan yang aku desain sendiri untuk Ana buk, aku ingin dia memakainya suatu hari nanti, aku ngak rela orang lain memakainya buk” bulir air mata mulai menetes , sesak didadanya benar benar membuat dia tersiksa..
“ baiklah nak ibu akan simpan ini baik baik, ibu juga sangat sedih harus kehilangan menantu sebaik Ana nak” Bu Safitri menerima kotak itu dan memeluk anak laki lakinya ini , dia tau semua ini tidaklah Raka sengaja , entahlah Bu Safitri yakin ada yang salah dengan kejadian itu, mengingat betapa besarnya cinta Raka sama Ana selama ini.
“ jika kalian memang ditakdirkan berjodoh , suatu saat kalian pasti akan bersama kembali nak, percayalah “
“ terimakasih buk, semoga semua itu terjadi, entah dengan apa, Raka masih tetap berharap dengan itu semua buk” entah kepa dalam hati Raka masih berharap Ana akan menjadi istrinya kelak , walau saat ini itu adalah suatu hal yang tabu, tapi entahlah Raka masih tetap berharap semua itu akan terjadi suatu saat nanti.
Melihat anak laki-lakinya seperti itu Pak Budiman merasa inilah titik lemah dari seorang Raka. Raka adalah anak yang tegar , tegas dan optimis, dia sesalu semangat menghadapi apapun , tapi lain untuk kali ini, dia terlihat lemah dan Frustasi.
Pak Budiman mendekati sang anak, untuk kali ini Pak Budiman tak sama sekali mengeluarkan sepatah katapun, hanya tangan yang memeluk anaknya itu dan menepuk punggung dengan kembut, hanya satu kata yang keluar dari bibir Pak Budiman “ sabar”
Raka kelur dari kamar orang tunya, namun engan rasanya untuk kembali kekamar, ahirnya dia menghabiskan malam di rung tamu, matanya sush sekali dipejamkan, wajah Ana seakan tak mau beranjak sedikitpun dari fikiranya ‘andai saja aku tak sebodoh ini, pasti sekarang aku bisa mendekap mu erat dek, hari hariku pasti kan sangat berwarna bersamamu.,,sekarang kamu pasti berfikir aku sedang bersenang senang , tapi itu salah dek, aku benar benar tersiksa saat ini’ lelah melamun ahirnya mata Raka berhasil terpejam , itupun waktu telah menunjukan Jam 3 pagi