Pintu kamar terbuka, langkahnya yang tenang dengan senyum diwajahnya , tatapannya yang lembut namun tajam siap menerkam apa yang ada di depanya . kini tiada jarak antara mereka , saling memandang senyuman dari bibir Adel bagaikan izin resmi darinya untuk Raka melakukan haknya malam ini " kamu cantik selakali malam ini" ucapanya membuat rona merah di pipi Adel menundukkan kepalanya tersipu malu.
diraihnya dagu Adel dan mendongakkannya , mata saling bertemu diiringi senyum penuh arti. kini bibir mereka saling berpaut, bibir yang tak henti saling mengisap . sesekali membuka mulut bermain lidah dan saling mengabsen deretan gigi yang tersusun rapi disana . menikmati aliran listrik yang tercipta dengan memejamkan dan membuka mata bergantian , gelora cinta bercampur nafsu menjadi kesatuan, yang manpu mengubah hawa yang dingin berubah seketika menjadi panas yang membakar keduanya . Tangan Raka pun tak mau ketinggalan , yang awalnya hanya membelai area tengkuk sang istri pun kini mulai bergrelia kemana - mana menyusuri lekuk - lekuk tubuh Adel , memainkan semua yang ada tampa terkecuali. Entah kapan baju mereka sudah tak berada di tempatnya lagi , kini tak sehelai benang pun menghalangi pandangan mereka . Tubuh merekapun kini telah beralih keatas tempat tidur , entah gimana prosesnya hingga kini mereka sudah berada disana , padahal mereka tadi berada di depan meja rias.
bibir mereka terlepas saat mereka merasa kehabisan nafas, pandangan mereka kembali bertemu. Sambil mengatur nafas mereka kembali " bolehkah aku mulai sekarang?" mengangkat tangannya sebelah memberi ruang bernafas untuk Adel menjawab pertanyaannya.
" I iyaa sayang "Adel mengangukkan kepalanya . Dia pun sebenarnya sudah ngak tahan dari tadi , belayan belayan lembut Raka diseluruh tubuhnya . melayang rasanya tubuh Adel terbuai dengan apa yang dilakukan raka padanya berasa menjadi wanita paling beruntung malam ini, bagaimana tidak Raka yang dulu hanya impian saja kini nyata menjadi suaminya yang kini sedang memuaskannya . Desahan , erangan , dan peluh yang membasahi tak mengendurkan pergulatan sengit malam ini, rancauan rancauan memuja satu sama lain menambah gairah antara keduanya. Desahan panjang sebagai tanda mereka telah berada di puncaknya, napas mereka tersengal sengal , Raka mengulingkan tubuhnya kesamping Adel, memejamkan matanya. Pergulatan sengit mereka menguras tenaga mereka , mereka pun terlelap saling berpelukan . Begitu lama Adel menginginkan semua ini , kini telah jadi nyata dengan orang yang sangat dia damba, malam ini Adel sangatlah bahagia tiada tara, bangga rasanya ahirnya dia bisa memiliki lelaki idamannya sekarang.
suara burung burung pagi bernyanyi dengan riangnya , Adel mengerjapkan mata saat cahaya matahari menembus tirai jendela kamar , Adel tersenyum sendiri membayangkan apa yang tejadi tadi malam . Tapi Adel melongo saat adel melihat Raka yang tidur disampinya masih mengunakan pakaiyan lengkap seperti yang Raka pakai tadi malam , padahal jelas- jelas mereka sama- sama tak memakai pakaiyan sehelaipun sesudahnya . Tak percaya diapun melihat pada tubuhnya sendiri . " apa semua itu hanya mimpi ? benarkah semua itu hanya mimpi" teryata dia juga sama masih menggunakan pakaiyan tidurnya yang tipis yang dikenakanya semalam, Adel mengelang gelengkan kepala tak percaya kalau itu hanya mimpi. " tapi kenapa begitu nyata kurasakan " mimpi yang begitu nyata, mungkin karna Adel sangat menginginkan semua itu hingga terbawa mimpi. "oh tidak apa yang aku lakukan, kenapa aku ketiduran ya ampun" sesal Adel saat teringat bahwa dia ketiduran saat menunggu Raka masuk kamar. " sial sial sial aku jadi kehilangan momen yang sangat aku tunggu, bodohnya aku" tak habisnya Adel menyesali perbuatanya mengaacak acak rambutnya frustasi.
"kamu kenapa " Raka terbangun , melihat Adel yang begitu berabtakan pagi ini dia tersenyum geli " apa yang dilakukan , berantakan sekali " guman hati Raka heran , Raka lalu beranjak dari tempat tidur , meninggalkan Adel dengan penyesalannya .
Aroma semerbak makanan yang baru selesai dimasak mengelitik indra penciuman Raka, tampa mencari dan bertanya , Raka sudah bisa menebak dari mana asalnya dan siapa yang menbuatnya . Raka masih hafal dengan aroma masakan Ana dan rasanya. dulu, Ana sering membawakan bekal makan siang untuk Raka sewaktu mash sekolah , mereka makan bersama di bawah pohon faforit mereka. pohon yang rindang , dengan pemandangan danau kecil dan angin yang sejuk menjadi daya tarik mereka untuk singah sebentar melepas penat karna seharian telah belajar di sekolah. Ana memang suka memasak sedari kecil , dia ngak mau ketinggalan untuk membantu ibu memasak, karna seringnya dia membantu ibunya memasak , dari situlah dia menjadi pandai memasak. Raka hanya bisa tersenyum getir mengenang masa -masa indah bersama Ana.
" ka sudah bangun? sini kita ngopi dulu biar anget " suara pak Nugraha membuyarkan lamunanya. Raka hanya membalas dengan senyuman dan melangkah mendekat . " mana istrimu ka ?" melihat Raka yang keluar sendiri dari kamar
"masih didalam pak , baru bangun " mendengar jawaban Raka , pak Nugraha hanya geleng geleng kepala dan menghela nafas panjang. " nak buatkan kopi kakakmu dulu na" Ana sudah paham dengan perkataan bapaknya hanya menjawab " iya pak" sebenarnya Pak Nugraha ngak tega , tapi bagaimana pun kenyataan harus mereka hadapi , mereka adalah keluarga . Pak Nugraha pengen keluarganya tetap utuh, walau dia ngak menampik kesalahan anak perempuan pertamanya itu telah menyakiti anak keduanya , tapi pak Nugraha berharap mereka bisa segera menyadari yang namanya takdir .
Ana berjalan membawa kopi yang dipesan ayahnya untuk kakak iparnya , tiba- tiba Adel yang baru saja keluar dari kamar menghampiri " buat siapa? tanyanya " buat kak " ucapanya terpotong lidahnya terasa kaku untuk meneruskannya .
" sini aku aja yang kasih untuk SUAMIKU" kata suamiku ia tekan untuk menunjukan posisinya sekarang, Ana hanya menundukan kepalanya . Setelah beberapa langkah Adel berhenti dan memutar tubuhnya " adekku sayang ingat ya Raka sekarang adalah suamiku, kakak iparmu,, jadi aku harap kamu tau posisimu sekarang, mengerti !" lalu berbalik meninggalkan Ana yang masih mematung ditempatnya. Haruskah kakaknya berkata seperti itu ? , sedikitpun kakak tersayangnya itu tak menunjukan rasa penyesalan sama sekali, Ana hanya bisa menatap punggung kakaknya dengan air mata. Dia berharap mampu menghadapi semua ini, kakaknya memang sering menyakitinya, namun dia ngak percaya kakaknya tega mengatakan itu padanya. Ana kembali kedapur meneruskan pekerjaananya menyiapkan sarapan. Sang ibu yang menyaksikan hanya bisa menghampiri anak tersayangnya dan memeluknya. Perih sekali , tapi dia tidak bisa berbuat apa apa sekarang , selain memberi pelukan untuk menenangkan anaknya " sabar ya nak,, "