Bab 7. Dimana-mana Selalu Bertemu

1895 Kata
Setelah selesai buang air kecil, Majarani pun segera keluar dari toilet dan pergi ke depan. Setibanya di halaman depan, Majarani melihat kakaknya sedang bersama dengan polisi yang tadi ia temui. "Sudah?" tanya Richo pada Majarani. "Iya!" jawab Majarani. "Siapa dia, Ric?" tanya Liam pada sahabatnya. "Majarani, adik bungsuku!" jawab Richo sambil tersenyum. "Oh, pantas saja aku nggak asing dengan wajahnya ternyata dia adik Richo dan tentunya sangat mirip dengan sahabatku ini!" batin Liam. Liam kini menatap Majarani sambil mengukir senyum di bibirnya, mungkinkah Liam juga terpikat pada Majarani. Richo yang melihat sahabatnya memandangi adiknya hanya diam dan berpikir. "Apa sebaiknya aku dekatkan Liam dengan Maja agar Maja nggak terpikat pada Arsen?" tanya Richo di dalam hatinya. "Kak, apakah Arsen akan bebas?" Pertanyaan Majarani membuat lamunan kedua pria buyar. "Jika dia terbukti nggak bersalah maka dia akan bebas, tapi jika dia terbukti bersalah maka dia nggak akan bebas!" jawab Richo. "Em, ayo segera ke restoran, Ric!" ajak Liam. "Hm, ayo!" jawab Richo. Ketiga orang itupun bergegas pergi makan siang. *** Beberapa saat kemudian, Majarani sedang berada di samping taksi yang telah ia pesan. "Jangan ke sini lagi! Kamu tidur aja biar pulih, untuk masalah Arsen itu urusan kakak, jika dia nggak salah maka dia akan bebas!" ucap Richo. "Arsen?" Majarani tersenyum kala melihat Arsen keluar dari polres. Majarani pun bergegas pergi ke arah Arsen dan meninggalkan kakaknya. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Majarani pada Arsen. "Enggak usah sok peduli!" ucap Richo. "Dasar pilot kulkas, nggak punya hati!" kesal Majarani. "Pramugari menyebalkan, kau menyebalkan!" balas Arsen. "Pilot kulkas!" kesal Majarani. "Sudah! Jangan bertengkar!" ucap Ratih. "Dia yang mulai, Tan!" jawab Majarani. Richo yang melihat pertengkaran kecil itu pun langsung berpikir. "Jika mereka terus bertengkar di setiap harinya maka lama-kelamaan akan timbul rasa suka atau bahkan cinta, aku harus berusaha untuk menjauhkan mereka!" batin Richo. Richo kemudian melangkahkan kakinya untuk menghampiri adiknya. "Maja, segeralah pulang!" titah Richo. "Tapi Maja—" "Maja, kamu masih sakit dan segeralah pulang!" pinta Richo. "Dia sakit apa?" tanya Gilang. Richo hendak menceritakan semua kebenarannya namun dihalangi oleh Majarani. "Hanya demam!" Majarani berbohong demi menjaga nama baik keluarganya. "Pulanglah!" titah Arsen lagi. "Sebentar, Kak! Aku mau tahu apa yang terjadi pada Arsen, mengapa dia jadi tersangka tapi bisa keluar?" tanya Majarani. "Barang bukti masih belum mencukupi jadi Arsen bisa bebas dengan jaminan!" jawab Ratih. "Tapi aku nggak mungkin di penjara karena aku nggak salah!" sahut Arsen seraya memasang wajah datarnya. *** Sore hari kemudian, Richo mengajak Liam mengobrol di halaman depan Polres. "Apa kamu tertarik pada adikku?" tanya Richo langsung pada intinya. "A—apa? Enggak kok!" sangkal Liam, sebenarnya Liam memang tertarik pada Majarani yang cantik dan santun, namun ia takut sahabatnya akan membencinya setelah mengetahui ketertarikannya. "Jangan bohong, Liam! Aku tadi melihat tatapanmu pada Maja, sepertinya kamu tertarik padanya!" ucap Richo. "Jangan takut untuk berkata jujur, lagipula kamu masih lajang dan usiamu dua tahun lebih muda dariku!" lanjut Richo. "Em, sebenarnya aku tertarik padanya, tapi kamu tenang saja, aku nggak akan—" "Aku nggak akan marah sebab jika kamu memang tertarik padanya maka aku akan membantumu!" jawab Richo sambil tersenyum. "Maksudnya?" tanya Liam. "Dia sedang didekati oleh pria yang salah, pria yang bisa melukai hatinya kapan saja!" jawab Richo. "Aku akan sangat berterimakasih bila kamu mau mendekatinya, usianya 23 tahun dan dia belum pernah jatuh cinta, jadi aku nggak mau hatinya terluka sebab ia belum terbiasa patah hati!" lanjut Richo. "Jadi kamu mendukungku?" tanya Liam pada Richo. "Akan aku dukung dan bantu kamu untuk bisa mengambil hatinya dan menjadikannya sebagai bhayangkarimu!" jawab Richo sambil tersenyum. "Iya, terima kasih karena kamu nggak marah, tapi ngomong-ngomong apakah dia masih kuliah?" tanya Liam pada Richo. "Dia sudah lulus kuliah dan sekarang bekerja sebagai seorang pramugari!" jawab Richo. "Hm, aku akan mencoba membuatnya jatuh cinta!" ucap Liam sambil tersenyum. "Akan aku buat kamu jauh dari Arsen! Kakak nggak mau kamu terluka karena Liza itu sangat licik dan bisa merebut Arsen kapanpun dia mau!" batin Richo. "Mumpung masih belum ada rasa cinta yang datang, maka kakak akan berusaha untuk memberikan cinta yang lain padamu, contohnya Liam, dia pria baik dan pantas untukmu!" lanjut Richo di dalam hatinya seraya mengukir senyum bahagia di bibirnya. Keesokkan harinya, sehabis sarapan, Richo menemui adiknya yang hendak pergi main. "Maja, tunggu sebentar kakak mau bicara!" pinta Richo sambil tersenyum. "Oh, baiklah!" jawab Majarani yang kemudian kembali duduk di sofa ruang tamu. "Ini!" ucap Richo seraya menyodorkan sebuah kertas yang sepertinya adalah tiket pada Majarani. "Tiket nonton di bioskop, untuk apa ini?" tanya Majarani pada Richo. "Liam mau mengajakmu nonton di bioskop nanti malam!" jawab Richo yang berbohong, sebenarnya ini semua adalah rencananya dan Liam hanya mematuhinya saja. "Liam siapa?" tanya Majarani yang sepertinya lupa bahwa kemarin ia sudah diperkenalkan pada Liam. "Liam sahabat kakak, Liam yang kemarin kakak kenal 'kan itu!" jawab Richo. "Em ... maaf, Kak! Maja nggak pernah bersama dengan pria lain selain kakak, Maja—" "Maja, jangan takut atau grogi, Liam itu pria baik-baik loh, kamu akan aman dan nyaman bersamanya!" bujuk Richo seraya menggenggam kedua tangan adiknya. "Tapi Maja—" "Maja, manusia dan seluruh makhluk hidup di dunia ini tercipta berpasang-pasangan, jadi jangan menolak seorang pria yang ingin mengenalmu, mungkin kalian berjodoh!" Richo terus mencoba membujuk Majarani. "Oh, jadi ini ceritanya kakak jodohin aku, jadi Mak Jomblang ya? Kakak, zaman sekarang nggak ada yang namanya perjodohan!" tolak Majarani. "Kakak nggak mau jodoh-jodohin kamu, serius deh ini tuh inisiatif Liam sendiri, sepertinya dia menyukaimu!" bujuk Richo. "Maaf, Kak. Maja nggak bisa!" tolak Majarani. "Maja, selama ini kakak nggak pernah meminta apa-apa padamu, jadi tolong temui Liam, anggap saja ini permintaan kakak!" ucap Richo. Majarani memasang tatapan sendunya, memang benar selama ini ia tak pernah memberikan apapun pada Richo sedangkan Richo sudah membantunya di setiap saat, karena tak enak menolak, akhirnya Majarani menyetujui. "Baiklah, Maja akan pergi nanti malam!" jawab Majarani. "Nah gitu dong!" ucap Richo sambil tersenyum. "Ya sudah, Maja keluar ya, ada undangan reuni teman-teman SMA Maja!" pamit Majarani. "Baiklah, hati-hati ya!" jawab Richo. Majarani mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan sang kakak, setelah itu, ia pun bergegas pergi dari sana. Richo menghubungi seseorang seusai Majarani keluar dari rumah. "Jemputlah dia nanti malam, jam 7 ya!" ucap Richo. "Siap, Bro!" jawab seorang pria yang tak lain adalah Liam dari sambungan teleponnya. Richo pun memutuskan sambungan teleponnya sambil menghela nafas lega. "Semoga mereka berjodoh agar Maja nggak berseteru dengan Liza karena Arsen!" Richo sangat berharap adiknya berjodoh dengan Liam. "Sebaiknya aku ke Polres sekarang, nanti pulangnya aku akan pergi ke mall untuk membelikan Maja baju baru!" ucap Richo yang kemudian bergegas keluar dari rumahnya untuk bekerja. Malam harinya, Majarani keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk selutut. Ia terkejut ketika melihat ada kakaknya yang sedang duduk di ranjang. "Kakak ngapain di sini!" tanya Majarani. Richo kemudian beranjak turun dan pergi menghampiri Majarani sambil membawa tas plastik berwarna putih berisi pakaian. "Ini, kakak belikan dress baru untukmu! Kamu pakai ya!" ucapnya seraya memberikan tas plastik itu pada adiknya. "Terima kasih!" jawab Majarani. *** Beberapa saat kemudian, Majarani keluar dari kamarnya untuk pergi ke bioskop namun ia dihentikan oleh kakaknya yang ada di depan pintu. "Kamu nggak dandan?" tanya Richo setelah melihat adiknya yang tanpa olesan make up dan rambut yang hanya dikunci seperti biasanya. "Maja, nggak suka dandan!" jawab Majarani. "Oke kalau nggak pakai make up karena kamu memang sudah cantik, tapi masa rambutnya nggak di hias hanya di kuncir satu aja?" protes Richo. "Jadi harus Maja apakan, Kak?" tanya Majarani pada kakaknya. "Sini biar kakak rias!" ucap Richo yang kemudian menarik adiknya untuk kembali masuk ke dalam kamar. Setibanya di kamar, Majarani duduk di kursi meja rias seraya memasang tatapan kesalnya. Richo mulai membuka kunciran adiknya dan lantas merias rambut panjang, lembut dan harum Majarani. Richo terdiam sejenak kala mencium aroma wangi rambut Majarani. "Aroma rambutmu selalu mengingatkan kakak dengan bunda, kalian menyukai aroma yang sama!" batin Richo. "Kenapa diam?" tanya Majarani pada kakaknya yang hanya diam melamun. "Oh, nggak! Kakak hanya teringat pada bunda sebab dulu bunda juga suka pakai sampo dengan aroma ini!" jawab Richo dengan mata yang berbinar. Richo mengingat masa kecilnya dulu kala ia tidur di dalam pelukan bundanya dan otomatis selalu mencium aroma wangi yang khas dari Maharani sang bundanya. Beberapa saat kemudian, rambut Majarani sudah rapi. "Sebaiknya turunlah sekarang Maja karena mungkin Liam sudah lama menunggu di luar!" titah Richo. "Hah? Jadi dia menjemputku?" Majarani terkejut kala pria itu ternyata menjemputnya. "Sudah kakak katakan jika dia itu pria yang baik dan pria baik nggak mungkin membiarkan seorang gadis keluar sendirian di malam hari!" jawab Richo sambil tersenyum. *** Kini Majarani dan kakaknya sudah berada di luar rumah dan langsung bertemu dengan pria berkemeja putih yang sedang berdiri di samping motornya. Liam tersenyum kala melihat sang gadis yang ia sukai berada di hadapannya, namun berbeda dengan Majarani yang merasa takut dan grogi, bahkan Majarani sampai melangkah mundur untuk bersembunyi di bahu kakaknya sebab ini kali pertamanya keluar main bersama dengan seorang pria. "Terima kasih sudah menerima ajakan dariku!" ucap Liam. "Sama-sama!" jawab Majarani tanpa melihat wajah sang lawan bicaranya. "Liam, tolong jaga adikku baik-baik, dia pergi tanpa kekurangan sesuatu apapun dan pulang juga harus begitu!" pinta Richo. "Tenang, mana mungkin aku membiarkannya celaka!" jawab Liam. "Berangkatlah mungkin filmnya akan segera dimulai!" ucap Richo sambil tersenyum. "Ayo!" ajak Liam pada Majarani. "Kakak, Maja takut!" bisik Majarani pada kakaknya. "Jangan takut, cepatlah pergi!" titah Richo. "Baiklah!" patuh Majarani yang kemudian berjalan ke arah Liam. *** Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan kala Majarani merasa canggung. Majarani spontan memegang pinggang Liam kala ada guncangan di motornya. "Ternyata ada batu!" ucap Liam. Majarani kemudian hendak melepaskan pegangannya namun tangan kiri Liam menahan kedua tangannya yang sedang melingkar di pinggang Liam hingga perut. "Pegangan saja biar aman! Enggak apa-apa kok!" ucap Liam. "Oh, oke!" jawab Majarani dengan gugup. *** Tak beberapa lama kemudian, mereka tiba di parkiran bioskop. Majarani pun segara turun dari motor Liam seraya hendak melepas helmnya, namun ia tidak bisa karena sepertinya sabuk helm mengalami kerusakan. "Kenapa?" tanya Liam pada Majarani. "Em, helmnya sulit dilepas!" jawab Majarani. "Sini biar aku bantu!" ucap Liam yang kemudian membantu Majarani untuk melepas helmnya. Seorang pria yang baru saja turun dari mobilnya menatap lurus ke arah depan. "Bukankah itu Majarani?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Tapi siapa pria itu?" Pria yang tak lain adalah Arsen itu terus bertanya-tanya. Majarani kini hendak masuk ke dalam bioskop setelah helmnya dibuka, namun ia melihat Arsen berjalan melaluinya. Majarani pun segera mengejar dan menghentikan Arsen, sementara Liam diam di tempatnya sambil melihat ke arah Majarani. "Arsen, dia bukan pacarku!" ucap Majarani. "Lalu?" tanya Arsen pada Majarani. "Iya, dia bukan pacarku, hanya teman kakakku!" Majarani menjelaskan. "Lalu apa urusannya denganku? Mengapa kamu menjelaskan hal itu padaku?" Pertanyaan Arsen membuat Majarani terdiam, benar juga apa yang dikatakan oleh Arsen. Entah mengapa mulut Majarani mengeluarkan penjelasan pada Arsen padahal Arsen bukan siapa-siapa Majarani dan tak wajib ia menjelaskan siapa pria yang sedang bersamanya. "Dasar pramugari menyebalkan!" ejek Arsen yang kemudian pergi meninggalkan Majarani. "Pilot kulkas tujuh pintu!" balas Majarani. "Pramugari menyebalkan!" ejek Arsen lagi sebelum tiba di pintu bioskop. "Pilot kulkas dari kutub Utara!" balas Majarani yang merasa kesal karena terus-menerus diejek oleh Arsen. "Kenapa sih kemanapun aku pergi selalu ada dia, bisa-bisa aku darah tinggi karena diajak bertengkar terus menerus!" kesal Majarani di dalam hatinya. "Em ... ayo masuk!" Ajakan Liam membuat Majarani terkejut. "Oh, ayo!" jawabnya yang kemudian bergegas masuk ke dalam bioskop.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN