Kejujuran Jordan kepada orang tuanya

1133 Kata
Plak! Sebuah tamparan keras mendarat mulus di pipi Jordan. Rafi merasa kecewa dengan ucapan anaknya kali ini. Dia tidak menyangka kalau anaknya akan mengatakan hal seperti ini kepadanya. Jordan mengusap darah segar yang menetes dari ujung bibirnya. Dia menatap wajah kedua orang tuanya dengan tatapan wajah datar. "Apa pantas seorang lelaki yang baru kehilangan istrinya 7 hari ini meminta restu kepada orang tuanya kalau dia itu ingin menikahi perempuan lain? Terlebih perempuan itu adalah adik dari alm. Istrinya sendiri." Terlihat jelas rahut wajah kecewa dari diri Rafi atas permintaan tidak masuk akan anaknya. "Sebenarnya kamu itu mikir gak sih Jor, kalau tindakan kamu itu tidak hanya mempermalukan diri kamu sendiri melainkan kamu juga mempermalukan harga diri keluarga besar kita?!" Rafi terlihat sangat marah ketika mendengar Jordan mengatakan kalau dia ingin menikahi Anisa. Rafi tidak menyangka anaknya akan meminta ijin seperti ini kepadanya. "Bahkan tanah kuburan istri kamu itu masih basah. Tetapi kamu sudah meminta ijin kepada Papa untuk menikahi perempuan lain. Apa yang ada di pikiran kamu sekarang ini? Papa sangat malu karena mempunyai anak seperti kamu!" Teriak Rafi sambil menunjuk wajah Jordan menggunakan jarinya. Rafi pikir anaknya itu masih berduka karena baru saja ditinggal istrinya meninggal. Tapi tanpa Rafi duga anaknya justru ingin meminang perempuan lain untuk dia jadikan istrinya. Rafi sudah tidak tahu lagi cara pikir anaknya yang sebenarnya. Dia sungguh malu mempunyai anak seperti Jordan karena tidak bisa setia pada satu perempuan. Rafi akan memaklumi anaknya ketika nanti anaknya meminta ijin kepada dirinya untuk menikah lagi dengan perempuan. Karena Rafi sadar bahwa anaknya itu masih muda dan butuh yang namanya perempuan sebagai pendampingnya. Tapi Rafi tidak menyangka bahwa anaknya akan begitu mudah melupakan istrinya secepat ini. Bahkan kematian Amira baru genap tujuh hari ini. "Mama pikir kamu itu masih berduka karena ditinggal istri kamu meninggal, ternyata kamu malah sudah mengincar perempuan lain untuk kamu nikahi. Kamu pikir perempuan itu baju yang bisa kamu buat gonta-ganti? Untung saja Amira meninggal, coba saja dia masih hidup, dia pasti akan tertekan jika tinggal bersama kamu, laki-laki yang tidak cukup dengan satu perempuan." Mutiara ikut memarahi anaknya. Sebagai perempuan dia merasa terhina ketika menantunya baru saja meninggal anaknya sudah mau menikah lagi. Jordan yang mendengar tuduhan dari kedua orang tuanya diam-diam mengepalkan kedua tangannya. Mereka tidak tahu betapa susahnya dia melupakan istrinya yang pergi meninggalnya ketika mereka ingin pergi hanymoon. Mereka tidak tahu betapa sulitnya dia untuk memenuhi amanah istrinya untuk menikahi perempuan yang seharusnya menjadi adik iparnya. Dan bahkan mereka tidak tahu betapa susahnya dia ketika harus di paksa membuka hati untuk orang baru padahal luka hatinya itu masih basah dan belum kering. Jordan merasakan perih di sudut bibirnya akibat tamparan keras dari papanya. Tapi rasa perih di sudut bibirnya tidak sebanding dengan rasa perih di hatinya ketika mendengar mereka menghakimi dirinya tanpa tahu hal yang sebenarnya. "Silahkan Mama dan Papa memarahiku, aku tetap akan menikahi Anisa. Lagi pula aku ini laki-laki, aku bisa menikahi perempuan manapun tanpa wali dari Papa." Sebenarnya tadi Jordan ingin mengatakan tentang alasan dia menikahi Anisa. Tetapi kedua orang tuanya sudah lebih dulu menghakiminya sehingga membuat dirinya lebih memilih untuk menutup mulutnya. Jordan lebih memilih untuk memendam semua masalahnya sendiri dari pada dia harus menceritakan masalahnya kepada kedua orang tuanya yang tidak pernah mengerti tentang masalahnya. Orang tuanya hanya bisa menghakiminya tanpa mencari tahu kebenarannya. Bugh! Lagi-lagi Rafi melayangkan bogem mentahnya di rahang anaknya hingga membuat cairan bening keluar dari mulut anaknya. Jordan mengatur nafasnya yang mulai tersengal-sengal, dia mencoba untuk berdiri tetapi tetap saja tidak bisa. Sebenarnya dia ingin membalas perbuatan Papanya dengan kembali memukul wajah papanya, tapi Jordan sadar bahwa apa yang dia lakukan itu salah karena di depannya itu adalah orang tua yang sudah membesarkan dirinya selama ini. "Bunuh aja aku, Pa. Bunuh! Aku lebih baik mati di tangan Papa dari pada aku menghianati istriku sendiri! Aku tidak mungkin menikahi Anisa jika tidak mendapat amanah dari Amira. Aku tidak mungkin meminta ijin kepada papa untuk menikahi Anisa ketika tanah kuburan istriku masih basah jika itu bukan kewajiban. Aku sudah berjanji kepada Amira bahwa aku akan menuruti permintaan terakhirnya. Dan dia meminta kepadaku agar aku menikah dengan adiknya. Aku berani bersumpah, Pa. Aku tidak bohong." Untuk sekian kalinya Jordan harus menangis karena harus menjelaskan perihal masalah ini kepada keluarganya. Jordan tahu dirinya itu tidak kuat jika menyangkut tentang istrinya. Sulit rasanya ketika hatinya yang sudah patah lalu di suruh baik-baik saja dan menerima orang baru di hidupnya. "Maksud kamu?" Emosi Rafi yang tadi sudah berada di atas ubun-ubun kini mulai menguap ketika mendengar penjelasan dari anaknya.  Jordan masih duduk di lantai dengan kepala menunduk. "Waktu kecelakaan 7 hari lalu, saat aku dan Amira berada di rumah sakit, Amira sempat sadar. Dia mengatakan kepada diriku bahwa aku harus berjanji kepadanya agar aku mau menikahi adiknya, yaitu Anisa. Aku sudah berusaha untuk menolak permintaan konyol Amira, aku tahu bahwa semua itu tidak mungkin karena aku dan Anisa itu adalah Kakak dan Adik ipar. Tapi Amin terus saja memaksaku untuk menikahi adiknya. Bahkan dia mengatakan bahwa ini adalah permintaan terakhirnya. Dia meminta hadiah pernikahan diriku dengan cara aku menikahi adiknya. Aku bingung, aku tidak tahu lagi harus menjawab apa disaat itu. Aku menolak permintaan Amira dan mengatakan bahwa aku tidak mungkin menikahi adik iparku sendiri, tetapi tetap saja Amira mendesakku dan memaksaku untuk menikahi adiknya." Jeda Jordan sambil melihat kearah lantai rumahnya. Rasanya hatinya sangat sakit ketika dia mengingat permintaan istrinya tersebut. Ketika di dunia ini semua perempuan meminta suaminya untuk setia, justru istrinya memintanya untuk menikah lagi. "Aku tidak memiliki pilihan lain selain harus menyetujui permintaannya karena aku memang belum memberi dia hadiah pernikahan. Tapi setelah aku menerima permintaannya untuk menikahi Anisa, Amira langsung menghembuskan nafas terakhirnya sebelum dia menyampaikan niatnya itu kepada semua orang. Aku sudah menceritakan sejujurnya kepada kalian, terserah kalian mau mikir tentang aku yang seperti apa." Jordan memegang kaki sofa yang ada di ruang tamu rumahnya, kemudian dia mencoba berdiri meski tubuhnya terasa sakit. "Dan ingat, aku tidak seperti apa yang Mama dan Papa maksud, cintaku tetap satu, yaitu untuk istriku. Aku tidak mudah untuk memberikan hatiku kepada orang lain. Semua ini karena terpaksa, aku menikahinya karena janjiku, bukan cinta." Terang Jordan yang kemudian berjalan melewati kedua orang tuanya begitu saja. Rafi maupun Mutiara yang mendengar penjelasan dari Jordan merasa bersalah dan juga kaget. Dia tidak menyangka bahwa menantunya akan meminta anaknya untuk menikah lagi sebelum menantunya itu meninggal.  "Pa," Panggi Mutiara sambil memegang dadanya. Rafi hanya diam, dia juga tidak bisa berkata-kata lagi. Dia merasa bersalah kepada anaknya karena dia susah menuduh anaknya yang tidak-tidak. Rafi memijat keningnya pusing. Apa kata orang-orang nanti jika anaknya memintanya untuk menikahkan anaknya dengan Anisa yang statusnya adalah adik dari Amira. "Papa pusing, Ma. Selalu aja ada masalah di kelurga kita." Jawab Rafi sambil mengusap wajahnya kasar. Mutiara sampai terdiam mematung ketika mengingat semua ucapan anaknya tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN