Sah

1158 Kata
Hari terus berlalu begitu cepat. Sekarang tiba waktunya, pagi ini acara pernikahan Amira dan Jordan akan di laksanakan di rumah Amira. Jordan terlihat sangat gagah dengan kemeja putih berbalut jas berwarna hitam. Sekarang dia sedang duduk di depan Pak Bima, calon mertua lelakinya. Dia sedang duduk diantara sang calon mertua, penghulu, dan para saksi. Jordan terlihat sangat gugup. Saat dia melihat sekelilingnya, dia segera meneguk ludahnya sendiri untuk mengurangi kegugupannya. Dia tidak menyangka bahwa mengucapkan ijab kabul lebih sulit dari pada ujian sekolah. "Bagaimana Mas Jordan, sudah siap?" Tanya sang penghulu sambil menatap wajah Jordan. Jordan menghela nafas panjang guna untuk menetralkan kegugupannya. "Saya siap, Pak." Jawab Jordan dengan tegas. Jordan menjaba tangan Pak Bima dengan jantung berdegup kencang. Semoga dia tidak salah dalam mengucapkan ijab kabul. "Saudara Jordan Mahendra Bin Rafi Mahendra, Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Amira Maharani Alfat Binti Bima Alfat dengan maskawin berupa 50 gram logam mulia, dan berupa Apartemen di wilayah Bogor, tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Amira Maharani Alfat Binti Bima Alfat dengan maskawin tersebut, tunai." "Bagaimana para saksi?" Tanya sang penghulu kepada semua saksi disini. "Sah." "Sah." "Sah." Ucapan Alhamdulillah serta uraian doa mengalir untuk Jordan dan Amira. Kini mereka berdua resmi untuk menjadi suami istri. Suara lantang orang-orang di bawah yang meneriaki kata sah membuat Anisa bergetar. Anisa melihat bagaimana gagahnya Jordan ketika mengucapkan ikrar suci pernikahan dari lantai dua. Betapa beruntungnya kakaknya bisa menikah dengan lelaki yang kakaknya cintai. Setelah ijab kabul selesai, Anisa, Rani, dan juga Jihan membawa Amira menemui Jordan. Anisa berdiri di samping Amira, sedangkan Rani dan jihan berdiri di belakang Amira dan Anisa. Wajah Amira terlihat bersinar dan cantik. Bidikan kamera mengenai wajah Amira hingga membuat Amira terus melebarkannya senyumannya. Para tamu menatap kagum kearah Amira. Tapi fokus Anisa bukan kepada para tamu undangan yang terpesona dengan penampilan anggun menawan sang kakak, fokus Anisa ada di ekspresi Jordan yang kini tengah menatap kagum kakaknya. Cup! "Cantik." Puji Jordan sambil mencium kening Amira. Anisa tersenyum sambil meneteskan air matanya. Betapa kejamnya dia sebagai adik jika merebut lelaki yang sangat di cintai oleh kakaknya. "Usap air matamu. Karena ketika ijab kabul di ucapkan, kamu tidak berhak lagi memikirkannya ataupun menangisinya. Sekarang paksa dirimu untuk mengikhlaskan dia." Bisik Jihan dari belakang Anisa. Anisa mengangguk, kemudian dia tersenyum dan segera menatap kakaknya dengan wajah bahagia.  "Selamat ya Kak, akhirnya kalian berdua resmi menikah. Sampai nangis aku gara-gara terharu ngelihat kakakku sekarang udah ada yang jaga." Anisa memeluk Amira dengan sangat erat. Meski hatinya berteriak kesakitan ketika melihat Jordan menikah dengan kakaknya, tidak bisa dia pungkiri bahwa dia juga sedikit bahagia melihat kakak yang paling dia sayangi sekarang sudah menemukan pendampingnya. Amira juga membalas pelukan adiknya dengan tidak kalah erat. "Sekarang kakak udah menikah, kamu kapan?" Gurau Amira. Anisa memasang wajah cemberut, kemudian dia tertawa di depan kakaknya. "Calonnya masih di rahasiakan Allah, jadi nanti-nanti aja. Entar kalau kakak udah punya anak, baru aku susul nikah." Balas Anisa. Kini Amira dan Jordan sedang duduk berdua di atas panggung. Bercengkerama bagaikan kedua manusia paling bahagia di dunia ini.  Sedangkan para tamu tengah menikmati hidangan yang di suguhkan memang untuk mereka. "Gimana mau move on kalau kamu aja ngelihatin kakak ipar kamu terus." Sindir Jihan sambil menemani Anisa duduk di deretan kursi belakang. Para tamu undangan bahkan kerabat dekatnya sedang berfoto ria bersama dengan kakak dan juga iparnya. Namun dirinya tidak berminat sama sekali untuk berfoto bersama kakak dan iparnya. Bahkan Mamanya sedari tadi saja terus dia tolak ketika mamanya memintanya menemani kakaknya diatas panggung ketika Jordan sedang menemui teman-temannya sebentar. Hanya Jihan yang menemani Anisa di saat terpuruk seperti ini. Sedangkan Rani tengah berkeliling rumah Anisa untuk mensurvei laki-laki tampan yang bisa untuk dia bawa pulang Setelah acara ini selesai. "Mending kita cuci mata disini. Cari yang ganteng yang bisa diajak berumah tangga. Aku yakin Rani sudah menemukan laki-laki ganteng yang akan dia ajak serius." Ajak Jihan kepada Anisa sambil menghampiri segerombol laki-laki. Anisa sebenarnya tidak menyukai cara seperti ini. Terlihat murahan karena mendekati lelaki duluan. Tapi karena sedari tadi tangannya di genggam oleh Jihan, jadi dia ngikut apa aja yang Jihan lakukan. "Hay," Sapa Jihan sambil mengulurkan tangannya kepada laki-laki yang mengenakan jas berwarna abu-abu. Memang dari semua lelaki yang ada di meja ini, hanya laki-laki yang Jihan ajak kenalan yang paling ganteng. "Namaku Jihan, lalu temanku yang berdiri di sampingku namanya Anisa, kamu?" Tanya Jihan sambil menarik tangannya yang baru di sambut oleh lelaki di depannya. "Zidan." Balas lelaki itu sambil tersenyum kearah Jihan. Tetapi tatapan matanya tertuju kepada Anisa yang sedang menggegam tangan Jihan dengan erat. "Han ayo cari Rani." Ajak Anisa kepada Jihan yang tengah mengobrol dengan teman-teman Zidan. Dia tidak suka berada di kerumunan lelaki yang dia tidak kenal seperti ini. Ini tamu kakak dan iparnya, jelas saja dia tidak mengenal Mereka. "Bentar, aku ngobrol dulu sama mereka." Tolak Jihan sambil mengedipkan satu matanya ke arah Zidan yang terus menatap wajah Anisa. Anisa terus bergerak gelisah di samping Jihan. "Ayo Han," Rengek Anisa sambil menarik tangan Jihan yang tengah mengobrol dengan teman-teman Jordan. "Yaudah aku pergi dulu, jangan lupa nanti nelpon aku." Ucap Jihan yang sepertinya memberikan nomer heandphonenya kepada orang-orang disini. Anisa menghela nafas kasar. Kemudian dia berjalan pergi bersama dengan Jihan untuk mencari Rani. Tahu begini mending dia pergi bersama dengan Rani. Dari pada duduk bersama Jihan malah membuatnya malu Karena Jihan menghampiri sekumpulan lelaki disini. Zidan menyunggingkan sudut bibirnya keatas. Dia memang mabuk malam itu, tapi dia tidak lupa dengan wajah cantik perempuan di depannya tadi. Perempuan yang sama sekali tidak berbicara kepadanya ataupun kepada teman-temannya. Sejujurnya Zidan menyesal setelah dia sadar bahwa dia hampir saja merusak gadis orang karena pengaruh alkohol. Tapi dia tidak mungkin meminta maaf kepada Anisa. Karena perempuan itu bisa ilfil jika perempuan itu tahu dirinyalah laki-laki yang hampir merenggut kesuciannya. "Jangan di tatap terus, aku akan minta kepada Jihan nomer heandphonenya kalau kamu mau." Ucap teman Zidan yang di beri Zidan gelengan kepala. Dia memang tertarik kepada Anisa, tapi dia akan memperjuangkan perempuan itu sendiri tanpa meminta bantuan kepada teman-temannya. "Memangnya kamu tidak tertarik dengan dia? Aku lihat dia cantik." Tanya Zidan kepada teman-temannya. Karena Zidan tahu teman-temannya itu adalah pencinta perempuan cantik. Tidak mungkin jika mereka tidak tertarik dengan Anisa. Perempuan cantik yang terlihat sangat menarik di matanya. Teman-teman Zidan tertawa ketika mereka mendengar pertanyaan Zidan. "Dia memang cantik, tapi agak sedikit kalem. Seleraku bukan yang seperti itu. Mending sama Jihan, bisa diajak dugem barang." Jawab teman Zidan yang di beri anggukkan kepala oleh Zidan. Zidan akui bahwa Anisa memang sedikit kalem di bandingkan dengan Jihan. Tapi dia lebih menyukai perempuan seperti itu. Zidan sadar bahwa dia bukanlah lelaki yang baik. Maka dari itu dia mempunyai keinginan untuk menikah dan serius dengan perempuan baik seperti Anisa. Zidan terdiam ketika dia mengingat tangisan Anisa kala itu. Dia pastikan dia tidak akan membuat perempuan itu menangis kembali. "Tapi sayang, selera kita berbeda." Balas Zidan sambil meninggalkan teman-temannya hanya untuk pergi mencari Anisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN