Flash back on!
Amira yang kini sedang menunggu suaminya untuk buang air kecil di toilet pom bensin memilih untuk membaca kertas milik adiknya. Adiknya itu memang seperti anak kecil yang hobi sekali menulis sesuatu yang terjadi padanya dari pada menceritakan kepada orang lain, termasuk kepada dirinya sendiri yang notabenenya sebagai kakaknya.
Teruntuk masalalu yang sampai sekarang belum juga hilang.
Bahkan cinta ini tidak kian reda tetapi malah bertambah.
Aku akui aku ini egois,
Meminta suatu hal yang tidak bisa menjadi takdirku.
Pernikahan impianku telah pupus dan pergi seiring dengan ijab kabul kakak iparku.
Aku mengaguminya sejak dulu, tapi aku terlalu gengsi untuk mengakui perasaanku kepadanya.
Teruntuk kakak tingkatku dulu,
Jordan Mahendra!
Aku lepas kamu bersama dengan kakakku.
Mencoba mengubur dalam-dalam perasanku untukmu.
Berharap bahwa suatu hari nanti aku bisa melupakanmu dan bisa membuka lembaran baru dengan lelaki yang sudah Allah takdirkan untukku.
Sekali lagi semoga kalian bahagia, meski ada ribuan luka yang harus mati-matian aku sembuhkan.
Aku mencintaimu JORDAN MAHENDRA! Tapi sayang kamu bukan di takdirkan untukku, melainkan untuk kakakku.
Amira cukup terkejut ketika membaca kertas milik adiknya. Kemudian dia meremas kertas itu dan turun dari mobil untuk membuang kertas itu ke tong sampah. Amira tidak mau Jordan membaca kertas yang adiknya tulis dan membuat suasana menjadi canggung.
Amira kembali duduk di dalam mobil sambil meneteskan air matanya. "Yaampun Sa, kenapa dulu kamu gak bilang sama kakak? Kakak gak tahu kalau kamu sudah lama menyukai suami kakak. Kakak merasa seperti seorang penjahat yang mengambil paksa dia dari kamu." Amira segera mengusap air matanya saat melihat suaminya berjalan kearah mobil.
"Sepertinya aku harus bicara dengan Anisa ketika pulang dari Paris. Dia harus menjelaskan ini semua. Pantas saja Anisa terus menghindar dariku. Aku harus meluruskan semua masalah ini. Aku tidak mau Anisa terus menjauhiku." Lirih Amira. Kini dia dan suaminya sudah kembali menjalankan mobil mereka ke jalan raya.
Mereka mengobrol tentang apa yang akan mereka lakukan nanti.
"Aku akan menemani kamu keliling Paris, berbelanja, makan, dan bahkan mengunjungi tempat-tempat indah disana. Pokoknya kamu akan merasakan kebahagian yang sesungguhnya ketika berada di Paris bersamaku." Ucap Jordan sambil mengusap rambut istrinya menggunakan tangan kirinya.
"Kamu tahu sayang, aku pernah ikut balap liar bersama teman-temanku saat masih SMA. Dan aku menjadi pemenangnya dengan membawa pulang motor milik temanku. Gimana, kamu bangga gak punya suami kayak aku? Udah ganteng, jago balapan, royal lagi." Jordan akan berubah menjadi orang yang sangatlah cerewet jika bersama dengan Amira. Dia akan sangat berbeda dari dia yang sebelumnya. Karena sifat humorisnya ini hanya dia tunjukkan kepada istrinya.
"Yakin dulu kamu menang balapan tanpa curang kepada lawan kamu? Sekarang tunjukkan, aku pengen kamu salip mobil Ferrari merah di depan kita." Tantang Amira yang sedang mencoba melupakan tulisan adiknya tadi.
Jordan yang merasa tertantang dengan ucapan istrinya langsung menancap gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hingga dia tidak sadar bahwa rem mobilnya itu blong.
"Awas Mas, di depan ada bapak-bapak bawa anak kecil. Kurangin kecepatan mobil kamu." Suruh Amira yang membuat Jordan semakin panik.
"Gak bisa." Jawab Jordan sambil mencoba untuk menginjak rem Mobilnya. Tapi tetap saja tidak bisa. Jordan sudah sangat frustasi, sampai-sampai dia terus membanting stir hanya untuk tidak menabrak orang.
"Maksudnya gak bisa bagaimana?" Tanya Amira yang ikut-ikutan panik seperti suaminya.
"Remnya gak berfungsi, sepertinya rem mobil kita itu blong." Jawab Jordan tanpa menatap wajah istrinya. Dia sungguh sangat panik karena Rem mobilnya tidak lagi berfungsi.
Amira sangat panik, dia memegang paha suaminya sambil menatap wajah suaminya dengan nafas tidak teratur.
"Pejamkan matamu, jangan lihat kedepan. Aku yakin kita tidak akan kenapa-kenapa. Percaya sama aku," Ucap Jordan yang di turuti oleh Amira tanpa banyak bicara.
"Yaallah, apa semua yang aku pikirkan akan terjadi sekarang? Apa ini alasan aku tidak ingin meninggalkan rumah tadi pagi? Aku masih Ingin bersamanya." Batin Amira sambil menangis. Amira semakin meremas paha suaminya sambil memejamkan kedua matanya dengan erat.
Amira yang tengah memejamkan matanya tiba-tiba terbayang-bayang tentang kebersamaan dirinya bersama dengan kedua orang tua berserta adiknya. Amira membayangkan pertemuan pertamanya dengan suaminya. Bahkan Amira membayangkan betapa gagah dan tegasnya suaminya saat menyebut namanya dalam kalimat ijab kabul.
"Ijinkan aku menemaninya sebentar lagi yaallah, aku sangat mencintainya."
Setelah mengatakan hal itu di dalam hati, Amira merasakan benturan keras di kepalanya. Tubuhnya seakan mati rasa. Kepalanya berdenyut sakit, hingga bau anyir tercium di Indra penciumannya.
Amira berusaha sekuat tenaga untuk membuka kedua kelopak matanya. Dia melihat suaminya yang sudah tidak sadarkan diri dengan kening bertumpu pada stir mobilnya.
"Mas, Ma_mas Jordan." Panggil Amira sambil memegang pundak Suaminya. Tapi belum juga dia mengembalikkan tubuh suaminya, matanya sudah mulai mengabur dan kegelapan mulai menghampirinya. Tapi meski begitu dia mendengar suara orang-orang yang berteriak kecelakaan di dekat mobilnya yang kacanya sudah hancur.
Flash back off!
Jordan hanya mengalami luka ringan di kepalanya. Tapi Amira terluka parah. Jordan yang mendengar istrinya terluka parah memaksa dokter untuk mengantarkannya melihat keadaan istrinya di ruang IGD.
"Apa kamu benar-benar mencintaiku, Mas?" Tanya Amira ketika melihat suaminya tengah berdiri di sampingnya sambil menggegam erat tangannya.
Jordan mengangguk kuat. "Apa yang kamu tanyakan kepadaku? Aku sangat mencintaimu. Aku bahkan rela bertukar nyawa denganmu. Jangan pergi, jangan tinggalin aku. Kamu sudah berjanji kepadaku untuk selalu bersamaku. Kamu sudah berjanji akan membuat keluarga kecil yang bahagia bersamaku. Kamu berjanji akan menungguku setiap aku pulang kerja sambil menjaga anak kita. Aku mohon kamu jangan pergi. Jangan pergi, dengarkan aku, tetap disini bersamaku." Jordan menangis sambil mencium seluruh wajah istrinya.
Jordan tidak sanggup untuk kehilangan istrinya. Dia memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat.
"Jangan pergi, aku mohon." Jordan menangis sambil mencium tangan istrinya.
Amira yang melihat betapa suaminya sangat mencintainya bahkan takut kehilangannya ikut menangis. Dia tidak kuat untuk melihat keadaan suaminya yang tidak mau kehilangannya.
"Bo_boleh aku minta satu hal ke_kepadamu?" Tanya Amira dengan nada terbata-bata. Jordan mengangguk, dia siap menuruti semua permintaan istrinya. Asal satu, istrinya tidak akan pernah pergi meninggalkannya.
"Apa? Apa sayang? Kamu minta apa dari aku? Katakan, katakan sayang." Jordan menatap wajah istrinya dengan air mata yang terus membasahi pipinya.
"Menikahlah dengan Anisa, jaga dia, perlakuan dia seperti kamu Memperlakukan aku. Sayangi dia seperti kamu menyayangiku." Jordan yang mendengar permintaan istrinya langsung melepas genggaman tangan dari istrinya. Dia tidak menyangka istrinya akan meminta hal itu kepadanya.
"Menikahlah dengan adikku, anggap dia sebagai istri pengganti untukmu. Maafkan aku yang tidak bisa terus menemanimu. Aku mencintaimu." Amira memegang wajah suaminya sambil mencoba merayu suaminya agar setuju dengan permintaannya.
"Aku yakin kamu akan sembuh dan baik-baik saja. Jangan ngomong seperti itu. Aku tidak akan bisa menikahinya, aku tidak akan bisa. Aku mohon bertahanlah untukku, aku mohon sayang." Jordan seperti orang kesetanan ketika melihat istrinya meringis seperti menahan sakit di dadanya.
"Berjanjilah dulu kamu akan menikahi adikku untukku. Berjanjilah kepadaku kamu akan mencintai dia seperti kamu mencintaiku. Berjanjilah dulu kepadaku, aku mohon." Amira mengingat semua tulisan Adiknya yang ternyata sudah lama menyimpan perasaan kepada suaminya sendiri. Setidaknya sebelum dia pergi dia ingin suaminya mendapatkan istri pengganti yang baik dan adiknya mendekatkan suami yang adiknya inginkan.
Amira sadar bahwa dia sangat egois dengan memaksa suaminya menikah dengan perempuan yang tidak suaminya cinta. Tapi setidaknya dia yakin bahwa jika suaminya menikah dengan adiknya maka suaminya tidak akan salah memilih pasangan. Karena dia sudah mengenal sifat adiknya sedari kecil.
"Aku tidak bisa menikah dengan Anisa. Aku tidak mencintainya. Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan perempuan yang seharusnya menjadi adik iparku. Aku tidak bisa menuruti permintaanmu. Maafkan aku," Jordan menolak permintaan istrinya. Karena dia menganggap pernikahan itu bukanlah permainan. Dia tidak mungkin menikah dengan perempuan yang tidak dia cintai. Terlebih Anisa itu adalah adik iparnya sendiri.
"Me_menikahlah dengan dia demi aku." Mohon Amira dengan suara yang sedikit mulai hilang. "Ak_aku mohon. Anggaplah permintaanku ini adalah hadiah pernikahanmu untukku. Aku mohon kepadamu." Pinta Amira parau.
"Menikahlah dengan dia karena ini permintaan terakhirku. Aku mohon," Suara Amira sudah mulai hilang. Jordan yang mendengar suara istrinya mulai hilang semakin panik. Hingga dia tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui permintaan istrinya.
"Baiklah, aku akan menikah dengan Anisa demi kamu. Tapi kamu harus sembuh, kamu harus bertahan demi aku." Pasrah Jordan yang membuat Amira tersenyum tipis.
"Ak_aku pamit, aku mencintaimu." Setelah mengatakan kalimat itu kedua mata Amira langsung terpejam.
Jordan berteriak memanggil dokter, dia panik ketika melihat istrinya tidak sadarkan diri.
Dokter memeriksa denyut nadi Amira, kemudian dokter menutup kedua mata Amira yang sedikit terbuka.
"Inalillahi wainailaihi rojiun. Kami dari Tim medis sudah berusaha semaksimal Mungkin untuk menyelamatkan nyawa istri anda. Tapi maaf, kami harus menyampaikan berita duka. Saudari yang bernama Amira Maharani Alfat baru saja menghembuskan nafas terakhir pukul 17.50. " Ucap dokter yang menangani Amira dengan wajah lesu.
Jordan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak mungkin istrinya meninggalkan dirinya dengan begitu cepat.
"Sayang jangan pergi, sayang jangan tinggalin aku. Sayang ayo bangun, sayang jangan bercanda. Amira, sayang, AMIRA AYO BANGUN.....!" Teriak Jordan sambil menggoyangkan kedua pundak istrinya dengan kuat.
Dokter dan suster yang melihat betapa hancurnya Jordan ketika di tinggal istrinya meninggal ikut meneteskan air matanya.