Kebetulan

922 Kata
Bastian mengalihkan pandangannya saat mendengarkan suara seorang wanita yang tengah berteriak dan memanggil wanita yang berlari meninggalkannya, kedua matanya melebar saat menyadari wajah wanita yang dikejar oleh wanita yang sedang berteriak itu, wanita yang berhasil membuat paginya hancur, wanita gila yang berhasil membuat hatinya di penuhi awan hitam di pagi hari yang sangat cerah seperti hari ini, wanita itu tersenyum lebar berlari menjauh dari sahabatnya yang tengah mengejarnya dari belakang. “Tuh cewek gila, kelakuannya kayak anak kecil” Bastian berkata dengan sinis. “Yang mana Bas?” Adisetya Nugroho atau yang biasa di panggil Adi adalah sahabat Bastian semenjak mereka kecil, Lelaki tampan yang memiliki pandangan mata yang lembut, yang membuat banyak wanita meleleh saat memandang matanya, rambut shaggy berwarna hitam,mata bulat dan bibir tipis. Ia mengalihkan pandangannya pada kedua wanita yang sedang kejar-kejaran ala Tom dan Jerry. Ia terkekeh melihat kedua wanita itu. “Itu yang rambutnya yang di ikat ke belakang” Bastian mengarahkan dagunya menunjuk ke arah wanita yang berhasil membuat paginya hancur. “I..tu..Bintang..Bintang Mahesti” Adi tidak mengalihkan padangan matanya dari sosok Bintang dan Patricia yang sudah menghilang dari pandangan matanya. “Itu nama dia?”Bastian menaikkan sebelah alisnya “Iya”Adi membalas dengan singkat, hatinya berdebar dengan kencang saat melihat wanita itu. “Kok lo bisa tahu?lo kenal dia?”Bastian mengerutkan keningnya, menatap sahabatnya dengan raut wajah yang penuh tanya. “Ya kenal lah, dia adik kelas gue waktu SMA, cewek cantik dan paling pintar di sekolah, semenjak SMP dia selalu dapat beasiswa, sekarang juga dia masuk ke kampus ini pasti karena dapat beasiswa, dia..cinta pertama gue” Adi bercerita pada Bastian tentang Bintang, wajahnya berseri-seri saat bercerita tentang Bintang. “Sejak kapan lo suka cewek begituan?itu lo bilang cantik?mata lo katarak, gue mau masuk kelas dulu” Bastian semakin kesal mendengarkan apa yang sahabatnya itu katakan. “Cantik itu relatif Bas,bagi gue Bintang itu cantik,cantik luar dalem” Adi berlari kecil mengejar Bastian yang sudah pergi berjalan meninggalkannya. Bastian memutarkan kedua bola matanya, menatap nanar sahabatnya yang dianggapnya sedang tidak waras itu. *** Bintang berlari kecil keluar dari kelas. Ia tidak ingin terlambat bertemu dengan Patricia. Mereka memang beda jurusan, Bintang adalah mahasiswi jurusan kedokteran, sedangkan Patricia adalah mahasiswi jurusan bisnis management. Gedung mereka bersebelahan, sehingga mereka bisa selalu bertemu. “BRUKK” Bintang meringis kesakitan saat ia terjatuh karena menabrak seseorang yang berdiri di depannya. Seharian ini Bintang merasa dirinya sedang sial,ia tidak henti-henti bertabrakan. “Maaf, kamu nggak pa-pa?” Lelaki itu mengulurkan tangan kepada Bintang, Bintang menyambut tangan lelaki itu tanpa melihat siapakah pemilik tangan yang membantunya berdiri. “Nggak pa-pa, makasih ya.” Bintang mengalihkan pandangan pada lelaki yang tengah tersenyum lebar kepadanya, sedetik kemudian ia melebarkan mata saat menyadari siapa lelaki yang tengah berdiri di hadapannya. “Kak ... Adi?” Bintang terlihat ragu saat menyebutkan nama lelaki itu. Lelaki tampan dan gentle, sosok yang selama ini menjadi pujaannya. Tiba-tiba Bintang menjadi salah tingkah di hadapan pangeran impiannya. Lelaki yang selalu diimpikannya untuk menjadi kekasihnya. “Iya, Bintang ya? Bintang Mahesti?” Adi tersenyum lebar sehingga memperlihatkan susunan giginya yang putih dan rapi. Bintang mengangguk pelan. “Kamu kuliah di sini? Calon dokter nih?” Adi menarik tangan Bintang untuk berdiri di pinggir lorong agar tidak mengganggu orang yang sedang lalu lalang di sana. “I … ya, Kak,” Bintang terbata. Selama masa SMA, ia tidak pernah berduaan seperti ini dengan Adi. Bintang hanya bisa memandang dan mengagumi Adi dari kejauhan. Ia tahu dirinya sangat berbeda dengan Adi, sehingga nyalinya ciut untuk mendekati lelaki itu. Adi lelaki pintar dan tampan, lelaki popular di sekolahnya dulu, sedangkan Bintang hanya terkenal karena kepintarannya saja, ia gadis yang tidak mudah bergaul dengan orang lain. “Minta nomer hape kamu dong, Bee.” “Hah?” Bintang merasa ada yang salah dengan pendengarannya ... atau mungkin otaknya yang bermasalah? Adi terkekeh melihat wajah Bintang yang kebingungan, wajah yang sangat menggemaskan bagi Adi. Pipi Bintang merona merah karena malu saat melihat Adi terkekeh melihat wajahnya yang  sekarang ini pastinya terlihat sangat bodoh. “Maaf, Bee. Kamu lucu, sini minjem tanganmu.” Adi mengambil tangan kiri Bintang tanpa mendengarkan sepatah kata pun yang akan keluar dari pemilik tangan itu. Ia mengambil pulpen yang diselipkan di saku kemeja. Ia menuliskan nomer ponselnya pada telapak tangan Bintang, jantung Bintang berdebar dengan cepat saat tangannya bersentuhan dengan Adi. Ada getaran aneh yang membuatnya mengeluarkan keringat dingin. “Ini nomer hape-ku, Bee, Nanti sms atau telfon aku ya! Aku harus pergi sekarang, lagi nggak bisa ngobrol lama-lama sama kamu.” Adi tersenyum manis kepada Bintang, Bintang lagi-lagi hanya bisa mengangguk pelan. Ia memandangi punggung Adi yang lama-kelamaan menghilang dari pandangannya, lalu ia menatap nomer ponsel di telapak tangannya sambil tersenyum lebar. Ia tidak dapat menyembunyikan senyuman kebahagiaan, ia menciumi tangannya sehingga membuat orang yang melihatnya mengira bahwa Bintang sudah gila saat ini. Ini pasti cinta. I’m falling in love. Teriak Bintang dalam hati. *** Adi menyandarkan punggung pada dinding yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia memandangi tangannya yang berhasil memegang tangan Bintang sembari tersenyum bodoh, lalu ia memeluk erat tangannya sendiri. Jantungnya terasa ingin copot saat berhadapan langsung dengan Bintang. Ia takut Bintang bisa mendengar irama jantungnya yang terdengar sangat cepat. Wanita itu tidak pernah berubah semenjak masa SMA mereka, ia masih terlihat salah tingkah saat bertemu Adi, tapi setidaknya kali ini Bintang tidak berlari menjauhinya. Dulu, Bintang selalu menghindar saat Adi mendekatinya, hingga membuat lelaki itu sempat mengira jika Bintang membencinya, tapi kejadian hari ini membuatnya tahu bahwa Bintang tidak membencinya. Mungkin Bintang hanya takut dan trauma karena murid perempuan di sekolahnya yang selalu menyiksanya saat melihat mereka berdekatan. Adi merasakan ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya, membuatnya merasakan bahagia dan seakan kembali ke masa SMAnya yang indah. Walaupun cintanya dengan Bintang tidak dapat bersatu, tapi dia menikmati setiap kenangan di mana ia harus curi pandang menatap wajah Bintang, atau tersenyum geli sendiri saat melihat kelucuan wanita itu dari kejauhan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN