ONE LOOK

1006 Kata
"Mau bermain denganku?" Seseorang mengatakannya, menahan langkah kaki seorang gadis yang dinyatakan bernama Yoon Rahee pada name tag yang terletak di bagian kiri bajunya. Pria itu tersenyum. "Kau hanya perlu berkata 'ya' dan menikmati goyanganku." Senyumannya berubah miring. Rahee tak paham dengan ini, kalimat yang dia katakan seolah mengajaknya untuk berkeliling. "Maaf, Tuan. Bisakah Anda bergeser sedikit? Tubuhmu menutupi lubang pintu," katanya beramah tamah. Berusaha agar sosok Jangkung itu mau membagi jalannya. Namun sayang, lelaki itu malah tertawa. Rahee mengeryitkan keningnya. "Aku Sean, Oh Sean. Kurasa kau harus tahu namaku." Bariton tegas yang ia ucapkan dengan pandangan yang tak lepas dari Rahee. Sean maju selangkah demi menghapus jaraknya, lalu ia berbisik, "Katakan berapa harga yang harus kubayar untuk satu malam, Nona Yoon?" Sangat kurang ajar! Rahee mendorong kuat tubuh kekar itu hingga sosoknya mundur dua langkah. Ia layangkan tatapan tajamnya kepada lelaki yang mengaku dirinya sebagai Oh Sean. Tak main-main, Rahee betul-betul menatap tak suka kepada pria Oh itu. "Siapa pun dirimu, tolong jangan sembarangan berkata. Toleransiku berlaku untuk kali ini saja. Sayang sekali, aku bukan jalang." Setelahnya Rahee berbalik meninggalkan Sean yang tersenyum karena ucapannya. Mengambil jalan memutar daripada ia harus melewati tubuh tinggi pria itu. Bahkan sekadar melewati sosoknya saja Rahee tak sudi. Rahee tak habis pikir dengan Sean si pria kurang ajar yang barusan merendahkannya. Berkata seakan-akan dalam jidatnya tertulis: Please, buy my body. Berengsek sekali dia! *** Rahee menghempaskan bokongnya pada bantalan kursi. Jam istirahatnya sudah lewat 10 menit lalu. Kini ia sedang menikmati waktu senggang di tengah kesibukannya sebagai seorang perawat. Rumah sakit Seoul Surgical Hospital adalah tempatnya bernaung mencari nafkah untuk menghidupi diri sendiri dan adiknya yang masih berstatus sebagai pelajar di University of Wisconsin, Madison, yang terletak di Amerika Serikat. Dia memang bukan turunan manusia berdarah biru atau sejenis wanita kaya sedunia hingga mampu menyekolahkan si Bungsu di Negeri Paman Sam. Namun, perlu diketahui bahwa Yoon Rahee adalah sosok pekerja keras yang sangat berambisi terhadap uang. Begitupun Yoon Saewoo, adiknya yang sangat pandai berprestasi sehingga berhasil diterima di sana dalam bantuan beasiswa. Patut dibanggakan, bukan? Jadi, apakah ada alasan untuk Rahee berkata tidak mampu dalam menyekolahkan adiknya? "Aku tak pernah tahu, jika kau memang takdirku." Gadis Yoon itu terperanjat akan keterkejutan suara itu lagi. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana tekstur dari nada bicara seseorang barusan. Rahee menegakkan badannya dan bergeser satu kursi menjauh dari Sean. Sebenarnya ia enggan berdekatan dengan lelaki Oh itu walau satu meter jaraknya. "Saya permisi," tutur katanya sebagai pemungkas. Rahee tak mau berbicara banyak dengan sosok itu. Namun, langkahnya terhenti ketika kalimat Sean mampu membekukan sekujur tubuhnya. "Kuharap, Yoon Saewoo tidak pulang malam ini dengan derai air mata." Sangat datar, terkesan santai tanpa intonasi di balik pelafalannya. Tapi anehnya, Rahee merasa lelaki itu sedang mempermainkannya. Jelas. Oh Sean. Sama sekali Rahee tak mengenalnya. Namun, lagak pria Oh itu seakan-akan tahu betul tentang dirinya. Kemudian Rahee berbalik, menatap penuh peringatan pada wajah tampan tersebut. "Sepertinya kau salah orang, aku tidak mengenalmu. Bahkan aku baru tahu namamu lima belas menit yang lalu." Sean mengangguk. Itu benar. "Tapi aku merasa tidak salah sama sekali," katanya. Rahee geram. Jika bukan di area rumah sakit, ia ingin sekali meninju mulut lancar pria itu. Sean bangkit dari dudukkannya. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan memosisikan diri tepat di hadapan Rahee. Lalu ia berkata, "Menikahlah denganku." Seolah berucap: kucing itu lucu. Rahee menatap tak percaya ke arah Sean. Ia menggeleng sambil berucap, "Dasar sinting!" Kemudian Rahee beranjak pergi dengan lagi-lagi Sean yang tersenyum sebelah bibir mengiringi kepergiannya. Saat di mana Rahee lengser dari sana, senyum di bibir Sean masih setia tersungging. "Well, aku baru memulainya. Menemukannya dalam balutan seragam putih. Dia seksi." Rancauan yang hanya Sean dengar sendiri. Lantas Sean pun turut beranjak pergi. ~Dia hanya lupa. Nanti, akan ku ingatkan lagi. Tunggulah hingga saat 'nanti' itu tiba. Cintaku yang memang tak pernah berubah. [Oh Sean] *** Hari sudah mulai senja dengan gumpalan awan putih yang masih setia menghias di tengah langit jingga. Sangat indah dan berkesan dengan bertemakan romantisme cinta, jika saja yang bersemayam di bawahnya adalah sosok pria dan wanita. Namun sayang, semua yang ada di sana justru bergender pria. "Tarik beasiswa itu, dan lumpuhkan penghasilannya." Sean berucap sambil sesekali menikmati hot latte-nya. "Siapa maksudmu?" Itu Loey, pemilik donasi terbesar dan sosok yang sangat berpengaruh dalam bea jasa di Universitas tempat Saewoo berkuliah. Dia lah si penyumbang dana sekaligus orang nomor wahid dalam program beasiswa tersebut. Bisa dibilang, Loey ini sangat mumpuni dalam segi keuangannya. "Memecat Yoon Rahee? Atau membuatnya susah dengan mencari kesalahannya saat bekerja, kau pikir itu mudah?" Kalau yang ini suara Kim Kei. Pemilik club malam beserta penanggung jawab untuk para pekerja di Rumah Sakit Seoul Surgical Hospital. Teman-temannya sangat berduit, bukan? "Ya. Aku mau mereka jatuh—" "Dan kau akan berperan sebagai pahlawan kesatrianya? Kau cerdas sekali!" Kei berdecak setelah memangkas ucapan Sean. Pria Oh itu mendelik dan menatap jengkel pada Kei. Ia tidak suka kalimatnya dipangkas. "Hidupku tidak sedramatis itu. Jangan katakan hal konyol, itu klise yang hanya terjadi dalam cerita," desisnya. Loey hanya diam sambil berpikir. "Lalu, untuk apa?" Kei sangat gemas ingin tahu banyak, ia melemparkan pandangan penuh tanya sambil berceloteh, "Rahee adalah salah satu dari sedikitnya perawat yang aku banggakan dengan kinerjanya yang baik, rajin, dan disiplin. Tidak ada alasan yang tepat untuk aku menyalahkannya. Memecatnya sama saja dengan membuang penghasilan," katanya. "Kau tak tahu apa pun." "Untuk itu aku bertanya, apa motifmu, Oh Sean?" Dan serangkaian kata meluncur begitu saja dari mulut manis Loey. Ia berucap, "Kau jatuh cinta? Tidak! Tapi kau menemukan cintamu yang lalu?" Mendengarnya, sudut bibir Sean berjingkat naik menampilkan simpul miring seperti biasa. Ia tak bisa tersenyum dengan benar. "Nikahkan aku dengan dia. Bagaimanapun caranya, bantu aku untuk mengikatnya." "Kau sudah gila!" Kei tak mau pikirannya berkelana, tapi satu kata 'gila' itu, ia rasa cukup untuk menjabarkannya. Ya, Oh Sean si pria gila! Loey menggeleng. "Jangan lagi, Sean. Jangan membuat dia ingat padamu. Susah payah aku mencarikan psikiatri untuk dirinya." Sayang sekali, seorang Oh Sean tetap bulat pada pendiriannya. Ia bepegang teguh pada tujuan dan perkataannya. Jika sudah bertekad, berlama-lama mencari dan setelah tanpa sengaja bertemu kembali, apa aku akan melewatkannya begitu saja? Aku tak sebodoh itu. Takdir tak pernah bermain-main denganku, tapi aku gemar sekali mempermainkan takdirnya. Sudah dikata, itu bukan salahku. Rancauan batin Sean menggema, mengiringi senyum sebelah bibirnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN