Part 3

1088 Kata
"Bukannya seharusnya anda kembali ke kamar anda sendiri pak Ceo?" Tanya Rasya hati-hati sambil merapikan berkas yang masih berceceran di atas tempat tidurnya. Yudha Manggala tampak cuek pria itu malah menatap langit-langit kamar Rasya tidak beranjak sama sekali dari posisi terlentang. Rasya segera meletakkan berkas tersebut di atas meja di sisi tempat tidurnya. Dia masih berdiri menunggu pria itu kapan beranjak keluar dari dalam kamarnya. "Wajahmu terlihat pucat, jangan bilang kamu takut padaku? Rasya?" Tanyanya pada gadis itu seraya bangkit duduk. Rasya menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Saya hanya tidak ingin anda terlibat dalam masalah karena berada satu kamar dengan saya." Jelas gadis itu dengan sopan. "Mengenai kameraku, aku akan memotong gajimu sampai lunas tagihan." Ucap Yudha tanpa sebuah senyuman. Rasya terpaksa mengerjapkan matanya berkali-kali dia pikir Yudha sudah memaafkan semua kesalahannya. Tapi baru saja pria itu mengungkitnya lagi. "Apa gara-gara aku mengusirnya keluar dari dalam kamarku?" Gumamnya dengan nada pelan. Yudha tersenyum mendengar ucapannya, gadis itu tiba-tiba memegangi lengannya saat ia hendak melangkah keluar dari dalam kamarnya. "Kenapa memegangi lenganku? Jangan bilang kamu berniat menggunakan tubuhmu untuk membayar kameraku?" Ucapan Yudha barusan membuat gadis itu segera melepaskan genggaman tangannya pada lengannya. "Wanita malam pun tidak semahal harga kameraku." Ucapnya lagi. "Apa maksudmu mengatakan itu? Pak Ceo, astaga!" Rasya memijit pelipisnya menahan perasaan pahitnya. Dia pikir setelah bicara normal seperti sebelumnya Yudha Manggala tidak akan bersikap sakars padanya. Tapi dugaannya benar-benar keliru. "Ah, dan juga aku sudah membayar minumanmu di kafe hotel, sekalian itu akan masuk ke dalam tagihan." Jelasnya pada gadis itu, Rasya membuka mulutnya lebar-lebar, dia benar-benar tidak mengerti pria di depannya itu ternyata sangat perhitungan. "Oke, aku akan membayar semuanya dengan tabungan gajiku, jadi lunas! Aku tidak perlu pergi jauh-jauh ke Surabaya kan?" Tanyanya lagi padanya seraya mengulurkan ATM miliknya ke arah Yudha Manggala. Yudha Manggala hanya menatap wajahnya dengan tatapan mata lekat-lekat. "Apa kamu lupa? Apa persyaratan dariku?" Maju satu langkah mendekat ke arah Rasya, gadis itu segera mundur ke belakang. "Ingat, tapi bagaimana aku bisa hidup di Surabaya ketika harus menyerahkan gajiku setiap bulan padamu." Ungkapan protes Rasya Natasya hanya dijawab dengan senyuman sarkas untuk kedua kalinya. "Jika kamu mau, setiap malam kamu bisa menemaniku." Sahut Yudha Manggala dengan santainya. Rasya Natasya tidak bisa mencerna ucapan pria itu barusan. Dia hanya bisa merutukki nasib sialnya. "Maksudku menemaniku mengerjakan berkas, dan menyelesaikan banyak proyek." Lanjut Yudha Manggala. "Apa kamu pikir aku akan menggunakan jasa..." "Cukup, aku tahu, silahkan keluar dari dalam kamarku." Rasya segera membukakan pintu untuknya. "Oke, aku tunggu besok di kamar ini. Bawakan berkasku karena besok aku ada meeting dengan staf-ku." Ujarnya seraya menunjukkan nomor dari kunci pintu kamar yang dibawanya kepada Rasya. "Tunggu!" Rasya menahan lagi lengannya. Yudha tersenyum sambil menoleh. "Apa lagi?" "Kenapa harus besok? Bukankah kita akan mulai bekerja saat pulang dari Yogyakarta?" Mencoba protes pada Yudha. "Kamu protes lagi? Bukankah semakin cepat bekerja, semakin cepat lunas juga hutang-hutang mu padaku." Yudha melepaskan genggaman tangan Rasya dari lengannya. "Tapi setelah lunas apakah aku boleh kembali ke Jogja?" Tanyanya lagi penuh harap. "Itu tergantung hasil pekerjaan yang kamu lakukan nanti." Sahut pria itu, kemudian melangkah keluar dari dalam kamar Rasya. "Aku hanya salah mengiranya sebagai pencopet, tapi aku tidak tahu kalau segalanya akan berakhir mengenaskan seperti ini." Keluh gadis itu sambil menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia merasakan sesuatu di bawah tubuhnya. "Apa ini?" Gadis itu menimang-nimang benda kecil tersebut, kemudian dia berteriak histeris. "Kunci mobil! Ceo gila itu meninggalkannya di sini? Astaga! Aku harus bagaimana? Em.. aku hubungi saja ponselnya. Ini satu-satunya cara agar kita tidak bertemu di tengah malam." Rasya segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. "Ini kunci layarnya kenapa? Apa-apaan ini! Jangan-jangan ponselnya juga sama dengan ponselku! Aakkhhhh! Menyebalkan sekali!" Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan pintu pada kamarnya. "Iya sebentar." Rasya segera membuka pintu kamarnya, ternyata itu adalah karyawan yang bekerja pada satu perusahaan dengannya. Awalnya dia kira itu adalah Yudha. "Ada apa?" Tanyanya sambil berdiri di ambang pintu. Renata melongokkan kepalanya ke dalam kamarnya. "Kamu mencari siapa sih?" Tanya Rasya bingung. "Kamu tidak sedang menyembunyikan pria di dalam kamarmu kan? Bukannya statusmu masih lajang hingga detik ini?" Celoteh Renata pada sahabat sekantornya tersebut. "Hem. Jadi menurutmu aku menyembunyikan seorang pria? Di kamar hotel?" Tanyanya pada gadis di depannya itu. "Iya, ini aneh sekali. Itu ponselmu, tapi kenapa barusan aku menelepon yang aku dengar malah suara pria?" Tanya Renata, gadis itu menerjang masuk untuk memeriksa kamar mandinya. Kunci mobil milik Yudha Manggala masih berada di dalam genggaman tangannya. Dia segera memasukkan ke dalam saku piyamanya. "Sudah puas? Tidak ada siapapun di sini." Jelasnya pada temannya tersebut. Namun beberapa detik kemudian ponselnya berdering nyaring. Dia segera mengangkatnya, "Halo pak Yudha? Ini saya Rendi bagaimana proyek pembangunan di kota A? Apakah anda sudah, bla bla,.." Rasya hanya menelan ludahnya mendengar ulasan panjang lebar di seberang sana. Ketika Renata menyela, dia segera mengangkat tangannya. Rasya mengambil selembar kertas, dan mulai mencatat poin-poin penting dari seberang sana. Gadis itu tersenyum setelah mengakhiri panggilan telepon dari seberang sana. "Rena, aku harus keluar sebentar. Ada urusan mendadak." Ucapnya tiba-tiba sambil membawa kertas tersebut keluar dari kamarnya. Dengan langkah kaki tergesa gadis itu menuju ke kamar Yudha Manggala yang terletak di lantai dua belas, tiga lantai dari kamarnya sendiri. "Tok, tok, tok," Ragu-ragu Rasya mengetuk pintu kamar Yudha. Pria itu sepertinya sudah terlelap beberapa menit tadi, karena matanya terlihat berkaca-kaca karena menahan kantuk. "Ini saya tadi mendapatkan informasi penting, ini kunci mobil anda, dan ini ponsel anda. Tadi tertinggal di dalam kamarku." Rasya mengulurkan semua benda-benda tersebut pada Yudha. Pria itu segera menerimanya, dan menutup pintu kamarnya kembali. "Telepon.." Rasya ingin mengatakan kalau ponselnya tertukar dengan milik Yudha. "Braakk!" Yudha keburu menutup pintu kamarnya. Rasya memberanikan diri untuk memutar gagang pintu kamarnya, lalu masuk ke dalam. Beruntung pintu tersebut belum menutup sempurna. "Maafkan aku Tuhan aku tidak bermaksud menyelinap ke kamar orang lain." Ujarnya pada dirinya sendiri. Rasya segera mencari ponsel miliknya. Saat melihat ponselnya berada di sebelah bantal Yudha, dia agak takut ingin mengambilnya. Tapi keinginan untuk mengambil ponselnya tidak bisa ditahannya lagi. "Maafkan aku.. akkhhh! Bruuukkk!" Yudha menarik lengannya hingga dia jatuh tersungkur menimpanya. Dua tatapan mata keduanya bertemu, Rasya buru-buru sekali ingin mengambil ponselnya. Tapi tangannya masih berada dalam genggaman Yudha. "Sepertinya tamat sudah riwayatku!" Keluh gadis itu dalam hatinya. "Anu, saya, hanya.." "Hanya ingin tidur bersamaku? Sampai-sampai kamu tengah malam buta mengusikku di atas tempat tidurku?" Sela Yudha saat gadis itu hendak menjelaskan duduk perkaranya. "Apakah kamu menganggap ku, semurah itu?" Pertanyaan Rasya membuat Yudha tersenyum sambil merubah posisi tidurnya hingga gadis itu berada di bawah tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN