Rasanya lama sekali menunggu Tasya melanjutkan ceritanya, Andreas penasaran dan entah dorongan dari mana, dia ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan sekretaris unik nya ini.
"Lagi bertengkar?" tebak Andreas setelah beberapa menit berlalu. Tasya menggelengkan kepalanya. "Tidak."
"Trus kenapa bad mood setelah dia telepon? Bukannya happy kalau ditelepon pacar?"
"Udah ah...yuk, balik kantor." Tasya meraih tas dan tumpukan dokumen lalu berjalan ke arah pintu restoran. Sepertinya dia lupa sopan santun bila berbicara dengan atasan. Andreas hanya diam seraya menggelengkan kepala dan berjalan ke kasir untuk membayar pesanan mereka.
"Sudah panggil Indra?" tegur Anderas ketika melihat Tasya berdiri termenung di lobby restoran.
"Eh..iya..lupa manggil!" seru Tasya lalu menyerahkan semua berkas yang semula dipegangnya ke tangan Andreas dengan terburu buru. Andreas terkejut, dia tidak siap menghadapi serbuan dokumen mendadak dari Tasya, hampir saja beberpa dokumen jatuh ke lantai.
Untung Pak Indra tidak lama kemudian datang, Andreas yang masih memegang dokumen melongo melihat Tasya masuk terlebih dahulu. Indra melihat situasi dengan gesit turun dari mobil dan mengambil dokumen tersebut lalu meletakannya di kursi samping supir. Kemudian membukakan pintu untuk Andreas baru kembali ke kursi supir.
Selama perjalanan Tasya tidak bicara sepatah kata pun, begitu pula Andreas. Tiba di kantor pun, Tasya masih diam dan hanya menjawab seperlunya pertanyaan-pertanyaan dari Anderas mengenai pekerjaan.
Sekitar pukul empat sore, Rana kembali menghampiri ruangan Andreas. "Hai...gimana meetingnya tadi siang?" tegur Rana dan tanpa menunggu jawaban Andreas dia langsung masuk dan duduk di kursi tamu yang disediakan di hadapan meja kerja Andreas.
"Meeting?" Andreas terlihat bingung, namun otaknya langsung berputar cepat "Ohh..meeting. Ya...meeting tadi siang." ulang nya lagi. "Ok lah..."
"Kamu ada perlu apa denganku?" tanya Andreas
"Memang harus ada perlu baru boleh menemui kamu?" jawab Rana sedikit merajuk, berharap Andreas membujuknya dengan mengajaknya dinner mungkin...(#ngarep.com)
"Sorry, aku lagi sibuk ngurus projek." usir Andreas dengan halus.
"Malam ini kedua orang tuaku mengajak kamu untuk dinner, kita langsung saja dari kantor nanti pukul enam." Rana diam, menunggu respon Andreas.
"Ohh..mereka sudah pulang? hmmm..baiklah." sahut Andreas sedikit segan. Kalau bukan karena kedua orang tua mereka bersahabat, dia tidak mau meluangkan waktu untuk menemani Rana.
Semenjak berangkat dari kantor, Rana tidak habis habisnya berceloteh seperti anak kecil yang sedang senang diajak tamasya oleh orang tuanya. Kuping Andreas terasa panas, hati kecilnya ingin segera turun dari mobil saja. Dia membayangkan semalaman nanti berhadapan dengan Rana dan keluarganya. Horor!!!
Karena jarak hotel dengan kantor mereka tidak terlalu jauh, setengah jam kemudian mereka sudah tiba. Dengan menggandeng lengan Andreas, Rana tersenyum sumringah. Dia membayangkan jika Andreas adalah suaminya, pasti membanggakan.
Andreas memang seorang pria yang tahu menjaga penampilannya. Dia didik oleh kedua orang tuanya untuk selalu rapi dan sopan terhadap orang lain, terutama yang lebih tua. Kepatuhan Andreas pada orang tuanya tidak berubah walaupun kini dia sudah dewasa.
Dengan menggunakan setelan jas berwarna biru tua, Andreas terlihat sangat tampan dan menawan. Tubuhnya yang tinggi dan atletis ditunjang dengan wajah tampan yang diturunkan oleh orang tuanya membuat semua wanita yang berpapasan pasti melirik, bahkan sering ada yang memberanikan diri untuk berkenalan dengannya.
Namun malam itu, Ranalah yang merasa menjadi pemenang. Pria tampan idaman semua wanita kini berjalan berdampingan dengannya. Setiap orang yang memandang mereka saat itu pasti menyimpulkan kalau mereka adalah pasangan yang serasi dan bahagia.
Kedua orang tua Rana sudah tiba terlebih dahulu, mereka sedang bersantai menikmati anggur sambil mendengarkan live music di lounge hotel. Senyum menghiasi wajah mereka ketika melihat anak semata wayangnya, Rana. Mama Rana melambaikan tangan dan meminta pramusaji untuk menyiapkan gelas dan mengisinya dengan anggur.
"Malam om, tante..." sapa Andreas sopan. "Malam Andreas." sahut mereka. "Duduklah, kalian pasti letih sehabis kerja di kantor. Malam ini kita bersantai dan tidak membicarakan bisinis atau kerjaan . Ok?" sambung Om Rudy.
"Mam, pap...apakah sudah order? Aku lapar sekali loh." rengek Rana.
"Rana...sudah dewasa. Jangan seperti anak kecil merengek seperti itu." tegur Mama Rana. "Sebentar lagi hidangan akan datang, kami sudah pesan kok." lanjutnya.
"Ahh..Andreas...kamu makin tampan saja sekarang? Umur berapa ya? Seingat Tante kamu lebih tua dari Rana dua tahun bukan? Hmm..Rana sekarang 29 tahun, bearti kamu 31 tahun ya?" tanya Mama Rana.
Dengan senyum lebar Andreas menjawab "Betul Tante, ingatan tante sangat hebat rupanya."
"Sudah matang yah...dulu kita menikah umur berapa mam?"
"Kita menikah umur 28 tahun pap..masa lupa ? Umur 30 tahun lahir Rana." jawab Mama Rana.
"Sudah boleh loh Andreas untuk menikah.." sahut Papa Rana.
"Belum Om..masih mau meniti karir dulu." elak Andreas. Dari awal dia tahu kemana arah pembicaraan kedua orang tua Rana.
"Ah...perusahaan itu kan milik Herry, dan kamu anak tunggal. Tentu saja pasti warisan jatuh ke tangan kamu."
"Amin om..., lagian belum ada calon nya."
"Nah itu dia....kalian kan sudah kenal sejak kecil, gimana kalau kami menjodohkan kalian? Cinta bisa datang karena terbiasa. Tante pikir Rana tidak keberatan. Benar begitu Ran?"
Dengan tersipu malu Rana hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Hatinya senang tidak terkira, mamanya memang yang terbaik, dia tahu apa yang Rana mau.
"Ah..kami hanya berteman tante, bahkan saya menganggap Rana seperti adik saya sendiri." sahut Andreas dengan masih tersenyum. Dia sadar, jawabannya membuat raut wajah kedua sahabat orang tuanya berubah.
"Sudah..sudah...kita bahas hal itu dilain waktu saja. Hidangan sudah tersedia, yuk kita makan selagi hangat." lerai Om Rudy
Selama makan mereka tidak lagi membicarakan mengenai hal perjodohan, mereka hanya membahas hal hal yang ringan saja. Om Rudy lah yang paling banyak bicara, dia menyadari kalau istri dan putrinya kurang berkenan dengan jawaban Andreas. Biasalah..perempuan terlalu terbawa perasaan.
Setelah acara makan malam selesai, mereka meninggalkan restoran dan berpisah di lobby. Rana pulang bersama dengan kedua orang tuanya sementara Andreas kembali bersama supirnya, Indra.
"Mam, gimana dong. Andreas hanya menganggapku adik saja?" kembali Rana merengek dalam perjalanan pulang.
"Tenang saja...nanti mama akan bicara dengan kedua orang tua Andreas. Mereka pasti setuju dengan perjodohan ini. Benar gak Pap?" Rudy hanya diam, sebenarnya dia setuju jika memang mereka berdua saling mencintai, "Cinta tidak bisa dipaksakan, tidak akan membuahkan kebahagiaan. Papa tidak mau kamu tidak bahagia Rana."
"Ihh..pap, hanya dengan Andreas Rana akan bahagia." tegas Rana. Rudy hanya menghembuskan napasnya kasar. "Jangan bilang kalau papa tidak mengingatkan kamu. Penyesalan selalu datang belakangan."