5 Heroes

2969 Kata
Samudra Tembula, kerajaan bawah laut Hazin dan teman-teman nya telah berhasil sampai di samudra Tembula dan menemukan kerajaan bawah laut yang sebenarnya. Namun, saat mereka bertujuan untuk memasuki kerajaan itu, para penjaga gerbang langsung menghentikan Hazin. Saat penjaga kerajaan bersih keras untuk melarang Hazin masuk, datang seorang kakek yang memberikan perintah agar para penjaga tadi menurunkan senjatanya. "Maaf atas kelakuan mereka, aku yakin mereka tidak tahu dan takut. Karena belakangan ini banyak monster laut yang datang dan menghancurkan barrier pelindung kerajaan." Kakek itu datang menghampiri mereka. "Namaku adalah Archon Drakkar, masyarakat disini biasa memanggilku Archon." Archon berhenti di hadapan Hazin dengan sebuah senyuman. "Di lihat dari penampilan nya, pasti kakek itu adalah bangsawan disini, apalagi para prajurit tadi langsung mendengarkan perintahnya." Gumam Latina, ia terus menatap Archon sejak ia muncul. "Suatu kehormatan untuk ku bisa langsung bertemu dengan mu. Tapi, dimana tuan Vondest? Aku tidak merasakan kehadirannya di dekat sini." Archon menggenggam kedua tangan Hazin dan melihat kebelakangnya untuk mencari Vondest. "Dia tidak ada disini." Jawab Hazin singkat. "Sayang sekali, padahal aku ingin melihatnya sekali lagi, umurku sudah terlalu tua, aku tidak tahu apakah diriku yang rapuh ini bisa melihatnya lagi." Archon sedikit kecewa, sedangkan Hazin hanya menatapnya serius. "Oh ya, kau memiliki energi yang serupa dengan nya, aku belum mengenal namamu dan teman-temanmu yang hadir disini, siapa namamu anak muda?" Tanya Archon, ia mulai melepas genggamannya pada tangan Hazin. "Namaku Hazin Triton." "Triton? I-itu berarti kau adalah putranya? Huhu... Aku ini bodoh sekali, bagaimana aku sampai tidak mengenali anaknya sendiri? Vondest, kau sudah memiliki seorang anak." Archon terharu saat mengetahui remaja yang ada di hadapan nya itu adalah putra dari Vondest yang ia kenal. "Sekali lagi maafkan aku, aku merasakan energi yang sama dari tubuhmu. Tapi, aku justru menganggap putra darinya sebagai orang asing. Maafkan aku, Hazin Triton." Archon mengeringkan sedikit air mata menggunakan kedua telapak tangan nya. "Mereka adalah pembantu ku. Yang berambut hitam pahit itu adalah Latina The Down, putri dari kerajaan The Down. Yang berambut merah darah amis itu adalah Jack, ia putera dari Ensberg... Aku tidak tahu nama panjangnya, dan yang terakhir kucing berambut hitam arang itu adalah Minaki ista, ia seorang bangsawan dari keluarga Ista." Hazin memperkenalkan teman-temannya. "Oi! Apa yang kau maksud merah darah amis puding berry?!" Jack sedikit menyentak sambil mengepalkan tangan kanan nya. "Kau, putra dari Ensberg Anarchy? Aku juga tidak menyangka bahwa kau putera dari orang bodoh itu, huhu... Kalian juga, puteri bangsawan dan penerus kerajaan The Down, p-pasti kau puteri darinya, ya! Kau pasti puteri dari ratu Patricya The Down kan?!" Archon menghampiri Latina sambil kembali terharu. "Em.. iya, tentu saja. Hehe.." Ucap Latina, ia sedikit malu karena Archon menggenggam kedua tangan Latina. "Oi, kenapa ayah di panggil orang bodoh olehnya? Sepertinya hanya ayah yang dianggap tidak berguna oleh pak tua itu." Gumam Jack, ia cemberut karena Ensberg ayahnya tadi disebut orang bodoh oleh Archon, hanya ayahnya saja yang sepertinya tidak dipuji. "Hei, kenapa kau terlihat seperti mengenal ayahku sejak lama? Kau bahkan mengetahui Patricya dan Ensberg, apa mereka pernah datang menemuimu sebelumnya?" Tanya Hazin. "Ekhem! ya, tapi sebelum aku menceritakannya, bagaimana kalau kalian masuk kedalam kerajaan terlebih dahulu? Kalian pasti lelah karena telah menempuh perjalanan yang panjang." Archon melepaskan genggamannya pada Latina, ia berjalan kembali menuju gerbang kerajaan bawah laut. "Bukan ide yang buruk." Jack langsung menerima ajakannya. "Oi Kucing cengeng, apakah teknik bernapas dalam air milikmu dapat bertahan lama?" Tanya Hazin, ia berkomunikasi dengan Minaki menggunakan Telephaty. "Kau tidak usah khawatir Hazin, sihirku ini akan bertahan selama yang kau inginkan, jadi tenang saja, kita bisa berlama-lama disini." Balas Minaki, ia juga menggunakan teknik Telephaty. Setelah bertemu dengan orang yang bernama Archon itu, mereka berempat akhirnya dapat memasuki kerajaan bawah air dengan damai. Di dalam tembok karang itu, terdapat sebuah kota bawah air yang terlihat ramai oleh orang-orang yang merupakan manusia setegah hewan yakni manusia setengah ikan. Jalan yang mereka lalui didalam kerajaan itu dipenuhi oleh orang yang terlihat ceria, mereka semua menyambut kedatangan Hazin dan yang lainnya dengan senyuman manis, baik itu laki-laki ataupun perempuan. Ya, mungkin mereka tersenyum seperti itu karena Hazin dan yang lainnya di temani oleh Archon. "Tidak kusangka akan seramai ini, bagunan disini juga terlihat begitu indah dan berwarna berkat karang dan ikan kecilnya! Huaa... Mataku terasa kembali jernih." Minaki terlihat bahagia dan menikmati kota bawah laut. Di tengah hal itu, muncul beberapa bayangan hitam di sekitar Minaki. Lalu, pada saat Minaki menengok ke atas, "Lihat Hazin! Itu adalah kumpulan ikan pari laut!" Ia tampak begitu semangat. Hazin hanya melihat kumpulan ikan pari itu sesaat sambil memasang wajah dingin, "Oh... Begitu ya?" Ia tidak terlihat penasaran. Arcon dan yang lain nya kembali melanjutkan perjalanan mereka. "Masyarakat disini sangat peduli dengan kehidupan laut, para ikan yang hidup akan mendapatkan makanannya dari masyarakat, siapapun itu. Termasuk diriku, aku berkewajiban untuk menjaga keseimbangan ekosistem bawah laut, mulai dari para planton sampai paus harus dijaga kehidupannya." Ucap Archon, ia mengambil makanan dari salah satu toko kecil di jalan lalu memberikannya kepada seekor ikan. "Semua bangunan di dalam wilayah ini terbuat dari batu karang dan tumbuhan karang, hal itu sekaligus menjadi sumber makanan untuk kami dan mahluk hidup, itu semua agar kami tidak saling membunuh mahluk bernyawa lainnya." Archon dan yang lainnya melanjutkan jalan. "Sedikit wajar jika para penjaga tadi menghalangi kalian untuk masuk kesini. Itu karena, mereka takut kalian sebagai penghuni daratan akan mengganggu kehidupan bawah air kami." Archon berhenti. Setelah melayang di dalam air cukup jauh, mereka akhirnya berhenti didepan sebuah bangunan megah dan besar. Bangunan itu terlihat seperti sebuah kastel yang sangat indah dengan warna-warni terumbu karang, matahari yang menyinari dari permukaan air menambah bangunan tadi terlihat lebih indah lagi. "Aku, Archon Drakkar menyambut kalian dengan penuh kehormatan. Selamat datang dikerajaan, Blue Heart!" Archon membalikan badannya dan tersenyum. "Tunggu, apakah kau raja dari kerajaan Blue.. Blue-blue sky ini?!" Tanya Jack, ia berpendapat seperti itu karena seekor ikan memberikan dan menaruh sebuah mahkota yang terbuat dari berlian biru diatas kepala Archon. "Benar putera Ensberg, akulah raja dari samudra Tembula, dan juga. Blue Heart Jack, bukan blue sky." Archon sedikit cemberut melirik Jack. "Fiuhh... Saat pertama kali kau datang, aku sudah curiga akan seperti ini. Tapi, aku sangat berterima kasih tuan Archon, kau telah repot-repot menyambut kami. Sejujurnya, aku belum pernah mengetahui bahwa kerajaan bawah laut benar-benar ada." Ucap Latina, ia menghela napas sebelum bicara. "Memang itu yang kami inginkan. Kami tidak ingin ada penduduk di daratan yang mengetahui keberadaan kami, aku sudah mengatakan sebelumnya kan? Tapi, itu berbeda dengan kalian, silahkan masuk." Archon masuk kedalam kastelnya, Hazin dan yang lainnya mengikuti Archon. Setelah memasuki kastel, mereka langsung disambut oleh para pengurus kastel, mereka dipersilahkan duduk di ruang khusus, makanan khas kerajaan Blue Heart disajikan diatas meja panjang yang berada dihadapan mereka. "Wah.. makanan ini terlihat cantik sekali! Sama dengan wajahku, iya kan Hazin?" Minaki berbinar-binar melihat makanan yang disajikan itu. "Jangan bermimpi." Singkat Hazin. "Hahaha..! Melihat kalian seperti ini, membuatku teringat akan orang tua kalian dulu, kalian benar-benar mirip." Archon sedikit tertawa dan tersenyum. "Bisa mengetahui ayahku? Kau juga bahkan mengetahui ratu Patricya. Sebenarnya, apa hubungan kau dengan mereka?" Tanya Hazin, ia ingin langsung membicarakan intinya. "Hem.. benar juga, itu pastinya karena orang tua kalian pernah datang kesini. Vondest, Viole, Patricya, Lien dan juga Ensberg. Berkat kedatangan mereka, kehidupan pahit yang kami alami berakhir. Sepertinya, ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk membalas apa yang telah mereka berikan kepada kami." Archon mengingat wajah Vondest dan yang lainnya saat masih remaja. "Kehidupan pahit? Apa yang terjadi disini sebelumnya?" Latina ikut bertanya. "Iblis, mereka merenggut kebebasan kami sebagai penduduk bawah laut. Para iblis mengikat leher kami menggunakan besi berkarat lalu memerintah kami agar bertarung melawan raja monster laut dengan nyawa kami sendiri." "Mereka tidak peduli dengan nyawa yang telah kami berikan, para hewan laut pun mereka bunuh dengan sadisnya, itu hanya untuk memuaskan hasrat membunuh yang mereka miliki." Jawab Archon, ia teringat saat para ras iblis datang kedunia bawah air. "Para iblis seakan menjajah kami, merampas apapun yang kami miliki. Bahkan, mereka mengambil orang tua kami dan menjadikannya sebagai sebuat alat latihan yang dimana saat mereka merasa bosan, mereka akan langsung membunuhnya." "Orang tuaku menjadi salah satu korban dari kekejian iblis, saat itu aku masih kecil. Aku hanya terdiam tidak mampu melakukan apapun saat kedua orang tuaku dibawa secara paksa oleh mereka, aku yang ditinggal sendirian, diperintahkan untuk menambang batu berlian yang berada didalam sebuah gua. Disana, hanya ada anak kecil yang seumuran denganku." "Semua kejadian itu tercatat di dalam hati semua penduduk bawah laut. Itu karena, kehidupan pahit itu berlangsung cukup lama, sampai." Archon yang tadi mengepalkan kedua tangannya dengan keras mulai mengendor. "Mereka berempat datang, orang tua kalian. Mereka datang kesini dan menyelamatkan kehidupan kami, mereka berempat mengalahkan semua iblis yang tidak mau meninggalkan kehidupan bawah laut. Aku menjadi salah satu saksi mata disaat seorang remaja bernama Vondest bertarung melawan tiga komandan iblis dengan sengit." "Ia hanya melawannya seorang diri. Namun tentunya, ia berhasil mengalahkan nya setelah kehancuran yang bisa dibilang parah." Archon membayangkan kota bawah laut yang hancur dimasa lampau. "Selama ia bertarung, alam mendukungnya. Arus besar beserta gelombang air yang tinggi diatasnya membantu remaja itu, itulah pertarungan besar yang pertama kali kulihat dalam hidupku. Jujur saja, aku tidak pernah mengira ada seseorang yang mampu membawa kekuatan sebesar itu." "Empat orang yang datang dari penduduk daratan itu bagaikan malaikat yang telah membebaskan kami dari kekangan ibli. Mereka menyinari kami dengan cahaya kehidupan yang membuat kami hidup kami kembali damai, kebaikan dan kebebasan yang telah mereka berikan kepada kami telah membuat kami menjadi seseorang yang lebih kuat, seseorang yang dapat hidup dan menjadi dirinya sendiri, mendapatkan jati dirinya." "Itulah yang membuat diriku murid dari pahlawan besarku, tuan Vondest. Tidak mungkin bagiku untuk melupakan jasanya, keegoisanku untuk meminta diriku yang lemah ini sebagai muridnya telah terukir dalam di hatiku, ia telah membuatku menjadi seseorang yang dapat melindungi kebebasan penduduk bawah laut." Berkali-kali Archon mengingat kejadian dimasa lampau. "Hal itulah yang membuatku mengenal sosok pahlawan seperti Vondest Triton, Hazin." Archon melirik wajah Hazin dengan penuh rasa terima kasih. "Aku... Tidak pernah mengira ibu melakukan hal seperti itu, apa lagi bersama tuan Vondest, pantas saja ibu menyukainya." Gumam Latina dalam Hatinya. "Tidak hanya berhasil mengalahkan raja iblis dan menghentikan perang antar bangsa. Ternyata, tuan Vondest telah menyelamatkan begitu banyak nyawa disetiap langkahnya. aku, benar-benar kagum pada mereka." Latina masih terus bicara dalam hati, ia melirik kearah Hazin. "Apa hanya itu? Tujuan dari datangnya ras iblis kesini, hanya untuk menambang berlian dan membuat penduduk yang tinggal disini sebagai alat latihan?" Tanya Hazin, ia masih memasang wajah serius. "Tentu saja bukan hanya karena hal itu, mereka datang kesini karena memiliki tujuan yang sama dengan ayahmu Hazin, tujuan yang sama denganmu." Jawab Archon, Latina dan yang lainnya sedikit kaget mendengar jawaban itu. "Mereka datang kesini untuk mencari keberadaan Death Stone, ras iblis telah mencarinya cukup lama tanpa mendapatkan apa yang mereka cari. Namun, ayahmu yang merupakan keturunan keluarga Triton datang dan dengan mudahnya menemukan batu pembawa kehancuran itu." Archon meneruskan jawabannya. "Death Stone? Bukankah saat itu raja iblis sudah ada? Untuk apa lagi para bawahan raja iblis dan tuan Vondest mencari Death Stone? Katanya Death Stone adalah wajah untuk menyimpan dan menyegel kekuatan raja iblis?" Tanya Latina, ia sedikit tergesa-gesa. "Tentu saja itu adalah wadah seperti yang kalian pikirkan. Namun, raja iblis yang saat itu menjabat belum mendapatkan kekuatan nya dari raja iblis yang sebelumnya hidup, alasan mengapa raja iblis saat itu membuat perang antar bangsa bukan hanya untuk mendapatkan kekuasaan, tapi juga untuk mendapatkan kekuatan nya." Jawab Archon. "Tapi bagaimana dengan sekarang? Raja iblis yang waktu itu membuat perang antar bangsa sudah tiada, Death Stone masih menyimpan kekuatan itu kan? Itu berarti raja iblis yang saat ini akan bangkit dan belum bisa berbuat seperti apa yang dilakukan raja iblis sebelumnya kan?" Latina kembali bertanya. "Pastinya batu itu masih menyimpan kekuatan dari raja iblis. Namun, aku tidak bisa memastikan bahwa raja iblis tidak dapat berbuat apa yang bisa ia buat sebelum mendapatkan kekuatannya." Jawab Archon, ia memejamkan matanya. "Apa?!" Serentak mereka berempat kaget dalam hati mereka masing-masing. "I-itu berarti legenda bahwa raja iblis tidak akan terlahir sebelum para pemujanya mengumpulkan Death Stone salah? Apa benar begitu?" Tanya Minaki. "Tentu saja, cerita itu hanya dibuat. Mungkin itu bermaksud untuk meredam ketakutan masyarakat tentang kebangkitan raja iblis, biarkan aku sedikit menjelaskan kebenarannya." Jawab Archon, ia kembali membuka matanya. "Raja iblis sama-sama harus memiliki keturunan untuk menurunkan jabatannya sebagai raja iblis, seorang raja iblis bisa membuat seorang anak dari tetesan darahnya sendiri, hal itu hampir sama dengan seorang raja dan ratu yang memiliki seorang anak kan? Cerita yang menyebutkan bahwa raja iblis hanya akan bangkit dan terlahir dari Death Stone hanyalah sebuah kebohongan." Jelas Archon. "Itu berarti, saat ini raja iblis sudah ada dan menunggu terkumpulnya Death Stone untuk mendapatkan kekuatan sesuguhnya?" Tanya Jack. "Tepat sekali." Singkat Archon, "Apa?! Ini gawat, kita harus memberitahukan kabar ini pada ibuku!" Latina berniat menggunakan Telephaty untuk menghubungi ibunya yaitu ratu Patricya. "Aku yakin mereka sudah mengetahui hal ini Latina, merekalah yang sudah mengumpulkan Death Stone lebih dulu dari kita, tidak ada gunanya memberitahukan apa yang sudah mereka ketahui." Hazin melirik Latina, dengan tatapannya yang serius dan dingin, Latina yang hendak menghubungi ibunya dihentikan oleh ucapan Hazin. "Archon, jika memang benar seperti itu. Bagaimana Death Stone kembali ketempatnya masing-masing? Bukankah raja iblis sebelumnya telah menggunakannya?" Hazin beralih dan menatap Archon dengan serius. Archon menjawab, "Setelah raja iblis di kalahkan, Death Stone yang tadinya melekat di dalam tubuh raja iblis keluar dan dengan sendirinya kembali kewadahnya masing-masing, mereka kembali menyegel kekuatan raja iblis didalamnya." "Setelah kembali menyengel kekuatan sang raja iblis, tuan Vondest langsung kembali menyimpan dan menjaga batu-batu itu di tempat yang berbeda. Vondest merekrut orang yang ia percayai untuk menjaga batu-batu itu, contohnya aku sendiri." Jawabnya. "Hem.. jadi seperti itu." Hazin berpikir setelah mendengar jawaban Archon. "Itu berarti, ibu ikut mengumpulkan Death Stone bersama tuan Vondest? Ibu tidak pernah menceritakan hal itu. Terlebih, Kisah tentang tuan Vondest yang berhasil mengalahkan raja iblis itu tidak pernah sedikitpun menyebutkan nama ibu." Gumam Latina. "Baiklah, dimana batu itu berada? Menurut buku yang ayah berikan seharusnnya kau menjaganya di dalam kastel ini kan?" Hazin langsung bertanya dimana Death Stone berada. "Em... i-itu.. itu ada di.." Archon bingung akan menjawab Hazin apa. "Oi, cepat katakan tua bangka." Hazin berusaha menghampiri Archon. "Tenanglah Hazin, mungkin tuan Archon lupa meletakannya dimana, itu wajar kan? Ia telah menyimpan batu itu selama lebih dari seratus tahun." Minaki menahannya. "Belum lama sebelum kalian datang, batu itu. Berada didalam mulut raja monster laut, Kraken." Ucap Archon ragu. "Hah?" Hazin berhenti karena kaget, begitu pula dengan teman-temannya, mereka semua tidak menyangka bahwa Death Stone tidak lagi berada ditangan Archon yang dianggap sebagai penjaga batu itu. "Bagaimana bisa ada didalam mulut Kraken, Archon? Monster laut itu besar kan? Bagaimana dia bisa sampai disini tanpa meninggalkan jejak kerusakan apapun?" Tanya Latina. "Yosh! Kita harus memberinya pelajaran." Hazin kembali berencana menghampiri dan memukul Archon. "A-aku bisa menjelaskannya!" Archon terlihat takut saat Hazin berusaha menghampirinya, walaupun itu hanya candaan, tetap saja. Hazin tidak akan segan untuk menjitak kepala orang tua sekalipun. "Biarkan dia bicara dulu dasar pangeran aneh k*****t! Puding berry! Dari tadi kau hanya bersikap dingin dan tiba-tiba marah, kubunuh kau!" Jack mengeluarkan pedang besar dari punggungnya. "Hah..? Kau membunuhku? Memangnya kau bisa melakukan hal itu dasar bawang merah!" Mata Hazin berubah biru dan mengeluarkan aura dengan warna yang sama dengan matanya. "Puding berry? Bawang merah?" Archon bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Hentikan kalian mahluk tidak berguna..!!" Tak-tak!! Latina langsung memukul kepala Hazin dan Jack dengan tombak yang ia keluarkan. "Kalian bisanya membuat malu orang tua kalian! Mereka dikenal dengan sebutan pahlawan bahkan malaikat disini, apakah anak dari orang itu akan melakukan hal tidak berguna seperti ini? HAH?!" Sentak Latina. "Aku tidak mau menjadi Hidrus kedua." Singkat Hazin. Lalu dengan suara lantangnya, "Diam!!" Latina kembali menyentaknya. Tidak lama setelah Latina mengomelinya berdua, akhirnya Hazin ban Jack berhenti. Mereka kembali duduk dengan tenang dibangkunya masing-masing. "Saat itu aku sedang bertapa diluar kerajaan, aku melakukannya karena untuk bertapa aku membutuhkan ketenangan dan lebih bersatu lagi dengan alam. Namun, tidak lama setelah aku mulai bertapa, raja monster itu muncul dan langsung menyerangku." Jelas Archon. "Sial! Aku sudah menduganya, kenapa aku sampai percaya pada bajak laut murahan itu? Mereka tidak mungkin berhasil membunuh Kraken." Gumam Latina. "Aku yakin monster itu mengincarku karena aku selalu membawa Death Stone dileherku sebagai kalung. Monster itu sangat besar dan juga kuat, aku kewalahan bertarung dengannya seorang diri, sampai." "Aku sedikit lengah saat monster itu berusaha menelanku, aku justru terjatuh dan apa yang monster itu berhasil telan adalah Death Stone, bukan tubuhku." Archon melanjutkan ceritanya. "Lalu, apa yang terjadi setelah Kraken menelan Death Stone nya?" Tanya Minaki. "Aku tidak tahu jelasnya, setelah Kraken menelan batu itu, para prajurit dari kerajaan datang dan berhasil mengusirnya. Sekilas aku melihat perubahan warna mata yang dimiliki Kraken, matanya berubah menjadi merah setelah menelan Death Stone." Jawab Archon, ia berdiri dari bangkunya. "Mungkin kah Kraken itu telah menyerap kekuatan raja iblis?" Tanya Latina, kepalanya bersandar dikedua tangannya yang tegak diatas meja. "Tidak mungkin, hanya sang raja iblis yang mampu melepas segel Death Stone. Tuan Vondest saja tidak bisa melakukannya, apalagi mahluk buas seperti itu. Mungkin saja perubahan warna mata itu terjadi karena Death Stone yang ia telan berusaha mengambil alih tubuh Kraken. Ya, walaupun itu belum pasti." Balas Minaki. "Datanglah..." "Aku menunggumu...." Suara bisikan seorang anak perempuan yang Hazin dengar sebelumnya terdengar lagi, kali ini suara itu terasa lebih jelas. "Hei, apa kalian mendengar suara anak kecil? Seperti suara anak perempuan." Tanya Hazin, ia juga bangun dari tempat duduknya. "Suara anak kecil? Aku tidak mendengar apa-apa." Jawab Latina, ia melirik Hazin penasaran. "Otakmu menguap ya? Mana ada suara seperti itu. Apa mungkin, kau sudah kangen dengan ibumu? Haha...!" Jack meledeknya. Archon mempersilahkan mereka berempat untuk beristirahat terlebih dahulu, itu karena lautan sudah mulai gelap. Namun, Kerajaan Blue Heart masih terlihat terang berkat lampu yang dimiliki ikan tertentu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN