BAB 3 - Fakta Mengejutkan

1388 Kata
“Kamu mau ambil Raka, hah? Beri tahu aku dimana suamiku?” Teriak Marina dengan mata nyalang. Wanita itu terlihat, berantakan. Biasanya Marina tampil mempesona dengan fisik tanpa cacat, tapi lihatlah dirinya siang ini? Rambut berantakan tanpa make up tebal dan hanya mengenakan pakaian rumahan biasa. “Aarggh, sakit!” ucap Nana memohon Marina untuk melepaskan tarikan tangannya, atau meminta pertolongan kepada siapapun yang saat ini sedang melihatnya. Tapi NIHIL! Semua orang justru hanya menatap sinis ke arah Nana. Demi Tuhan, selama ini Nana-lah yang memiliki keinginan besar untuk melakukan hal ini kepada Marina, tetapi kenapa justru terbalik? “Jangan pernah kamu memanfaatkan kondisi, Raka!” “Lepasin aku, sialan! Aku nggak akan pernah sekalipun merebut suamimu!” Tangan Nana dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan genggaman tangan Marina. Nana tidak cukup berani melukai Marina, Nana takut dia akan kembali melakukan kesalahan yang bisa menambah kesempatan keluarga Raka untuk menyakitinya. Bisa saja jika Nana ikut terpancing emosi, melakukan hal yang sama kepada Marina, pasti keluarga Raka bisa menjebloskannya ke penjara karena tuntutan penganiayaan. Jadi, yang Nana lakukan hanya mencoba melepaskan tarikan kuat tangan Marina pada rambutnya. “Anjiiing! Lepasin tangan lo dari istri gue!” Suara Raka menggelegar, menakutkan! Cengkeraman tangan Marina terlepas begitu saja saat melihat kedatangan Raka dengan pandangan marahnya. Plak Sebuah tamparan didapatkan Marina di pipinya, membuat semua orang yang ada di tempat ini terkejut melihat sikap Raka kepada istrinya. Nyonya Rukma membuka mulutnya saking terkejut, Tn. Haditya hanya diam sedangkan Marina menangis dengan memegangi pipinya yang sakit. “Sekali kamu sentuh Renjana, aku pastikan hidupmu tidak akan mudah,” ancam Raka. “Pergi kalian dari sini.” “Rakaa,” panggil Marina lirih, dengan pandangan memohon, “Aku istrimu.” “Kalaupun itu benar terjadi, aku akan segera menceraikanmu,” ucap Raka dengan tegas. “Bagiku, istriku hanyalah Renjana, bukan kamu dan bukan wanita lain.” Renjana yang berdiri di belakang Raka mendadak kaku, lalu tiba-tiba rengkuhan hangat dari mantan suaminya kembali mengembalikan logikanya. Renjana berusaha melepaskan rengkuhan Raka, namun laki-laki itu kembali memasang wajah penuh ancaman kepadanya. “Kita pulang, bertemu dengan anak kita. Aku tidak sabar ingin melihat bagaimana wajah anak kita, kalau laki-laki pasti ganteng sepertiku, kalau perempuan pasti cantik seperti kamu.” Saka? Anaknya? Apakah dia bisa bertemu dengan anaknya lagi? Batin Renjana dalam hati. Renjana masih membeku, tarikan tangan dari Raka sama sekali tidak merubah posisinya berdiri. “Na, kita pulang.” Kalimat Raka mempengaruhi pikiran Renjana, apakah dia bisa memaanfaatkan kondisi Raka saat ini demi bisa bertemu dengan Saka? Sebagai seorang ibu, Renjana sangat berharap bisa memiliki kehidupan yang indah bersama dengan anaknya. Seperti yang dia ucapkan sebelumnya, Renjana sama sekali tidak berniat untuk kembali dengan Raka, dia hanya ingin bisa bertemu dengan Saka. Tapi, kalau dia memanfaatkan kondisi Raka saat ini, bagaimana jika tiba-tiba Raka sadar dan semakin marah kepadanya? Lalu menjebloskannya ke penjara? Bagaimana jika Raka sadar dia langsung membunuh Renjana karena bermain-main dengan dirinya? Melihat apa saja yang sudah laki-laki itu perbuat selama ini, tentu bukan suatu hal yang mustahil laki-laki itu membunuhnya. “Aku tidak bisa, kita sudah bercerai.” Raka memutar kepalanya menghadap Nana, memaksa wanita itu untuk bergerak mundur tapi sayangnya langkahnya tertahan tangann Raka. Laki-laki itu bergerak mendekat dengan pasti dan tatapan penuh ancaman. “Jangan pernah mengucapkan kalimat laknat itu, Renjana .. atau kamu akan membuatku sangat marah!” Marah? Marah yang bagaimana yang akan ditunjukkan Raka kepadanya? Renjana sudah sering mendapatkan amukan Raka. “Itu fak-ta, Raka. Kita sudah berce -.” “TIDAK AKAN ADA KATA BERCERAI UNTUK KITA!” teriak Raka tepat di depan wajah Nana, tepat di hadapan semua orang. “Kamu adalah milikku, Na. Dan selamanya akan seperti itu.” Cinta kita hanyalah sebuah dongeng kisah remaja yang bergelora lalu hilang begitu saja. Cinta sejatiku jatuh untuk orang yang tepat yaitu istriku saat ini, Marina. Nana mengedarkan pandangannya takut, menatap Marina, Ny. Rukma lalu berhenti tepat ke arah Tn. Haditya. Selama ini, Papa Raka yang cenderung masih memiliki hati nurani kepadanya, tidak pernah sekali pun berbuat kasar walaupun juga tidak pernah membantunya. “Raka, kita pulang, Papa ingin menjelaskan banyak hal,” ucap Tn. Haditya mencoba membujuk Raka. “Aku tidak akan pulang jika tidak bersama dengan istriku.” “Istrimu sekarang adalah Marina, tiga tahun berlalu sejak perceraianmu dengan Renjana.” “Papa sangat tahu kalau seorang Raka tidak akan pernah menceraikan Renjana.” “Tetapi faktanya seperti itu, Nak,” jelas Tn. Haditya tak mau kalah. “Ayo, kita pulang, Papa jelaskan semuanya.” “Raka tetap teguh, Raka tidak akan pulang tanpa Renjana.” Raka kembali menarik tangan Renjana untuk dipaksa masuk ke dalam mobilnya, tetapi lagi-lagi Renjana menolak. Renjana mencoba melepaskan genggaman tangan Raka tetapi fisik Renjana tentu tidak akan sebanding dengan fisik Raka yang bertubuh besar. “Aku mohon, aku nggak mau, Raka. Aku sudah bukan lagi istrimu.” “AKU TIDAK PEDULI!” teriak Raka. “Kamu istriku atau bukan, selamanya Renjana adalah milikku, Raka Hadiutomo.” “Lebih baik kamu pulang dulu dengan keluargamu,” ucap Nana mencoba lebih tenang. “Besok, kamu bisa menemuiku lagi disini.” “Lebih baik, kamu ikut bersamaku dan kita menghadapi keluargaku bersama. Sama seperti yang kita lakukan dulu saat berjuang untuk menikah.” Nana menggeleng. “Ada banyak hal yang mungkin kamu lupa, Raka. Lebih baik -.” “Kamu tidak bisa mendikte diriku, Nana. Kamu yang harusnya nurut sama aku!” Kali ini Nana menyerah untuk mencoba bersikap baik. Wanita itu menghadap Tn. Haditya dengan wajah penuh permohonan. “Aku mohon, bantu aku. Aku tidak bisa, tidak mau pergi bersama Raka. Aku sama sekali tidak ingin kembali bersamanya, tolong bantu aku melepaskan diri dari Raka.” Kalimat yang keluar dari mulut Nana mampu menciptakan ribuan tusukan tak kasat mata di hati Raka. Laki-laki itu bahkan sampai memelototkan matanya karena tak percaya dengan kalimat yang keluar dari bibir wanita yang ia cintai. “Renjana Prasasti!” Nana mengabaikan teriakan Raka. “Tolong aku, Tn. Haditya, Ny. Rukma.” Raka hendak kembali menarik tubuh Renjana, bahkan sudah bersiap untuk memikul tubuh Renjana jika berontak. Tetapi tiba-tiba, beberapa pengawal Tn. Haditya yang datang cukup banyak mampu melepaskan genggaman tangan Raka yang mengikat tengan Nana. “Lepaskan aku, b******k! Lepaskan aku!” Dengan cukup kesulitan –karena tentu paksaan yang diberikan pengawal Tn. Haditya tidak boleh sedikitpun menyakiti anak satu-satunya milik keluarga itu-, akhirnya para pengawal bisa memasukkan tubuh Raka ke mobil lalu membawanya pergi. Disela-sela keterkejutan Nana memandangi mobil Raka yang menghilang, tiba-tiba tarikan pada rambutnya kembali menyadarkannya ke dunia nyata. “Aaaarrrgghh..” Rambut Nana sudah berada didalam genggaman Ny. Rukma. Tadi Marina yang melakukannya, sekarang Ny. Rukma, Nana hanya berharap rambutnya tidak banyak yang rontok, itu saja. “Aku ingin kamu segera pergi dari rumah ini, pergi dari kota ini!!” “Aku masih ingin bertemu dengan, Saka,” ucap Nana. Ny. Rukma menghentakan genggaman tangannya hingga Nana sedikit kehilangan keseimbangan. Hampir saja wanita itu terjatuh. “Aku akan memberimu waktu bertemu dengan Saka selama dua hari setiap dua bulan sekali, dengan syarat kamu harus pergi meninggalkan kota ini. Ngerti?” Ny. Rukma mencoba memberikan penawaran kepada Renjana, setidaknya wanita itu harus segera disingkirkan sebelum Raka kembali berulah. “Aku rasa itu adalah tawaran yang baik untukmu, Renjana. Jikapun kamu berada di Jakarta, belum tentu juga kamu bisa bertemu dengan Saka tanpa persetujuan keluarga Raka.” Kali ini Marina yang mengeluarkan suaranya. “Kamu harus mempertimbangkan itu.” Mereka berdua masuk ke dalam mobil lalu pergi dari hadapan Renjana. Nana hanya bisa memejamkan matanya, mencoba memikirkan apa yang di tawarkan Ny. Rukma kepadanya. Jikapun dia berada di kota ini, tentu Raka dengan mudah akan menemukannya. Raka bisa saja melakukan hal nekat kepadanya, seperti Raka biasanya yang pemaksa. Renjana mengatukkan kepalanya berkali-kali, berharap masalahnya rontok dari kepalanya. “Aku bisa gila jika selalu berhadapan dengan keluarga Raka,” ucap Renjana lirih, mencoba mengeluh. Renjana membalikkan tubuhnya untuk kembali ke rumah, tetapi yang dia temukan justru pandangan beberapa tetangganya yang tidak cukup banyak mengarah ke Renjana dengan tatapan menelisik. Bahkan ada beberapa yang saling berbisik tanpa menutup-nutupi. “Kamu ngarep balik sama mantan suamimu yang kaya raya itu, Na? Lha sudah ditalak dan dibuang kok yo masih ngarep kamu, Na, Na,” ucap salah satu tetangga yang mengenal Renjana. Apakah memang lebih baik Renjana pergi dari kota ini saja dan menerima tawaran Ny. Rukma?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN