BAB 6 - Perjanjian

1696 Kata
Hidup di desa dengan di sekelilingi keluarga yang sangat menyayangi Renjana. Beberapa waktu terakhir Renjana bahkan sempat melupakan kerinduannnya pada Saka. Karena disini dia menemukan banyak cinta dan kasih sayang yang tulus. Jika boleh Renjana bercerita, dua bulan ini ia merasakan sebuah kebahagiaan setelah bertahun-tahun terpuruk dalam kenestapaan. Dua bulan. Tetapi hanya dua bulan. Karena hari ini, tiba-tiba laki-laki sumber penderitaan Renjana kembali lagi di dalam hidupnya. Laki-laki itu berdiri dengan angkuh di depan rumah Renjana. “Hai, apa kabar istriku,” sapanya. Laki-laki itu mengenakan jas mahal untuk menunjukan kearogansiannya. Dia berdiri tegak dengan tiga pengawal yang berada di belakang tubuhnya. Laki-laki itu bergerak mendekat dan Renjana semakin memundurkan tubuhnya. “Berhenti sampai disitu.” “Kenapa harus?” “Aku tidak mau kamu masuk ke dalam rumahku.” Ada bapak dan ibu Renjana, dengan Bayu yang selalu berada di kursi roda. Dia tidak mau Raka menyakiti keluarganya, cukup dia saja yang tersakiti disini. “Aku ingin membawamu pulang.” “Kita sudah bercerai, Ya Tuhan! Bagaimana aku harus menjelaskan itu kepadamu, Raka?” “Aku tidak akan pernah paham, kamu adalah istriku dan selamanya akan begitu.”Cih ... jangan memintaku untuk melakukan hal yang terlalu jauh, Pak.” “Raka, apa yang kamu inginkan dari anakku? Kalian sudah bercerai, kenapa kamu mengganggunya lagi, tidak cukupkan kamu selama ini menyakiti Renjana dengan memisahkan wanita itu dari anaknya?” “Aku akan menebus setiap kesakitan yang Renjana rasakan, aku akan menikahi wanita itu lagi.” “Aku tidak mau, sampai kapanpun aku tidak akan mau kembali denganmu.” “Mau tidak mau, kamu akan kembali menjadi istriku, bahkan dengan paksaan sekalipun akan aku pastikan kamu menjadi istriku lagi Renjana.” Raka menarik tubuh Renjana agar masuk ke dalam mobil, sedangkan tiga pengawal yang lain menahan tubuh kedua orangtua Renjana. Sepanjang jalan, Renjana berteriak meminta tolong, tetapi entah kenapa tidak ada satupun orang berada di sini. “Toloong!” “b******k, lepaskan aku!” Berulang kali Renjana meronta, hingga akhirnya ... “Haaahhh....” -Renjana terbangun dari mimpi buruk- Renjana mendudukan kembali tubuhnya ke kursi, mencoba untuk menetralkan degup jantungnya yang berdetak cepat. Setelah dua bulan berlalu, tetapi mimpi buruk itu masih sering datang menghantui Renjana. Hari ini, adalah jadwal yang diberikan Nyonya Rukma untuk bertemu dengan Saka. Mau tidak mau, Renjana pergi lagi ke Jakarta untuk mengambil haknya atas diri Saka. Walaupun mereka jarang bertemu dan terasa percuma karena hanya mendapatkan waktu dua hari, tetapi tujuan Renjana hanyalah satu : dia ingin Saka mengenalnya, ia ingin Saka mengingat sedikit saja kenangan bersamanya. Renjana mengamati jalanan kota, mencoba memastikan sampai dimana bis yang ia tumpangi pagi ini. Kurang lebih lima belas menit, Renjana sudah sampai di stasiun, ia bergegas mendatangi alamat yang di berikan Nyonya Rukma melalui pesan ponsel. Alamat yang ia baca berulang kali itu bertuliskan sebuah restaurant yang cukup terkenal di daerah Jakarta Selatan. Saat ini Renjana sudah sampai di tempat yang di berikan alamatnya oleh Nyonya Rukma. Mereka bertemu di sebuah restaurant yang cukup ramai, ada beberapa orang yang terlihat sedang menghabiskan waktunya bersama keluarga, atau hanya berdua bersama kekasihnya. Yang jelas, hanya Rukma saja yang datang ke tempat ini seorang diri. “Permisi, saya tamu dari reservasi meja Nyonya Rukma,” sapa Renjana kepada salah satu karyawan yang bertugas sebagai front office. “Nyonya Rukma Hadiutomo, apakah benar?” Nana mengangguk sopan. “Mari ikuti saya, Nyonya Rukma memesankan meja dengan privasi,” ucapnya lalu berjalan mendahului. Renjana masuk ke dalam sebuah ruangan yang hanya berisi meja dan dua tempat duduk. Ada beberapa hiasan ruangan yang ia temukan disini, termasuk salah satunya sebuah aquarium berukuran besar yang ada di pojok. Lama Renjana mengamati interior di dalam ruangan ini lalu kemudian memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan. “Sudah lama menunggu?” Suara interupsi dari sosok yang ia kenal mengambil atensi Renjana. Wanita itu hanya mengangguk tanpa berniat menjawab lebih. “Bagaimana perjalananmu?” “Baik,” jawab Renjana singkat. “Dimana Saka?” “Dia ada di rumah.” “Maksud Nyonya Rukma?” “Dia memang masih di dalam rumah,” jawabnya dengan mudah, padahal kalimat itu mampu membuat nafas Renjana tercekat. Dia sudah sangat merindukan Saka-nya. “Ada yang ingin aku sampaikan sebelum kamu bertemu dengan Saka.” “Apa itu?” Nyonya Rukma memberikan sebuah amplop berwarna coklat, lalu mendekatkan ke arah Renjana. Wanita itu menatap dengan ragu, berulang kali mengganti arah perhatiannya dari Nyonya Rukma ke amplop coklat dihadapannya. Setelah lama menimbang, akhirnya Renjana memutuskan untuk mengambil amplop itu. Ia membuka lalu membaca isinya. Surat perjanjian. “Surat perjanjian?” tanya Renjana memastikan. Nyonya Rukma mengangguk. “Kamu bisa membacanya terlebih dahulu.” Bait demi bait yang tertuang di surat perjanjian membuat Renjana tercengang. Pertemuan kali ini sama sekali tidak ada di dalam bayangan Renjana. “Apa maksud semua ini?” tanya Renjana marah. Ia berdiri di depan Nyonya Rukma sambil menghentakan amplop coklat yang baru saja ia baca. “Tidak usah berlebihan.” “Tidak usah berlebihan katamu? Kamu mencoba mengancamku untuk menuruti apa maumu, bukan begitu?” “Iya, bisa dibilang begitu.” “Kamu tahu, Nyonya Rukma? Aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu, kamu mau apa? Menjebloskanku ke penjara karena menelantarkan Saka? Atau apa?” Nyonya Rukma menunjukan mimik wajah yang tenang, dia sudah mempersiapkan hari ini dengan begitu baik. “Aku tahu, menyakitimu itu bukanlah sesuatu yang mengancam Renjana. Aku tahu seberapa kuatnya wanita bodoh sepertimu.” “Apa maksudmu?” “To the point saja, jika kamu tidak menuruti apa mauku maka ... ayahmu akan kehilangan ladangnya, adikmu akan kehilangan kesempatan untuk belajar ke Jepang.” Renjana menajamkan telinganya, mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Nyonya Rukma. Dia tidak habis pikir dengan kejahatan wanita dihadapannya ini. Dengan mudah ia bisa mempengaruhi Raka, menghancurkan pernikahannya dengan Raka, menjauhkan Renjana dari anaknya, lalu sekarang apa lagi? Tidak puaskah Raka dan keluarganya menyakiti Renjana? “Aku tidak akan mengikuti kemauanmu.” “Dan pegang janjiku, Renjana. Kamu dan keluargamu akan menderita.” Praannnggg... Renjana memecahkan gelas yang ada di meja, ia frustasi dengan keberadaannya yang selalu tertindih oleh keluarga Raka. “Padahal itu akan menjadi mudah, kamu selalu bisa bertemu dengan Saka setiap hari, tidur dengan anakmu setiap malam, dan ... kembali menjadi istri Raka,” ucap Nyonya Rukma. “Tapi ingat, itu semua hanya akan terjadi sampai ingatan Raka sembuh. Dia akan kembali membencimu dan mencintai Marina setelah ingatannya kembali, aku pastikan itu, Na. Karena kebencian Raka untukmu itu adalah sesuatu yang mutlak.” “Bagaimana jika ingatan Raka tidak pernah kembali?” “Aku pastikan itu tidak akan mungkin, kami sudah berkonsultasi dengan dokter hebat. Hilang ingatan yang dialami Raka hanyalah sebagian dan akan bersifat sementara karena sebuah benturan yang cukup hebat. Raka tidak pernah ditakdirkan untukmu, Renjana.” “...” “Bagaimana? Take it or leave it? Yang jelas kamu tahu benar konsekuensi jika kamu menolak perjanjian ini.” Renjana mendudukan tubuhnya, mengusir rasa pilu yang ada di dalam otaknya. Surat perjanjian? Kembali kepada Raka? Kenapa takdir begitu hebat kembali menyudutkan Renjana di dalam situasi yang sama sekali tidak bisa ia pilih. “Aku ingin menambahkan permintaanku di dalam surat perjanjian itu.” “Apa itu? Mungkin aku bisa memikirkannya.” “Pertama, aku tidak mau satu kamar dengan Raka jika tidak ada sebuah pernikahan, Kedua, aku ingin setelah ingatan Raka kembali dan kami berpisah maka hak asuh Saka akan jatuh kepadaku dan keluarga Hadiutomo tidak boleh mengganggu hidupku lagi.” “Aku bisa menyetujui poin pertamamu, dan untuk setelah peristiwa ini kami berjanji tidak akan kembali mengusik kehidupanmu. Tetapi tentang Saka, aku tidak bisa berjanji apa-apa, kamu tahu sendiri bagaimana Raka menyayangi anak itu.” “Ta -.” “Tapi setidaknya, aku mungkin bisa mengusahakan kamu untuk bebas bertemu dengan anakmu selagi tidak ada Raka, kamu tahu kan bagaimana bencinya laki-laki itu kepadamu?” Berkali-kali Nyonya Rukma menunjukan posisi Renjana yang tidak berarti sama sekali di hadapan Raka. Dia tahu, Raka sangat membencinya, dia tahu Raka pun jika ingatannya kembali pasti akan mengancam keberadaan Renjana. “Aku ingin menambah satu lagi.” “Ah, Renjana, kamu itu banyak maunya.” “Tidak ... tidak, ini serius! Aku hanya mau ... kamu menjamin keselamatanku dan keluargaku jika sampai ingatan Raka kembali dan dia membenci sudah di bohongi.” “Oke, deal. Pastikan kamu mempersiapkan diri, aku bisa memanggilmu sewaktu-waktu,” ucap Nyonya Rukma. Wanita itu mengambil tas lalu menentangnya. Ia pergi, membawa harapan Renjana untuk hidup tenang dan bahagia. Apakah yang akan terjadi kedepannya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN