Kasak-kusuk di Ruang Ganti

1422 Kata
Author’s POV “Agak cepet dikit gambarnya, sebelum Ami datang.” Liam duduk di bangku panjang di dalam ruang ganti. Dia baru saja selesai berlatih bola dan sudah mandi pula biar terlihat bersih dan wangi di depan Ami. Rangga mengukir gambar doodle-artnya di bawah bahu belakang Liam, sebelah kanan. Rangga menggambar menggunakan marker hitam. Rangga telah menyelesaikan gambar mandala di bahu kanan bawah. Selanjutnya dia menuliskan huruf L besar di lengan kanan Liam. “Yakin Ami bisa tertipu dengan tato bohongan lo?” Tanya Satria agak ragu. “Kalau lihat dari gambarnya Rangga sih terlihat meyakinkan. Kayak tato beneran.” Ucap Azril. “Sebenarnya lo bakal ngrencanain apa sih Liam? Lo yakin lo bisa berhasil bikin dia mau buktiin kalau dia perempuan tulen? Dia emang perempuan kok, cuma tomboy banget.” Tukas Satria. “Lihat aja nanti. Tapi gue ama Ami udah sepakat nggak bawa teman. Jadi kalian ngumpet di luar ruang ganti.” Sahut Liam tenang. “Liam, lo nggak akan macem-macem ke Ami kan?” Rangga ikut berkomentar sembari menyelesaikan gambarnya. “Nggak lah. Kalian segitu rendahnya mandang gue. Gue cuma pengin gertak dia aja.” Rangga telah menyelesaikan gambarnya. Liam kembali mengenakan kaosnya. “Udah sana kalian keluar. Bentar lagi Amber datang.” Sergah Liam. Rangga, Satria dan Azril keluar dari ruangan. Kini tinggal Liam sendirian di dalam. Dia mengirim WA pada Ami. Gue udah di ruang ganti. Gue tunggu kedatangan lo. Sementara itu Ami telah bersiap mendatangi Liam. Dia menghembuskan napas. Angela menarik zipper di jaket Ami yang masih terbuka. “Pokoknya lo jangan mau disuruh macem-macem ama Liam. Lo harus bisa ngerjain dia, jangan sampai lo yang dikerjain. Hati-hati dan tetap waspada. Si Liam itu m***m-m***m gimana, otaknya kadang m***m kuadrat kalau lagi kumat. Jangan sampai dia macam-macam.” Tukas Angela, cewek cantik berambut panjang dan jadi idola banyak murid laki-laki. “Tapi si Liam emang cute banget ya. Ganteng banget.” Freya memegang kedua pipinya dan tersenyum ceria membayangkan wajah Liam yang cute maksimal dan mendekati kegantengan paripurna. “Ya dia emang ganteng sih, tapi playboy dan pikirannya suka ngeres.” Ujar Sasha sambil mencibir. “Playboy? Emang dia punya pacar banyak? Kayaknya jomblo malah.” Freya mencoba membela L. “Jomblo tapi sepak terjangnya di mana-mana, ngasih harapan palsu ke banyak cewek. Suka godain juga. Bikin cewek baper tapi nggak mau tanggungjawab.” Sasha tak mau kalah memojokkan Liam. “Udah udah, ayo sana Ami. Kita bakal nunggu lo di taman dekat ruang ganti.” Angela merapikan jaket Ami dan tersenyum memberi dukungan. Ami melangkah menuju ruang ganti. Sejujurnya dia gugup luar biasa. Dia tak tahu apa yang akan dilakukan Liam untuk membuktikan bahwa dia laki-laki sejati. Tapi dia harus bisa bersikap setenang mungkin. Ami membuka pintu ruang ganti lalu menutupnya kembali. Liam terlihat sedang duduk di bangku dan menatapnya tajam. tatapannya menelisik dari ujung kepala hingga ujung kaki membuat Ami merasa risih. Liam berdiri dan berjalan mendekat ke arah Ami. “Lo berani juga ya dateng, kirain bakal mundur.” Liam tersenyum culas. “Ngapain gue takut. Lo yang seharusnya takut ama gue.” Ami bersedekap dengan coolnya. Liam menyeringai, “takut? Ngapain takut ama lo? Emang lo monster? Kita mulai pembuktian identitas masing-masing ini. Gue bakal menuhin janji gue buat buktiin ke lo, kalau gue cowok sejati. Setelah itu gantian lo yang buktiin ke gue kalau lo cewek sejati.” “Okay, lo dulu yang buktiin.” Tantang Ami. “Lady first.” Ucap Liam masih menatap Amber tajam. “Lo duluan. Kalau lo emang cowok sejati, lo harus berani memulai.” Liam tersenyum, “Okay.” Tanpa ba bi bu, Liam membuka kaosnya dan terlihatlah perut sixpack beserta dua buah tato palsu yang digambar Rangga, satu di lengan, satu lagi di bahu belakang. Ami terperanjat. Dia menganga dan tak menyangka Liam memiliki perut sixpack dan tubuhnya lumayan berotot. Matanya terbelalak melihat tato di lengan dan saat Liam membalikkan badan untuk melemparkan kaosnya ke bangku, dia bisa melihat ada satu tato lagi di bawah bahu kanan bagian belakang. Dia pikir tubuh Liam bakal kerempeng dan mirip tubuh perempuan. Dia juga tak menyangka Liam memiliki tato. “Lihat gue cowok sejati kan? Gue nggak punya d**a. Lo bisa lihat sendiri.” Ami tahu kalau Liam ini memang laki-laki beneran, cuma wajahnya aja yang terlalu cute untuk ukuran cowok. Tapi dia tak mau begitu saja mengakui bahwa Liam ini cowok tulen. “Di Thailand banyak transgender. Perempuan yang operasi jadi laki-laki bisa minta dioperasi bagian dadanya, jadi datar.” Ujar Ami dengan santainya. Liam bengong seketika. Gambar doodleart yang memakan waktu hampir satu jam itu tiada artinya? Perut sixpack hasil rajin olahraga dan ngegym juga tak berarti apa-apa? Malah dia dituduh transgender yang mengoperasi dadanya. Oh my God, apa mau cewek ini sebenarnya? “Gue nggak pernah operasi ya. Gue bukan transgender. d**a gue asli. Pegang aja kalau lo mau buat buktiin.” “Ih, apaan pegang-pegang d**a lo.” Ketus Ami. “Gue udah cukup ngebuktiin kalau gue cowok sejati. Lo belum kasih bukti apa-apa.” Liam menatap Ami dengan emosi. “Buat gue bukti lo itu belum cukup.” Ami semakin menantang Liam. Liam menganga sekian detik, “lo pengin gue buktiin apa lagi? masa iya gue harus buka celana gue? Itu yang lo mau?” Liam semakin mendekat ke arah Ami. Ami mundur sedikit. Dia mulai gugup. Setomboy apapun dirinya, dia tetaplah perempuan straight. Melihat Liam yang cakep bertelanjang d**a mendekat ke arahnya, membuat hatinya berdesir dan deg-degan. Jantungnya berdebar lebih kencang. “Ternyata pikiran lo ngeres juga ya. Belum puas lihat perut sixpack dan d**a gue sekarang nglunjak minta lihat bawahan gue. Dasar cewek mesum.” “Siapa yang minta dilihatin bawahan lo? Gue dari tadi nggak ngomong apa-apa ya. Gue cuma bilang kalau bukti yang lo kasih belum cukup. Lo yang nyimpulin sendiri kalau gue minta lo nunjukin bawahan lo. Padahal gue nggak minta hal itu.” Ami semakin mundur karena Liam terus maju mendekat. “Terus bukti apa yang lo minta? Secara nggak langsung lo minta gue buat buka celana dan nunjukin bawahan gue. Lo bilang hal ini secara inplisit. Kagak usah muna, lo emang pingin lihat kan?” Ami makin terdesak. Badannya menghimpit tembok. Liam menyandarkan tangannya ke tembok, persis di atas kepala Amber, “Sekarang giliran lo, tunjukin ke gue kalau lo perempuan tulen.” Liam menelisik setiap detail bagian wajah Amiyang kata para cewek gantengnya ngalahin cowok. Dilihat dari dekat ada manisnya sih.. dikit.. Liam tetap nggak mau mengakui bahwa gadis tomboy di hadapannya ini lumayan manis. Sekarang Ami merasa deg-degan dan cemas. Dia nggak akan menuruti permintaan Liam. Menatap wajah Liam dari dekat begini membuatnya salah tingkah. Terus menatap akan semakin membuatnya deg-degan, memalingkan wajah nanti dituduh penakut. Liam berbisik lirih, “gue pengin lihat d**a lo asli apa hasil operasi? Salah satu mendeteksi lo cewek apa bukan itu dari d**a lo.” Tentu saja Liam nggak benar-benar serius. Dia hanya ingin bermain-main dengan cewek tomboy ini dan menggertaknya, membuatnya takut dan kalah dalam tantangan ini. “Buka baju lo.” Tegas Liam. Ami mati kutu dibuatnya. Tak bisa berkutik dan bingung harus bagaimana. “Gue nggak perlu nunjukin d**a gue. Gue nggak perlu buka baju gue.” Ami bicara agak gelagapan. “Lo mau curang? Itu bukan sikap ksatria. Dasar pengecut. Gue udah menduga, lo bakal nggak berani.” L menyeringai dan tersenyum mengejek. Ami merasa tertantang juga. Dia membuka zipper jaketnya lalu melemparkannya ke lantai. Liam tertawa, “apaan ini? Cuma buka jaket. Lo masih pakai T-shirt. Kayak gue donk, bener-bener nggak pakai baju.” “Cewek ama cowok itu beda. Cowok mah bebas aja buka baju, bertelanjang d**a, kalau cewek ya nggak mungkin.” Balas Ami. “Ternyata bener kan lo nggak berani.” Liam tertawa penuh kemenangan. “Gue udah terlanjur penasaran, sini gue yang buka.” Liam sebenarnya nggak benar-benar beniat membuka baju Ami. Dia menarik kaos Ami untuk semakin menggertaknya. Ami pun berteriak, “mau apa lo? Jangan dibuka..!!!” Liam terus menarik kaos Ami dan Ami memberontak dengan berusaha mengenyahkan cengkraman tangan L di ujung bawah kaosnya. Tiba-tiba, brakkk... Pintu terbuka. Liam dan Ami terkesiap. Sosok laki-laki berumur 30an yang merupakan pelatih tim sepakbola menatap Ami dan Liam dengan mata membulat dan wajah merah padam. Dipandangi Liam tanpa baju atasan, Ami yang sedang main tarik ulur kaos yang dikenakannya dengan Liam, ditambah kaos Liam yang tergeletak di bangku dan jaket Ami yang terjerembab di lantai, lengkap sudah. Kemarahan Farhaz sang pelatih tim bola semakin sempurna dan sedang berada di puncak. “Ami... Liammmm....apa yang kalian lakukannnnn???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN