Bab 3 : Bertemu Musuh

1778 Kata
"Song Eun-ah!" panggil Sarah pada temannya yang sedang asyik membaca sebuah buku resep masakan itu. Kedua gadis tersebut sedang berada di halte dekat kampus. Kebetulan mereka berpapasan sewaktu pulang dan memutuskan untuk bersama-sama menunggu bus. Namun, sejak beberapa menit lalu, perhatian Song Eun hanya tertuju pada buku yang ada di tangannya. "Apa?" tanya Song Eun tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari buku tersebut. "Aku mau bertanya,” jawab Sarah dengan mimik serius meski sang lawan bicara bahkan tak melihatnya karena lebih terfokus pada buku resep masakan. "Tanya saja." Sarah sedikit sebal karena sikap Song Eun seolah tak benar-benar peduli. Ia lalu menyandarkan tubuhnya ke bangku halte yang sudah lebih dulu diduduki Song Eun dan memilih tetap bicara sekalipun Song Eun mungkin tak benar-benar mendengarkan. "Aku bertemu seseorang di kampus." Sarah memulai ceritanya. Belum cukup menarik untuk membuat gadis di sampingnya menoleh dan menanggapinya serius. Namun, bertemu dengan seseorang di kampus memang bukan hal yang menarik. Itu sangat biasa. "Seorang pemuda sebaya kita. Dia sempat menolongku beberapa hari sebelumnya. Tapi, saat kami bertemu kembali, dia mengusirku." Tampaknya prolog Sarah untuk kisahnya cukup menarik, karena Song Eun akhirnya berhenti membaca dan menatapnya penasaran. "Lalu?" "Aku penasaran dengannya. Aku pikir mungkin kamu tahu siapa dia." Song Eun terdiam sejenak, lalu kembali bertanya. "Siapa namanya?" Sarah menghela napas mendengar pertanyaan Song Eun. Justru itu yang ingin ia tahu. Ia pun menggeleng lemah. "Lalu bagaimana aku bisa tahu siapa dia kalau kamu bahkan tidak bisa memberitahuku namanya, Sarah-ya?" Sarah berusaha membantu Song Eun dengan menyebutkan ciri-ciri pemuda itu. "Dia tinggi, agak kurus dan memakai jaket hitam. Ah, iya, waktu pertama kali bertemu, ia juga memakai jaket kulit dan topi warna hitam." Sarah mengatakannya dengan antusias. Berharap informasi itu bisa mempermudah Song Eun. "Black," seru Song Eun dengan suara yang cukup keras. Ia sampai terkejut dengan suaranya sendiri. "Ya, dia kelihatannya memang suka dengan warna hitam." Sarah menjawab dengan enggan, merasa seruan Song Eun yang sedikit heboh itu tidak sebanding dengan informasi yang ia terima. Sarah memang mendapat satu kata. Black. Tapi, apa pentingnya hal itu? "Bukan itu, Sarah. Maksudku, orang yang kamu maksud itu pasti Black," sergah Song Eun yang merasa Sarah tidak menganggapnya serius. "Memangnya ada yang namanya seperti itu? Keren sekali, ya?" Sarah memuji informasi Song Eun dengan nada sarkastik. Heran karena Song Eun bicara sesuatu yang menurutnya aneh. "Itu hanya julukan. Nama aslinya Nam Min Hyuk. Tapi, serius, kamu penasaran padanya?" "Aku tidak mengerti maksudmu." "Dia pemuda yang dingin, agak kasar dan sulit didekati. Ia juga musuh Tae Sang, berandal di kampus," terang Song Eun gemas. "Tapi dia menolongku." "Katamu tadi dia juga mengusirmu, kan?" Sarah terdiam. Ucapan temannya itu memang benar. Namun apa salahnya penasaran dengan seseorang? Ia sedang tidak ingin menguntit si Black itu. Kalau-kalau itu yang Song Eun khawatirkan akan menjadi masalah. "Aku hanya ingin tahu namanya." "Kamu baru saja mengetahuinya dariku." Song Eun menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir dengan Sarah. Berkebalikan dengan Song Eun, Sarah justru mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Seolah tengah berusaha memahami sesuatu dalam pikirannya. Namanya Nam Min Hyuk. Pemuda dingin dan agak kasar yang entah mengapa dijuluki Black. Mungkin karena ia sering memakai benda-benda berwarna hitam. Atau mungkin hal lain. Sarah mengembuskan napas dengan keras. Harusnya informasi itu sudah cukup. Ia tak berkewajiban untuk tahu lebih banyak. Kata maaf dan terima kasih sudah ia ucapkan pada Min Hyuk. Ditanggapi ataupun diabaikan sudah bukan urusan Sarah lagi. Namun, terasa masih ada yang mengganjal di hatinya mengenai pemuda itu. "Tapi, kenapa Min Hyuk yang terkenal dingin itu mau menolongmu, ya? Jujur saja, itu aneh." Song Eun mengerutkan kening, berusaha mencari jawaban sendiri. Sarah tak menggubris. Karena pertanyaan itu pulalah yang mengganjal di hatinya. *** "Hong Ki Oppa!" Suara merdu Kim Ye Na menyambut Lee Hong Ki yang baru saja memasuki kantin. Gadis cantik itu menyambut kedatangan Hong Ki dengan antusias. Berkebalikan dengan si pemuda yang tampak jengkel. "Aku sedang tidak ingin berurusan denganmu, Ye Na-ya. Pergilah!" usir Hong Ki. Ia tak peduli meski mungkin gadis itu sudah menunggunya cukup lama. Ye Na memasang wajah cemberut yang membuatnya tampak semakin imut. Pemuda lain mungkin akan luluh dan dengan senang hati menuruti semua keinginannya. Bagi Hong Ki, itu adalah pertanda buruk. "Oppa, aku ingin mengajakmu sarapan." "Aku tidak mau. Jadi, pergilah!" Kim Ye Na bergeming. Meluluhkan hati Hong Ki memang tidak mudah. Kalau saja Ye Na tidak benar-benar menyukainya, ia pasti sudah menampar mulut Hong Ki yang pedas itu. Kedatangan dua orang gadis di pintu masuk kantin mengalihkan perhatian Hong Ki. Sarah dan Song Eun yang Ye Na kenali sebagai dua gadis pencari masalah tempo hari. Ia tidak terlalu peduli sampai menyadari jika pandangan pemuda pujaan hatinya pada mereka tampak berbeda. "Sarah-ya!" Wajah Hong Ki tampak berseri-seri saat mengucap nama itu. Ia bahkan tersenyum sewaktu gadis yang dimaksud menoleh dan menjawab panggilannya. Senyum paling ramah yang pernah Ye Na lihat dari Hong Ki, sekaligus senyum yang tak pernah ia dapatkan. "Sunbae-nim. Selamat pagi!" Sarah mendekat bersama Song Eun. Ia tampak bingung harus bersikap pada Ye Na yang masih berdiri di samping bangku milik Hong Ki. Namun, akhirnya Sarah memutuskan untuk menyapa gadis itu juga dan berusaha bersikap ramah. Bukannya menjawab, Ye Na justru menangkap fakta jika Sarah sudah mengenal Hong Ki. Hal itu membuatnya tidak senang sehingga yang dilakukannya adalah menatap garang pada Sarah. Ketika sang obyek hanya diam dan kebingungan, Ye Na pun mengalihkan pandangan pada Hong Ki. Sayangnya, yang dimintai penjelasan justru bergeming tak peduli. “Bagaimana bisa hoobae sepertimu bersikap sok akrab pada Hong Ki  oppa?” Pada akhirnya, Ye Na terpaksa harus berbicara pada Sarah. “Jangan berani-berani melakukannya lagi.” “Berhenti bertingkah konyol, Ye Na-ya. Dia berhak menyapaku kapan pun dia mau.” Hong Ki menghalau Ye Na yang terkejut dan memberikan jalan bagi Sarah agar bisa bergabung dengannya. Namun, melihat ekspresi Ye Na, Sarah sudah pasti menolak. Ia tidak berniat mencari masalah.   “Mianhae, Sunbae-nim.” Sarah berusaha mencari alasan yang tepat untuk menghindari ajakan Hong Ki sekaligus ancaman Ye Na yang terpancar jelas dari tatapannya. Namun, lagi-lagi Hong Ki yang menyadari keengganan Sarah segera mendahuluinya bicara. “Jangan hiraukan gadis ini. Sudah kubilang kalau dia ini cuma suka cari perhatian.” Ye Na semakin cemberut dengan pengakuan Hong Ki. Tak perlu waktu lama baginya untuk memutuskan bahwa ia semakin membenci gadis bernama Sarah itu. Hong Ki lebih memperhatikannya, dan itu menyebalkan sekali untuk Ye Na. Pemuda pujaan hatinya yang terkenal irit bicara dan suka bersikap cuek tiba-tiba saja berubah. Hong Ki bicara lebih banyak dan bersikap ramah, sesuatu yang seharusnya didapatkan oleh Ye Na dan usahanya selama ini. Bukannya mahasiswa junior dengan penampilan aneh dan menyolok semacam Sarah. "Sunbae-nim, bagaimana kalau kita bergabung saja?" Sarah bermaksud baik dengan mengajak Ye Na ikut serta. Dengan begitu mereka tak perlu berdebat dan bisa mengobrol bersama-sama, kecuali Song Eun yang anehnya masih berdiri di samping Sarah. Seolah sengaja menunggu kelanjutan drama pagi yang tampak membosankan di matanya. Namun, niat Sarah tak disambut  oleh Ye Na. Gadis itu justru melengos lalu pergi tanpa mengatakan apa pun. Sarah dan Song Eun saling berpandangan heran melihat sikap Ye Na. Sementara Hong Ki masih tidak peduli dan lebih memilih tersenyum pada Sarah, berharap gadis itu masih mau menerima ajakannya untuk makan bersama. Didera rasa sungkan, Sarah akhirnya balas tersenyum dan bergabung di meja Hong Ki. Song Eun yang merasa drama telah berakhir pun pamit pergi, tetapi melihat kepergian Ye Na tadi, ia pun berbisik pada Sarah sebelum benar-benar meninggalkan sang teman. "Berhati-hatilah, Sarah-ya. Ye Na sekarang punya alasan lebih untuk membencimu." *** Tae Sang menyukai pemandangan yang tersaji di depan tempat favoritnya setiap pagi. Hanya sekilas, tapi baginya adalah pemandangan terindah di dunia. Ada banyak orang berlalu lalang di sana, tapi Tae Sang tidak tertarik untuk mengamati mereka. Selain menghajar Min Hyuk, hal yang tak pernah ingin ia lewatkan adalah melihat Kim Ye Na berjalan melewati salah satu sudut di koridor kampusnya. Sudut favorit yang tak pernah berani ditempati orang lain karena telah Tae Sang pilih untuk didiami. Apakah itu terdengar konyol? Atau menyedihkan? Tae Sang tak peduli bagaimana orang lain menyebutnya. Sekalipun ia berandal di kampus, bukan berarti ia tak bisa jatuh cinta. Dan, bukan berarti ia harus jatuh cinta dengan cara yang kasar seperti saat dia berkelahi. Melihat Ye Na sebentar dari kejauhan saja sudah membuat harinya lengkap. Sungguh. Tak lama kemudian, tampak Ye Na berjalan sendirian dengan langkah cepat. Tae Sang tersenyum kecil, tapi senyuman itu segera memudar saat dilihatnya Ye Na tampak sedih. Samar-samar ia juga bisa menangkap nama Hong Ki tersebut dari bibir gadis itu. Lee Hong Ki. Selain Min Hyuk, Tae Sang juga membenci pemuda itu. Si sok anak pengusaha kaya sekaligus salah satu penyumbang dana terbesar di kampus yang terlalu sombong untuk menjalin pertemanan dengan orang lain. Mengherankan jika Ye Na bisa sangat menyukainya. Hong Ki sama sekali tidak tampan ataupun keren, hanya bermodal otak pintar dan status yang bagus. Setidaknya begitulah menurut Tae Sang. Sudah berkali-kali Tae Sang ingin menghajar pemuda itu. Namun, tidak seperti Min Hyuk, Hong Ki punya banyak alasan untuk tidak tersentuh. Tae Sang akan jadi sangat bodoh jika tiba-tiba menghajarnya tanpa alasan. Apalagi karena seorang Ye Na yang bahkan tidak pernah berbicara dengan Tae Sang. Beginilah cinta dalam diam. Tak banyak yang bisa dilakukan dan hanya bisa bersabar memendam rasa. Poor, Tae Sang. Pada akhirnya, Tae Sang hanya bisa melihat gadis pujaannya menjauh tanpa mampu berbuat apa pun. Puas menikmati waktu mengagumi sang pujaan yang hanya sejenak, Tae Sang pun beranjak menuju kantin. Sebenarnya ia ingin mencari tahu lebih jauh alasan dari ekspresi tidak menyenangkan Ye Na. Membuntutinya jelas bukan ide yang bagus, apalagi menanyainya. Tae Sang akan memikirkan cara lain setelah mengisi perutnya terlebih dulu. "Sarah-ya, kamu belum mengenalnya dengan baik. Hong Ki tidak pernah bersikap seramah itu pada seseorang. Karena itu aku yakin kalau dia menyukaimu." Tae Sang menoleh dengan cepat ketika telinganya menangkap kata 'Hong Ki' dan 'menyukaimu' dari gadis lain, bertepatan dengan dia hendak menuju pegawai kantin untuk memesan makanan. Ia yakin itu adalah penyebab Ye Na-nya bersedih. Dua orang gadis di depannya yang tengah bicara. Si gadis berkacamata pegawai kantin dan seorang gadis asing, sepertinya mahasiswa junior. Berlagak tidak mendengar percakapan mereka, Tae Sang mendekat. Ia berdiri cukup lama seraya melihat-lihat makanan yang disajikan hari itu. Sesekali ia menebarkan pendangan ke sekeliling dan mendapati Hong Ki sedang duduk sendirian di salah satu meja. Melihat gelagatnya, Tae Sang yakin pemuda sok itu menunggu gadis asing di depannya kini. "Sudahlah, Song Eun-ah. Jangan mengarang cerita." Tae Sang tak dapat menahan rasa terkejutnya begitu bisa melihat dengan jelas wajah si gadis asing. Ia sering melihat si gadis berkacamata, tapi gadis yang satunya, sungguh di luar dugaan. Sarah. Begitu namanya tadi disebut. Kejutannya, dia adalah gadis yang sama dengan yang ditolong Min Hyuk di perkelahian terakhir mereka. Tae Sang bergeming saat kedua gadis itu mengakhiri percakapan mereka dan tidak menyadari kehadirannya. Gadis bernama Sarah itu lalu pergi sembari membawa nampan makanan, meninggalkan Tae Sang dengan si gadis pegawai kantin yang menantinya mengatakan sesuatu. Dengan cepat, Tae Sang menyebutkan makanan yang ia inginkan. Sembari menunggu si gadis berkacamata mengerjakan tugasnya, ujung bibir Tae Sang terangkat, membentuk seringaian kecil yang tampaknya tak berarti baik. "Bersiaplah, Black, karena aku baru saja menemukan permainan yang bagus untukmu." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN