Not a dangerous husband 4
Main di Sawah
Almoora berteriak histeris ketika seseorang bertubuh besar menangkapnya. Ia meronta berusaha melepaskan diri.
“Tolooong ... tolooong!”
Gadis itu berusaha melihat orang yang menangkapnya, tapi gelapnya malam membuat ia tidak bisa mengenali orang tersebut.
“Siapa kamu?!” tanyanya sambil terus meronta dan berusaha melepaskan diri.
Namun sayang, tubuhnya yang kecil tidak bisa melawan kuatnya rengkuhan lelaki yang menangkapnya.
"Lepaskan aku, apa maumu?" teriak Almoora.
"Ssttt ... jangan berteriak, Honey!" Bryan menguatkan pegangannya.
"Jangan sentuh aku, apa maumu?!" bentak Almoora.
"Kamu! Aku mau kamu!" Bryan menarik paksa tubuh kecil Almoora.
Almoora meronta, Bryan mengangkat tubuh tersebut dan membawanya ke pinggir lapangan.
"Diam, atau kau akan kupukul!" hardik Bryan.
Almoora tidak mau diam, tangannya memukul-mukul punggung Bryan.
"Lepaskan aku, b******k!"
"Diam!" hardik Bryan.
Karena Bryan tidak mau melepaskannya, Almoora menggigit bahu Bryan.
"Awww ...." Bryan teriak. Ia lalu menjatuhkan tubuh Almoora di tanah, seperti ia menjatuhkan sebuah karung beras. Ia tidak peduli kalau yang terjatuh itu adalah seorang gadis yang sekarang sedang merintih kesakitan.
Almoora mengaduh, ia memegang pinggulnya yang sakit karena benturan tubuhnya ke tanah.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" rintih Almoora sambil memegangi pinggulnya.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Almoora. “Aku bilang diam!" gertak Bryan.
Tangan Almoora bergerak dengan cepat, ia memukul dan mencakar tubuh Bryan. Sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri namun tenaganya justru tidak mampu mengalahkan tenaga Bryan.
Bryan menangkap kedua tangan Almoora, cakaran gadis itu terasa perih di kulit perutnya. Kedua tangan Almoora diikat Bryan menggunakan ikat pinggang yang telah dilepasnya.
Cuih!
Almoora meludahi Bryan.
Plak!
Bryan menampar pipi Almoora.
“Jangan sentuh aku,” ucap Almoora dengan lemah.
“Aku mohon, jangan sentuh aku.” Almoora memohon sambil meneteskan air mata.
Tapi siapa yang bisa mendengarkan permohonan Almoora? Bryan bahkan tidak mendengar rintihan gadis itu, yang ada dalam pikirannya sekarang adalah melepaskan hasrat yang sudah memenuhi kepalanya.
Almoora merasa miliknya disayat dengan pedang yang sangat tajam, ia berteriak kesakitan. Bryan sama sekali tidak peduli, dengan ganasnya ia terus bermain mengikuti fantasinya. Bryan memuaskan dirinya dengan meluluhlantakkan tubuh Almoora. Ia tertawa setelah berhasil menyelesaikan hasratnya, kemudian ia menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tubuh gadis itu.
Almoora meneteskan air mata, tidak ada lagi yang bisa ia perbuat untuk menyelamatkan dirinya. Satu-satunya yang sangat berharga yang ia punya telah direnggut paksa oleh lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Tulang tubuh Almoora terasa patah ketika tubuh lelaki itu menghantam tubuhnya. Pandangannya mulai kabur dan setelah itu Almoora tidak mengingat apa-apa lagi.
Dari kejauhan Raymond melihat aksi Bryan sambil tertawa. Raymond tidak mengira Bryan begitu suka dengan ayam yang di kejarnya. Setelah itu, Raymond merasa kepalanya semakin berat. Ia kemudian menidurkan tubuhnya di tanah.
Baru saja Raymond tertidur, Bryan datang menghampiri.
“Hey ... hey ... bangun!” Bryan membangunkan Raymond yang tertidur lelap dengan menendangkan kakinya.
“Hhhh ....” Raymond mengerang.
“Bangun! Ayo pulang! Ini sudah larut malam.” Bryan menarik tangan Raymond.
“Tapi aku masih pusing, aku masih ingin tidur.”
“Banguuun, untuk apa kau tidur di sini. Kau bisa tidur di kamarku, di sana lebih nyaman.”
Bryan menarik tangan Reymond supaya pria itu bangkit. Raymond berusaha bangkit meskipun kepalanya masih terasa sakit.
“Mana kunci mobil, biar gue yang nyetir,” pinta Bryan.
Raymond mengeluarkan kunci dari saku jaketnya, ia menyerahkan kunci tersebut pada Bryan. Dengan terhuyung-huyung Raymond berjalan menuju mobil dengan di papah oleh Bryan yang sudah jauh lebih segar.
Pagi telah menyapa.
Raymond terbangun di kamar yang sangat luas. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, kamar ini sama sekali tidak di kenalnya. Ia belum pernah masuk dan tidur di kamar ini.
Kemudian ia berusaha untuk duduk, lalu matanya menangkap sebuah foto yang tergantung di dinding. Sebuah foto seorang pria yang sedang memegang seekor anjing lowchen bewarna putih. Sangat jelas kalau foto diambil di luar negeri, terlihat dari bentuk bagunan yang berada di belakang pria tersebut.
“Bryan,” gumamnya.
“Aku di kamar Bryan.”
Raymond memijit kepalanya yang masih berdenyut sakit. Kemudian ia bersandar di sandaran sofa yang ia pakai untuk tidur tadi.
“Sudah bangun?” Bryan keluar dari kamar mandi. Ia menyapa Raymond yang masih tampak pusing dan memejamkan mata.
“Sudah,” jawab Raymond pelan, kemudian ia melihat Bryan yang tampak sangat segar karena habis mandi.
“Parah lo, ya! Masa minum setengah botol saja sudah teler,” ejek Bryan.
Raymond tertawa kecil, ia sama sekali tidak mempermasalahkan ejekan Bryan. Baginya yang tidak pernah meminum minuman keras, setengah botol saja sudah jumlah yang sangat banyak.
“Lo harus banyak-banyak belajar dari gue, biar gak jadi anak kecil lagi,” ungkap Bryan sambil melempar handuk yang ia pakai tadi ke wajah Raymond.
“Mandi sana!”
Raymond menangkap handuk yang di lempar Bryan kemudian meletakkannya ke sandaran sofa. Ia kemudian berdiri dan meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.
“Apa kita semalam main lumpur?” tanya Raymond ketika melihat baju yang ia pakai kotor bekas lumpur yang telah kering.
“Main lumpur?” Kening Bryan mengerut. Tidak lama kemudian,
“Hahaa ... iya, lo semalam main lumpur dan gue main di sawah,” jawab Bryan sambil tertawa besar.
Raymond menautkan kedua alisnya, ia tidak mengerti dengan yang di sampaikan Bryan. tapi Raymond memilih tidak memikirkannya. Ia lalu berdiri dari duduknya.
“Aku pulang dulu, mau mandi!” kata Raymond.
“Baiklah! Jangan lupa, minggu depan masuk kerja.” ujar Bryan mengingatkan.
“Tentu, terima kasih atas bantuannya, Kawan!”
“Jangan sungkan.” Bryan menepuk pelan lengan raymond.
Raymond keluar dari rumah besar yang tampak sepi itu. Rumah Bryan seperti sebuah villa di kampungnya. Keluarga Bryan bukan tinggal di rumah itu, mereka hanya sesekali datang berkunjung. Rumah tersebut hanya di huni oleh beberapa orang yang ditugaskan untuk menjaga dan membersihkan tempat itu.
Tidak ada yang tidak mengenal Tuan Almeer dan istrinya. Setiap bulan mereka selalu datang dan memberikan bantuan kepada warga kampung. Kebaikan Tuan Almeer sudah tidak menjadi rahasia lagi, setiap bulan kedatangannya selalu di tunggu warga. Setiap ada warga yang membutuhkan bantuan pasti Tuan Almeer memberikannya.
Sosok Tuan Almeer sudah dianggap sebagai dewa penyelamat di kampung mereka. Semua warga memuji kebaikannya. Istrinya juga demikian, mereka berdua adalah pasangan yang sangat di puji. Sang suami tampan, baik, murah hati dan istrinya sangat cantik, murah senyum, dan mendukung semua yang di lakukan suaminya. Kecantikan dan ketampanan mereka ditambah dengan harta yang melimpah membuat kedua pasangan ini sukses membuat iri warga kampung nan kecil tersebut.