Part 4

1568 Kata
Runa mengelus perutnya, perut yang masih rata berisi janin hasil perbuatan yang tak ia ingat sampai sekarang. Matanya menatap perut dengan pandangan berkabut. "Aku enggak tahu harus panggil kamu apa, aku juga enggak tahu panggilan apa yang pantas untukku, maaf kamu hampir celaka karena kebodohanku," ucap Runa sambil terus menggerakkan telapak tangannya di atas perutnya.  "Mulai sekarang kita ini teman ya, jadi aku boleh cerita sama kamu  'kan?" Tanyanya. Ia berbicara seolah ada yang mendengarkannya di ruangan ini. "Sekarang ini aku cuma punya kamu, jadi tolong jangan marah padaku dan pergi, bertahanlah seperti aku mempertahankan kamu." Lelehan air mata mengalir dan langsung di hapus oleh Runa. "Runa," sapaan riang seorang gadis yang baru saja membuka pintu terdengar. Runa mendongak mengalihkan pandangannya dari perut ke arah pintu. Gadis itu mengangkat plastik putih tinggi-tinggi. "Makanan rumah sakit enggak enak 'kan, jadi aku bawain ini," ucapnya riang khas seorang Petra, berjalan mendekati Runa. "Pet, abang turun dulu. Mau beli kopi," ucap seorang lelaki yang tadi ikut masuk bersama Petra. Salman langsung pergi meninggalkan ruangan setelah Petra mengganggukkan kepala. Salman tidak mengenal Runa sebelumnya, begitupun dengan Runa. Lelaki itu merasa canggung berada di ruangan itu dan akhirnya memilih keluar dan menunggu adiknya selesai menjenguk. Runa menatap Petra dengan pandangan penuh tanya. Petra yang mengerti terkekeh sambil duduk di atas ranjang Runa. "Pacar aku, ganteng 'kan?" ucap Petra dengan kedipan disebelah mata. Runa tersenyum melihat tingkah Petra. "Iya, ganteng," jawab Runa dan mengacungkan dua jempol tangannya. Sambil membuka kotak yang ia bawa tadi, Petra tertawa keras, lalu mencolek bahu Runa dengan gaya genit. "Bisa aja sih, itu abang aku," ucapnya dengan sisa-sisa tawa, ia lalu menyerahkan salah satu kotak ke Runa. "Gara-gara dia aku enggak punya pacar sampai sekarang," lanjutnya dengan mulut yang mencebik. "Kenapa?" tanya Runa penasaran. Ia mulai menjepit makanan yang ada menggunakan sumpit dan memasukkan ke dalam mulutnya. Sebenarnya tadi  ia sudah makan makanan rumah sakit, tapi ia pikir makhluk hidup di tubuhnya juga memerlukan makan jadi ia harus memasukkan ekstra makanan ke dalam perut. Kali ini ia tidak ingin menyakiti makhluk kecil yang sedang berkembang di dalam rahimnya. "Dia itu rese kalau ada lelaki dekat denganku, dia suka mengaku-aku jadi pacarku, menyebalkan sekali," ucapnya dan membuat Runa mengeluarkan tawa. "Kamu udah sehat?" tanya Petra sambil memperhatikan perut Runa.  "Aku?" tanya Runa, telunjuknya mengarah ke dirinya "Atau dia?" tanya Runa, kali ini matanya mengarah ke perutnya. "Dua-duanya," jawab Petra. "Aku rasa aku sehat, tapi aku enggak tahu kalau dia," jawab Runa dengan nada lemah. "Pasti sehat, harus sehat,  kalau kamu sehat pasti bayimu akan sehat juga, jadi kalian bisa cepat pulang," ucap Petra memberi semangat dan membuat Runa tersenyum.     Pintu ruang rawat terbuka, membuat Runa yang sedang memandangi jalanan dari jendela kamar rawatnya menoleh. Dilihatnya Salman memasuki kamar dengan canggung. "Petra sedang keluar, lapar katanya," ucap Runa memberitahu Salman tentang keberadaan adiknya. "Aduh, itu anak, perut apa tong sampah sih? Bukannya tadi dia beli makan," omel Salman tak habis pikir dengan tingkah adiknya. "Kurang kenyang katanya," jawab Runa, membuat Salman menggelengkan kepala. "Aku Runa," ucap Runa memperkenalkan dirinya terlebih dulu. "Salman," jawab Salman. Keduanya saling memperhatikan satu sama lain sampai Salman membuka suaranya kembali untuk memecahkan suasana canggung. "Udah sehatan?" tanyanya. "Udah, terimakasih  kemarin sudah menolong aku," ucap Runa. Ia kembali menuju kasurnya, berjalan perlahan sambil mendorong tiang infusan. Ia lalu berbaring di tempat tidur. "Permisi," seorang lelaki dengan kemeja biru dan jas putih masuk bersama seorang perawat. "Ibu Aruna saya periksa dulu ya," ucapnya setelah berdiri di samping ranjang Runa. Tangannya mengangkat baju Runa ke atas hingga bagian pusar. "Darahnya masih keluar?" Tanya sang dokter yang di jawab gelengan oleh Runa. "Disini aja, Pak. Supaya saya bisa menjelaskan kondisi istri dan anaknya," ucap Dokter saat Salman hendak meninggalkan ruangan. Salman binggung dengan ucapan sang dokter begitu juga dengan Runa. "Enggg... saya... " Salman ingin menjelaskan dirinya bukan suami Runa seperti yang di maksud sang Dokter tapi sayang tak di hiraukan. Dokter itu malah menjelaskan segala hal yang tak masuk ke telinga Salman karena Salman terlalu fokus untuk menjaga matanya dari perut putih mulus milik Runa. Runa sendiri terlihat tak mempedulikan kehadiran Salman. Ia fokus mendengarkan saran Dokter. Baju Runa sudah diturunkan dan sudah menutupi perut yang sejak tadi menjadi objek perhatian Salman. Salman bernapas lega, berakhir sudah nikmat yang membuat dosanya bertambah itu. Sebagai lelaki normal  pemandangan tadi cukup membuatnya melirik beberapa kali. Dokter dan perawatnya sudah keluar dari kamar Runa. Setelah dua malam menginap di rumah sakit dan dipantau  keadaannya, Runa di perbolehkan pulang hari ini. "Maaf ya tadi saya..." Salman terlihat binggung merangkai kata. Ia terlihat mengusap tengkuknya. "Enggak apa-apa, enggak masalah... toh enggak ada yang marah kalau kamu lihat perut aku. Tenang aja," ucap Runa sambil tersenyum. Salman terdiam mendengar jawaban Runa. Ia sudah tahu apa yang terjadi pada Runa, ia merasa tak enak hati jadinya. "Bang, di panggil bagian admin tuh." Petra datang dengan menjinjing kantung plastik putih. "Darimana lo?" tanya Salman pada adiknya yang sedang menyedot minuman dari cup ditangannya. "Beli cemilan," jawab Petra. "udah sana buruan ke administrasi," suruh Petra. "Oh iya," jawab Salman. Runa memperhatikan Salman yang keluar kamar "Kenapa Abang kamu di panggil bagian administrasi?" tanya Runa dengan kening berkerut. Petra tersenyum meringis. "Jadi gini, Run. Karena kemarin kamu setengah sadar dan aku yang menemani kamu, Abangku yang urus semua termasuk administrasi, dan... emmm... maaf ya, Run... Emmm waktu di tanya nama suami kamu, aku sebut nama Abangku aja," ucapnya menjelaskan. Runa cukup terkejut namun tak lama ia tersenyum. "Iya, enggak apa-apa. Makasih ya udah bantu aku, Pet," ucap Runa. "Sama-sama," jawab Petra dengan senyum yang menunjukkan deretan giginya.   *** Petra sedang membantu Runa merapikan pakaiannya. Runa melipat baju dan Petra yang memasukkan ke dalam tas. Salman baru saja masuk dan duduk di sofa yang ada di pojok ruangan. "Bang Salman, nanti aku minta rincian biayanya ya? Tapi aku enggak bisa bayar semua secara langsung, nanti aku cicil setiap bulan, ya?" ucap Runa sambil memasukkan baju terakhirnya ke dalam tas. "Gampang itu, kamu tinggal sebelahan sama Petra 'kan, nanti Petra yang awasin kamu biar enggak kabur," ucap Salman yang langsung di lempari bantal oleh Petra. "Jangan didengar, Run," ucap Petra ke Runa. "Ngaco lo, Bang," berganti ia melihat ke arah abangnya yang sedang tertawa. "Bercanda lho, Run. Santai aja, yang penting kamu sehat," ucap Salman yang asik dengan ponselnya. "Bang, gue pergi dulu ya? Lo bisa antar Runa sampai kosan 'kan?" ucap Petra yang sudah berdiri hendak meninggalkan ruangan. "Mau kemana lo?" tanya Salman, matanya melirik ke Petra. "Ada perlu, enggak apa-apa ya, Run? Bye gue pergi dulu." Petra sudah pergi menyisakan Runa dan Salman disana. Suasana kini kembali sunyi, Salman kembali sibuk dengan ponselnya sedangkan Runa bingung tak tahu harus memulai percakapan apa. Akhirnya sampai semua pakaian Runa selesai dibereskan hanya ada sunyi diantara mereka. "Sudah selesai?" tanya Salman yang melihat Runa hanya duduk diatas tempat tidur memainkan kukunya. "Sudah," jawab Runa. "Mau pulang sekarang atau aku perlu mengurus kamar inap lagi?" canda Salman, lelaki itu  bahkan sudah berdiri siap keluar kamar menghayati aktingnya untuk memesan kamar rawat lagi. Runa terkekeh. "Enggak perlu, aku mau pulang sekarang aja," jawab Runa. Salman ikut terkekeh. "Ayo," ucapnya sambil mengangkat tas milik Runa, Runa menahan tasnya, ia menolak tasnya dibawakan oleh Salman. "Udah enggak apa-apa, aku aja yang bawa." Salman langsung mengangkat tas Runa dan berjalan menuju pintu. Runa dan Salman baru saja keluar kamar inap saat Dini datang, Dini berjalan terburu-buru disusul Tama dan Irsyad di belakangnya. "Runaaa...!" panggil Dini saat melihat Runa. Runa tersentak melihat wanita bertubuh tambun itu. Kini Dini sudah memeluk dan mengelus-elus punggung Runa. "Kamu sudah sehat?" tanya Dini dengan nada cemas. "Udah, Tante tahu darimana aku disini?" Dengan wajah heran Runa menyalami Dini. Ia sama sekali tidak menyangka Dini akan kesini apalagi bersama suami dan lelaki itu. "Kandunganmu sehat, Runa?" tanya Tama, saat Runa menyalaminya juga. "Kata dokternya sehat, Om. Semoga enggak ada apa-apa lagi... maafin Runa," jawab Runa singkat, kepalanya kini menunduk melihat ke ujung sandalnya. "Yang penting sekarang sehat... Cucu tante enggak kenapa-kenapa," ucap Dini sambil mengusap perut Runa. "Cucu Mama darimana? Itu bapaknya berdiri di samping kamu 'kan?" tuduh Irsyad sambil menatap Salman.  Salman yang bingung langsung menunjuk dirinya sendiri. "Saya maksudnya?" tanyanya dengan wajah bingung. Tama dan Dini ikut melihat Salman dengan tatapan bertanya. "Ini teman aku, dia yang kemarin menolong," ucap Runa dengan segera, ia tidak ingin Salman semakin di tuduh. "Oh, ya? saya ucapkan terimakasih karena kamu sudah menolong Runa dan menyelamatkan cucu saya," ucap Dini sambil menyalami Salman. "Sama-sama Tante," sahut Salman yang diangguki Dini. Tama ikut mengucapkan rasa terima kasih pada Salman dan berbincang sebentar dengan lelaki itu. "Runa, tinggal sama kami ya? biar kami bisa mengawasi kamu," ucap Dini. "Biar aku enggak gugurin kandungan aku lagi ya, Tan," batin Runa. "Enggak usah, Tante. Runa tinggal di kosan aja," tolak Runa secara halus. "Di rumah kami saja, supaya kami bisa menjaga kamu," paksa Dini. "Iya tinggal bersama kami saja, agar kalian juga bisa mengurus pernikahan dengan cepat," sambung Tama. Runa dan Irsyad terkejut dengan ucapan Tama. Salman yang hanya orang asing diantara mereka memilih menyingkir tak ingin mencampuri hal yang bukan urusannya. Helaan napas penuh kekesalan terdengar. "Kenapa kamu enggak gugurin aja bayi kamu itu. Bikin ribet!" Omel Irsyad pada Runa dan segera berjalan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang kesal dengan ucapan sang anak. Runa hanya mampu menunduk mendengar ucapan Irsyad. Sedangkan Salman yang sudah menjauh dari mereka sampai mengalihkan pandangannya ke arah Irsyad yang semakin menjauh.    bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN