{Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya.}
(QS. An-Nahl: 1)
****
"Woy, ngapain sih bengong terus? Kerasukan setan baru tau rasa." Ucapan seseorang membuyarkan lamunan Arumi tentang tiga tahun lalu.
"Tasya, mulutmu sangat menyeramkan."
Tasya adalah sahabat Arumi semenjak kuliah. Bernama lengkap Tasya Kamila Andini ini tergolong mahasiswi berjilbab layaknya Arumi. Tasya dan Arumi bertemu ketika Masa Orientasi Mahasiswa Baru tiga tahun lalu. Tasya dan Arumi yang kebetulan sama-sama mahasiswi dari Fakultas Pendidikan mereka menjalin hubungan akrab semenjak di pertemukan saat kegiatan ospek berlangsung. Tasya memiliki kepribadian baik dan berani.
"Makan, ayo! Jam terakhir kan ada mata kuliah Bimbingan konseling." Tasya mengajak Arumi makan adalah alasannya agar Arumi tidak terlalu kepikiran dengan masalahnya. Walau dia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi wajah Arumi memperlihatkan kalau dia sedang tidak baik-baik saja.
Ketika bumi nampak seolah menyempit karena berbagai himpitan persoalan hidup, dan jiwa serasa sangat tertekan oleh beban berat kehidupan yang harus di pikul, maka ucapkan:"Ya Allah!"
Ingatlah Allah saat alam begitu gelap gulita, dan wajah zaman terlihat begitu berlumuran debu hitam, maka sebutlah nama-Nya dengan lantang di saat fajar menjelang, dan kala itu fajar merekah seraya menebar senyuman indah menyapamu di pagi hari.
"Kamu lagi ada masalah, ya?" Tanya Tasya.
"Begitu nampak kah, Tasya? Serapat apa pun aku menyembunyikan masalah, ternyata kamu masih bisa menebaknya." Ucap Arumi menampilkan deretan giginya.
"Tau darimana?" Sambungnya.
"Jangan bilang sahabat, jika aku tidak dapat mengetahui perubahan di wajah kamu." Jawab Tasya.
"Aku tidak tau, apa yang aku lakukan ini salah atau tidak." Ucap Arumi.
"Stop deh say, Aku belum paham!" Tutur Tasya.
"Jujur ya, sebenarnya aku mengagumi Kak Raihan." Ucap Arumi berbisik sangat pelan
Raihan Al-Faruq yang akrab di sapa dengan sebutan Raihan, adalah seorang mahasiswa dari Fakultas Kedokteran sekaligus Ketua BEM di kampus. Raihan memiliki kepribadian baik, cerdas dan berpenampilan rapi. Masalah tampan, tidak bisa diragukan lagi, semua tau itu. Hanya saja Raihan terlihat banyak diam dan seolah acuh dengan keadaan lingkungannya. Dia selalu menyibukkan diri dengan hal yang berkaitan dengan pengetahuan, terlihat tidak banyak bergaul namun berwawasan luas. Itulah yang membuat Arumi mengagumi sosok Raihan.
"WHAT, RAIHAN----" Arumi menutup mulut Tasya.
"Syuuutt, jangan keras-keras kalau ngomong. Nanti ada yang tau." Arumi memasang wajah cemberut.
"Ya, sorry. Jadi kamu mengagumi si ketua BEM itu?" Tasya tertawa pelan.
"Begitulah. Aku tau, memang tidak ada yang salah dengan mengagumi. Hanya saja tidak seharusnya aku seperti ini. Karena aku tidak mau terus mengaguminya dalam diam. Aku hanya cukup mengagumi tidak akan berharap dia untuk membalas rasa itu. Karena rasa itu datang secara tiba-tiba, Tasya." Arumi memainkan sedotan minumannya.
"Iya, kamu tidak salah dalam hal mengagumi. Aku juga sependapat dengan kamu, jika kamu hanya cukup mengagumi tanpa meminta dia membalas rasa itu. Karena sebagai sahabat aku tidak mau melihat kamu sakit hati di kemudian hari Karena terlalu berharap kepada manusia." Jawaban Tasya sedikit memberi kekuatan kepada Arumi.
Mengagumi adalah rasa yang akan menyelinap masuk kepada hati setiap insan, tanpa tau kapan dia datang atau dengan cara seperti apa.
Tidak ada salah dalam kata kagum yang Arumi rasa. Karena terkadang semua datang tanpa di undang. Jika jelangkung datang tak diundang dan pulang tak diantar, terkadang kagum menyelinap masuk pada ruang yang sempit untuk sedikit memberi benih. Walau terkadang, benih itu ada yang tumbuh lalu berbuah, ada kalanya benih itu mati ketika dia belum sempat berbuah.
'Ketika dini hari menjelang, ku angkat kedua telapak tangan ini, menjulurkan lengan penuh harapan ke arah-Nya untuk memohon pertolongan! Ketika hatiku meminta, tak lain hanya untuk mengingat dan berdzikir dengan nama-Nya. Saat itu hati ini begitu amat tenang, jiwa terasa damai, iman di d**a kembali berkobar. Saat itu pula aku sadar, dengan selalu menyebut nama-Nya, keyakinan akan semakin kokoh.'
Arumi menusliskan kata-kata tersebut pada sebuah buku diary bertuliskan A.I.G di sampulnya, yang selalu dia bawa kemanapun dia melangkah.
"Heh, lo berdua ditunggu di ruangan BEM. Sekarang!" Tiba-tiba seseorang datang menghampiri Arumi dan Tasya.
"Farhan, lo ngapain masuk sini. Lo anak dari Fakultas Ekonomi kan?" Ucap Tasya.
Farhan Abqary, akrab dipanggil dengan sebutan Farhan merupakan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi sekaligus wakil ketua BEM di kampus. Farhan memiliki wajah yang tampan dan sangat berwibawa. Tidak sedikit mahasiswi yang ingin dekat dengannya. Farhan terkenal dengan seorang anak pengusaha hebat, orang tuanya pengusaha terkenal di daerah itu. Tidak salah jika Farhan banyak dikagumi. Hanya saja kekayaan itu membuat Farhan sombong dan angkuh.
"Terserah gue lah mau di sini, di rumah, Hongkong, Singapura uang gue itu gak akan habis." Ucap Farhan memasang kaca mata hitamnya.
"Haha, sombong banget sih lo----" ucapan Tasya di potong Arumi.
"Tasya, sudah. Mending kita ke ruangan BEM, sekarang." Ajak Arumi menarik Tasya
"Ya sudah, cepet! Makaroni bantet dan anak ingusan." Ucap Farhan tertawa.
"Heh, lo bilang apa barusan?" Ucap Tasya kembali menghampiri Farhan.
"Lo anak ingusan dan sahabat lo ini makaroni bantet. Dia kan suka jualan makaroni bantet di kampus ini." Ucap Farhan dengan menunjuk Arumi.
"Heh, Cabe busuk mentang-mentang orang tua lo punya segalanya, terus lo seenaknya ngabisin uang mereka. Hih, masih minta uang saja belagu." Ucapan Tasya membuat Farhan emosi. Farhan tidak menyangka jika Tasya akan seberani itu kepada Farhan.
"Kenapa, lo gak terima? Kesel sama gue? Mau marah sama gue? Lo pikir gue takut sama anak seperti lo, hah?" Ucapan Tasya benar-benar memancing emosi Farhan. Tetapi Farhan masih mengingat jika Tasya adalah seorang perempuan.
"Kalau lo bukan perempuan, sudah gue robek mulut lo pake gergaji." Ucap Farhan.
Tasya tersenyum penuh kemenangan. Ternyata ucapannya membuat Farhan terpancing juga. Tasya tidak merasa takut dengan status keluarga Farhan. Karena dia tau Farhan kerap kali membanggakan apa yang dia miliki, merendahkan orang lain tanpa memperdulikan hati mereka yang terluka.
"Lo pikir perempuan itu lemah? Sorry, kata lemah hanya diperuntukkan bagi orang sombong-----" Lagi-lagi Arumi memotong ucapan Tasya. Emosi Tasya memuncak, jika tidak Arumi cegah, dia akan kehilangan arah dan penuh amarah.
"Sudahlah, lebih baik kita pergi. Melawan ego tinggi macam dia itu ibarat melemparkan bensin ke dalam kobaran api." Ucap Arumi membawa Tasya menjauh.
Seharusnya Arumi membawa Tasya menjauh dari Farhan sejak awal, Karena jika dibiarkan keadaannya akan semakin mencekam. Farhan akan terus merendahkan orang lain dan membanggakan apa yang dia miliki saat ini.
Arumi merasa Farhan terlalu berlebihan membanggakan apa yang dia punya. Mungkinkah Farhan merasa bahwa dia akan hidup selamanya?
Ataukah dia merasa bahwa umur dunia ini tidak akan pernah usai?
Padahal, jika kita sadar bahwa usia hidup berada di genggaman Tuhan pasti tidak akan terlalu membanggakan apa yang di miliki saat ini.
.
.
.
.
.
*******
.
.
.
.
Seperti apapun kita melukiskan tentang keagungan Tuhan dengan keindahan yang ada di alam semesta, Kekuasaan-Nya tetap meliputi semua jagat raya. Dia tetap Yang Maha Agung. Semua makna akan lebur, mencair di tengah keagungan-Nya.
Pagi ini Arumi berangkat ke kampus lebih awal, karena hari ini dia menjadi panitia Masa Orientasi Mahasiswa Baru di kampus. Dia harus naik angkutan umum dari kontrakan sebelum akhirnya sampai di kampus. Pakaian setelan muslimah di tambah kerudung pashmina yang dia kenakan menambah pancaran semangat di wajah cantiknya.
'Ya Allah, hilangkan lah keraguan terhadap fajar yang datang dan memancar terang pagi hari ini, dan hancurkan perasaan yang jahat dengan secercah sinar harapan. Hempaskan semua tipu daya setan dengan bantuan lembut Kuasa-Mu.'
Do'a Arumi dalam hati pagi ini.
"Arumi!" Teriakan sahabatnya menghentikan langkah Arumi yang terburu-buru.
"Ayo, masuk. Semua sudah siap di dalam." Ucapan Tasya yang dibalas anggukan kepala oleh Arumi.
Arumi duduk diantara panitia ospek yang lain. Semua terdiam mempersiapkan diri untuk pembukaan ospek berlangsung. Nampak semua panitia mengenakan Almamater dengan rapi.
"Arumi, aku kebelet, nih. Antar dong, please!" Ucap Tasya merajuk.
"Ayo!" Arumi berjalan mendahului Tasya.
"Ah, Arumi kok kamu cepet banget sih jalannya. Gak ikhlas ya nemenin aku?" Ucapan Tasya membuat Arumi sedikit heran.
"Aku tau kamu kebelet, tapi gak perlu suudzhon juga kali Tasya, ngomongnya." Ucap Arumi kembali mempercepat jalannya.
"Maaf, deh. Tapi kamu mau kemana sih jalan udah kaya di kejar setan begitu." Tasya merasa ada yang aneh dengan Arumi.
"Aku sudah memutuskan untuk menyatakan perasaan aku sama Kak Raihan." Jawab Arumi membuat Tasya melotot.
"Gak usah kaya gitu juga lihatnya. Serem!" Sambung Arumi.
"Kamu gak sedang sakit, kan?" Tanya Tasya dengan pergerakan mengecek suhu tubuh Arumi.
"Aku sehat. Aku sudah mempertimbangkan semuanya, kok. Aku kan pernah bilang sama kamu, kalau aku tidak mau memendam rasa." Jelas Arumi.
Tasya mengikuti bagaimana keinginan Arumi. Namun Tasya merasa tidak yakin dengan keputusan yang Arumi ambil saat ini. Dia tidak mau kalau sahabatnya itu akan mendapatkan perlakuan tidak baik dari Raihan. Meski dia tau Raihan adalah orang baik.
"Baiklah, sebelum acara dimulai saya akan sedikit membacakan sebuah karya tulisan yang sangat unik. Rekan-rekan bisa menyimaknya ketika saya membacakan karya ini."
Terdengar Farhan membuka suara. Semua nampak bersiap mendengar karya seperti apa yang akan di bacakan oleh Farhan. Semua diam tidak ada satu pun yang bergeming.
Assalamualaikum Wr.Wb
Untukmu seseorang yang diam-diam telah aku kagumi, Apa kabarnya kau di sana?
Raihan Al-Faruq, dari sekian banyak nama entahlah kenapa namamu yang mengusik hati.
Jika kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari inilah yang akan kamu jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan keburukannya, dan juga bukan esok hari yang belum tentu datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari dirimu, dan siangnya menyapamu.
Umurmu mungkin tinggal hari ini. Maka, anggaplah masa hidup kamu hanya hari ini, atau seakan-akan kamu dilahirkan hari ini dan akan mati hari ini juga. Dengan begitu, hidup kamu tak akan tercabik-cabik diantara gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan bayangan masa depan yang penuh ketidakpastian dan acap kali menakutkan.
Kata-kata yang aku kutip itu membuat aku memiliki keberanian untuk mengungkapkan semua rasa lewat tulisan ini.
Pada hari ini pula, aku akan mencurahkan semua kegundahan yang aku rasa. Dan pada hari inilah, aku benar-benar bertekad mengungkapkan semuanya.
Aku tidak tau, perasaan ini datang begitu tidak aku duga. Aku hanya seseorang wanita sebatang kara yang mengagumi sosok dirimu yang penuh dengan wibawa. Aku datang dengan segala kekuranganku, tidak ada sedikitpun yang dapat aku banggakan. Aku cukup paham atas posisiku.
Raihan Al-Faruq, aku sangat mengagumi sosok dirimu. Begitu banyak wanita yang mengejarmu, namun aku sungguh tidak peduli jika aku termasuk dari bagian mereka yang mengejarmu. Aku tidak berharap kau membalas apapun dariku, karena aku cukup mengungkapkan semuanya agar tidak ada lagi kata mencintai dalam diam.
Wanita yang mengagumi mu
Arumi Indah Gumilar
Arum tidak pernah menduga jika surat yang dia buat untuk Raihan akan di bacakan didepan banyak orang. Arumi melihat semua orang tertawa tidak termasuk sahabatnya, Tasya. Tasya hanya diam dan menatap Arumi.
Raihan, seseorang yang Arumi tuju hanya diam dan menatap sinis ke arah Arumi. Farhan yang membacakan itu terus tertawa dan merendahkan Arumi. Terdengar orang-orang menyoraki Arumi. Ada yang mengejek, memandang Arumi dengan kasihan, bahkan ada juga yang bersikap tidak peduli.
"Hahaha, tukang makroni bantet di kampus menyukai anak dari pemilik kampus. Mimpi lo ketinggian, kalau tersungkur baru tau rasa, makroni bantet." Suara itu tidak asing lagi, Arumi tau kalau Farhan lah yang berkata seperti itu. Arumi hanya diam dan menunduk tanpa berbuat apa-apa. Arumi benar-benar merasa malu saat ini.
Sang Pencipta dan Pemberi rezeki Yang Maha Mulia, acap kali mendapatkan cacian dan cercaan dari orang-orang bodoh yang tidak berakal. Maka, apalagi Arumi, dia sebagai manusia yang selalu terpeleset dan salah. Dalam hidup ini dia sadar jika akan menjumpai kritikan yang pedas dan pahit. Mungkin juga, sesekali dia akan mendapat cemoohan dan hinaan dari orang lain.
"Sadar diri dong Arumi Indah Gumilar si tukang makroni bantet, yang bermimpi menjadi nyonya Raihan Al-Faruq." Farhan tertawa begitu puas di barengi sorakan dari yang lain. Sedangkan Raihan nampak diam dan memasang wajah tidak suka.
"Heh, tukang makroni bantet dengerin saran gue, ya. Sebelum lo menyatakan cinta, lo ngaca dulu. Lo pantes gak buat seorang Raihan. Orang miskin seperti lo hanya akan membuat susah." Sambung Farhan yang membuat Arumi merasa benar-benar di permalukan.
"Maaf tuan Farhan yang terhormat, yang merasa memiliki segalanya. Saya memang orang miskin, tukang makroni bantet. Tapi maaf, saya merasa bangga dengan itu semua karena saya bukan seseorang penikmat harta orang tua seperti anda." Ucap Arumi berdiri.
"Kamu memang bukan penikmat harta orang tua, karena kamu saja asal usulnya tidak jelas hidup juga sebatang kara. Bisa jadi kamu adalah anak haram yang di buang."
"STOP! JAGA MULUT KAMU, FARHAN." Kini Raihan angkat bicara.
"Kita memang tidak mengenal dia, tapi kamu tidak pantas berkata seperti itu. Jaga etika kamu di sini. Kamu pikir dengan merendahkan dia nama kamu akan melesat naik? Yang ada kamu mempermalukan diri kamu sendiri." Ucap Raihan berdiri.
"Terimakasih tuan Farhan, perkataan anda saya jadikan sebagai cambukan keras bahwa yang miskin tidak pantas bersanding dengan yang kaya. Tapi mohon maaf sekali tuan, masa depan seseorang tidak pernah ada yang tau, Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Apakah Anda mau mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dilahirkan?Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba."
Arumi berlalu pergi setelah mengucapkan kata-kata itu. Semua orang terdiam termasuk Farhan. Kata-kata Arumi membuat semua orang yang ada di sana tersentuh.
" Heh, cabe busuk. Lo cerna kata-kata sahabat gue barusan. Gue tau lo itu orang kaya, Raihan juga orang kaya. Kalian sama-sama kaya. Tapi sayang kalian gak punya hati. Lo memang kaya harta tapi miskin etika." Tasya benar-benar geram dari awal. Ingin sekali Tasya menghajar Farhan namun Arumi yang terus menahannya. Setelah mengatakan itu, Tasya berlari mengejar Arumi.
'Wahai masa depan, engkau memang masih jauh sekali dalam jangkauan. Maka, aku tidak akan pernah sekalipun bermain dengan khayalan-khayalan ini dan menjual diri hanya untuk sebuah dugaan. Aku tidak akan memburu sesuatu yang belum tentu terjadi, karena esok hari mungkin tidak ada. Hari kemarin adalah pembelajaran untuk hari ini dan tantangan untuk hari esok. Maka dari itu aku akan perbarui semua dengan segala keharusannya.' ucap Arumi dalam hati dengan terus berjalan menjauh dari gedung tersebut.