Kamu itu kayak termos. Dingin diluar hangat di dalam.
Suasana Sabtu pagi ini jelas berbeda dengan suasana Sabtu yang lainnya. Biasanya, siswa-siswi memilih untuk menghabiskan waktunya di hari libur untuk tidur seharian. Tetapi khusus hari ini, mereka yang turut tergabung dalam acara spesial Angkasa kali ini, jelas akan meluangkan waktu sebisa mungkin untuk mengikuti acara langka seperti ini.
Bahkan, hanya untuk mengatakan 'ingin ikut' saja sudah dilempari banyak syarat. Apa lagi kalau mereka semua benar-benar ikut tergabung, bisa repot karena aturan. Pada intinya, Angkasa tidak pernah memiliki aturan tersurat. Karena semua aturan tersampaikan secara lisan, supaya dimengerti dengan jelas, bukan untuk dibaca kemudian dilupakan.
Tidak jarang siswa-siswi yang kecewa, karena tidak bisa mengikuti acara seperti ini. Tetapi, Gilang, ketua acara itu, memang selalu menjadi orang yang pemilih. Ia tidak mau sembarang orang mengikuti acaranya.
Terlebih bagi para siswi. Mereka hanya bisa mengomel tidak jelas, karena tidak terpilih. Aturan Gilang yang merugikan bagi kaum hawa adalah, mereka tidak diperkenankan ikut, bila tidak diajak oleh cowok yang sudah diizinkan Gilang untuk ikut. Jelas hal itu membuat siswi-siwi yang tidak diajak merasa kesal, sekaligus sebal pada Gilang.
Tetapi, bukan Gilang saja yang menjadi penentu dalam memilih anggota acara kali ini. Ada, Sami yang bertugas memilih angkatan kelas sebelas, dan ada Rayn yang bertugas memilih angkatan kelas sepuluh.
"Lo udah sarapan, Ra?"
Sami bertanya. Sebelum cowok itu mendengar jawaban dari bibir Kiara, ia lebih dulu menyodorkan kotak s**u kecil pada Kiara.
Kiara mengangguk, kemudian mengambil benda pemberian Sami itu. "Makasih."
Sudah hampir setengah jam Kiara duduk manis di tempatnya, tepatnya di bagian ujung parkiran. Tempat terkosong baginya, di saat keramaian benar-benar terjadi di depan sana. Tidak ada kursi, ia hanya duduk pada batu bertumpuk, yang penting bisa menahan bobot tubuhnya.
Jam sudah menunjuk pada angka enam kurang lima belas, tetapi tidak ada tanda-tanda acara akan segera dimulai. Bahkan, cowok yang seharusnya bertanggung jawab atas acara ini, malah duduk manis di sampingnya, sembari menyedot s**u kotak.
"Lo mau di sini terus?" Sami kembali bertanya. Mengingat Kiara mengumpat di belakang mobil bak yang terparkir di bagian ujung parkiran itu.
Kiara mengangguk. Kemudian ia menoleh pada Sami, "kenapa?" tanyanya.
"Gue cabut dulu deh. Nanti kalau udah mau berangkat, lo ke sana ya?" ucapnya meminta jawaban.
Kiara kembali mengangguk.
Sejak kehadirannya di sekolah subuh ini, mungkin hanya ia yang tidak menunjukkan minat terhadap acara ini. Kalau bukan karena Sami, jelas ia akan memilih untuk tidur di rumah. Karena, ia benar-benar tidak memiliki teman untuk berbicara. Tidak ada Asya ataupun Madeline. Sami juga kabur-kaburan. Tidak mungkin juga bukan, ia meminta Gilang ataupun Ben menemaninya, kedua cowok itu juga pasti sama sibuknya dengan Sami.
Tidak lama, setelah ia menaruh s**u kotaknya yang sudah kosong itu, suara sirene sebagai tanda untuk berkumpul dibunyikan. Bila yang lain akan berlarian untuk berada di barisan paling depan dan mendengar arahan, maka Kiara lagi-lagi, sebagai satu-satunya orang yang tidak menunjukkan niat untuk bangkit dan menghampiri kumpulan orang itu.
Percayalah, ada di sana ataupun tidak, Kiara tidak akan membawa pengaruh. Jadi, lebih baik ia duduk mengumpat, sembari menunggu tanda-tanda keberangkatan.
Ia mengambil gawainya yang berada di saku jaketnya. Kiara baru ingat, dari awal ia bangun hari ini, cewek itu belum memeriksa pesan baru yang ia terima. Meskipun, ia juga tidak yakin ada yang mengiriminya pesan atau tidak.
Daffa : Lo cabut hari ini?
Setelah membaca pesan singkat cowok itu, Kiara beralih menatap kapan waktu Daffa mengiriminya pesan. 4.30. Berarti sekitar satu jam yang lalu. Kiara tersenyum tipis, tumben sekali cowok itu sudah sadar jam segini, apa lagi hari ini adalah Sabtu.
Iya. Ikut acara Angkasa.
Baru Kiara ingin menekan tombol home, tanda pesannya sudah terbaca muncul di layarnya. Bahkan Daffa membaca pesannya secepat itu. Apa cowok itu sedang bosan, sampai bingung harus melakukan apa, dan berakhir pada mengirimi pesan Kiara sepagi ini.
Daffa : Hati-hati... lo sama siapa?
Sami.
Daffa : Jadian ya lo berdua!?
Kiara tertawa kecil.
Inginku sih begitu.
Kiara kembali melebarkan senyumnya. Hanya pada Daffa, ia bisa berkata jujur, sejujur-jujurnya. Mana mungkin Kiara mengaku pada Gilang bukan tentang perasaannya? Apa lagi pada Ben, Kiara bisa habis dibully oleh dua cowok itu.
Daffa : Gue liat-liat, seperti tersirat suatu pengakuan.
Tau aja lo.
Daffa : Jangan dideketin. Dia gak baik.
Kiara kembali tersenyum. Daffa berkata, Sami tidak baik. Sami berkata, Daffa tidak baik. Pada intinya, kedua cowok itu sama-sama saling tidak menyukai, jadi jelas mereka menyampaikan ketidak sukaannya pada Kiara.
Sampai saat ini, Kiara tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Karena Kiara yakin, Sami dan Daffa sama-sama benar di mata mereka, dan sama-sama aneh di mata Kiara.
Sami juga ngomong gitu ke gue.
Daffa : Dia nyuruh lo jangan deket-deket gue!?
Iya.
Daffa : Terus lo mau?
Daffa : Lo menjual gue?
Gue jawab, gak bisa. Bukan gak mau.
Daffa : Aman...
Daffa : Gue pikir lo mau menjual gue demi cinta.
Niatnya.. tapi gak tega. Lo kan gak punya temen selain gue :p.
Daffa : k*****t lo, udin!
Kiara tertawa kecil. Ia kembali mengetik untuk membalas pesan terakhir Daffa.
"Ra?"
Kiara menengadah, meninggalkan pesannya yang belum selesai diketik, dan melihat pada Sami yang sudah berdiri dengan helm di tangannya.
"Udah?" tanya Kiara memastikan.
Sami mendengus. "Diminta ngumpul, lo malah masih ngumpet di sini!"
Kiara nyengir. "Gak punya temen," adunya.
"Nih!" Sami memberikan helm yang berada di tangannya pada Kiara.
Kiara menaruh lebih dulu gawainya kembali ke saku jaketnya, kemudian membenarkan posisi tasnya itu.
"Bisa gak?" tanya Sami yang tidak sabaran itu.
Bagi Kiara, Sami seperti sedang dikejar oleh perampok. Terlihat buru-buru, tetapi bingung juga harus kabur kemana. Karena sedari tadi, cowok itu memperhatikan pada kerumunan orang yang sudah bersiap dengan motor-motor milik mereka.
Sami berdecak. "Lama banget sih!"
Cowok itu mengambil alih helm Kiara yang belum juga terpasang pada kepala cewek itu. Kiara tidak modus. Tetapi, memang helmnya sulit digunakan pada kepalanya.
"Aduh, sempit banget Sami helmnya!" protes Kiara, setelah kepalanya tenggelam oleh helm yang dibawakan Sami untuknya.
"Pipi lo kayak bakpau, makanya sempit!"
"Enak aja!"
"Udah ayo, cepet! Gue yang mimpin jalan ini!" Sami kembali berujar tidak sabaran.
Kiara mengikuti langkah kaki Sami yang membawanya mendekat pada motor cowok itu. Entah kenapa, Kiara merasa malu seketika. Sedari tadi tidak ada, dan sekalinya hadir sudah lebib dulu memakai helm dibanding yang lainnya. Bahkan, sudah jalan-jalan kemana-mana menggunakan helm.
"Tunggu sini!" Sami menyuruhnya. Kemudian, cowok itu mendekat pada Gilang dan Rayn yang hanya berbeda satu motor dengannya.
Kiara kembali menggunakan kesempatan untuk mengambil gawainya. Pesannya pada Daffa belum selesai.
Jangan kangen sama gue ya Bambang.
Eh astgfirullah! Lupa nama Bapak lu Bambang! Hehehe maaf Om Mbeng :(
Kiara kembali tertawa di balik helm full-facenya itu, menertawakan kebodohannya pagi ini.
Daffa : Kuping bokap gue pasti panas, diomongin setan.
Daffa : Kok masih main hp? Belum berangkat?
Bentar lagi.
"Hai, Kak Kiara!"
Kiara mengangkat kepalanya. Memperhatikan cewek berambut panjang yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Senyum cewek itu lebar, tetapi terlihat manis, membuat Kiara jadi kikuk karena sikap tiba-tiba cewek itu.
"Panggil Rara aja," balas Kiara tenang.
"Okay, Rara. Nama gue Alyssa, salam kenal!"
Kiara tersenyum kikuk, kemudian mengangguk.
"Gue pacarnya Rayn, kali aja lo bingung." Cewek itu kembali berujar. "Karena kita sesama pacar ketua angkatan, kita harus berteman bukan?" tanyanya semangat.
"Eh?" Kiara bingung. "Gue bukan pacar Sami," balasnya, setelah sadar akan ucapan Alyssa.
"Loh? Kalau bukan, kenapa semotor bareng Sami?" Alyssa bertanya dengan polosnya
Sejujurnya, bisa dikatakan Alyssa itu bawel. Tetapi kali ini, Kiara sedang murah hati, dan menganggap cewek itu hanya berusaha menunjukkan sikap bersahabat padanya.
Kiara berdeham, bingung juga harus jawab apa.
"Oh, lo gebetannya ya? Ck. Jangan malu gitu lah! Gebetan sama pacar kan sebelas dua belas!"
Ya Tuhan, selamatkan Rara, batin Kiara bersuara. Karena ia yakin, Alyssa mulai mendominasi dirinya, yang membuatnya risih seketika.
"Ica! Ayo!"
Kiara tersenyum. Akhirnya, Rayn menyelamatkannya.
Yang dipanggil hanya menoleh sebentar, kemudian mengangguk singkat. Alyssa kembali menatap Kiara dengan tatapan semangatnya. "Nanti di Bandung, kita main bareng ya, Ra. Sama Araya juga."
Belum sempat bereaksi, Alyssa lebih dulu membalikkan badannya dan meninggalkan Kiara yang lagi-lagi merasa bingung. "Araya?" tanyanya memastikan, kalau ia tidak salah dengar.
"Ayo!"
Kiara menoleh pada Sami yang sudah siap dengan helmnya.
"Sam, Araya ikut?" tanya Kiara was-was.
Sami mengangguk. "Jangan jauh-jauh dari gue. Araya bawa temen-temennya."
Kiara menautkan kedua alisnya bingung. "Kok bisa?"
Ia jelas tahu peraturan Gilang tentang kaum hawa. Lalu mengapa Araya bisa bertindak seenaknya?
"Tamu tak diundang."
Dan saat itu, Kiara merasa ia menyesal mengiyakan ajakan Sami beberapa hari lalu.