Part 1

2246 Kata
                                                                        Part 1  Mendung belum tentu hujan, tapi kamu sudah pasti hujan! Karena kamu bagian yang tidak aku inginkan. Selayaknya aku tidak menyukai hujan. **** Pagi ini, tidak seperti kemarin. Jika aku tiba di Bandung di sambut dengan mentari yang bersinar terang, maka hari ini aku di sambut dengan derasnya hujan. Entah apa yang terjadi dengan cuaca hari ini, padahal hari ini adalah hari pertamaku memasuki kampus ternama di sini. Anggaplah begitu, karena menurutku semua kampus sama saja. Baik swasta ataupun negeri. Setiap orang punya pilihannya sendiri bukan? Itulah alasannya kenapa aku memilih Starlight University. Kampus yang sama mewahnya dengan Jhonson University, yang terletak di Jerman. Konon katanya, dulu anak pemilik bangunan megah yang dimulai dari TK hingga University ini adalah anak Jenius. Karena usia lima tahun dia sudah duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Entah otaknya terbuat dari apa. Yang pasti makhluk istimewa itu hanya tinggal kenangan saja karena sirna oleh waktu, mungkin sekarang usia mereka sama dengan kedua Kakakku. Ah! Bolehkah berharap jika anak mereka akan muncul di sini? Ya kali saja aku bisa membuatnya jatuh cinta. Eh lupa lelaki secerdas itu pasti sudah memiliki pasangan yang sepadan dengannya. Dasar aku ini! Sadar dirilah Aurelia. Mana mungkin orang seperti mereka mau dengan kamu! Dengan almamater yang sangat dinantikan oleh pemuda-pemudi. Aku, Aurelia Atmadja sudah siap membuka lembar baru. Kisah kelam yang dulu aku terima aku harap tidak terjadi lagi padaku nantinya. Karena sekarang, aku muak dengan orang-orang munafik! Dan aku akan menjadi diriku yang baru. Sosok yang tidak akan diinjak-injak seperti dulu. Dan pastinya aku akan menjadi diriku sendiri! "Jangan bengong!" Suara tersebut datang dari arah samping kanan ku. Di sana terdapat lelaki tampan yang sedang duduk mengemudikan mobil yang akan membawaku ke kampus baru. Dia adalah kakakku, Aufar Atmadja. Lelaki tampan yang menjabat sebagai direktur di kantor keluarga kami, bahkan kakakku ini juga salah satu dosen di kampusku. Jangan kalian pikir aku mau satu kampus dengannya. Tentu saja tidak, jika masa laluku tidak pernah ada aku yakin sekarang aku berada di Korea untuk melanjutkan study ku.   Tapi, ada baiknya juga si aku kembali ke Bandung, karena aku bisa berkumpul dengan seluruh keluarga besarku. Ya, kali saja dengan aku kuliah di sini kau menemukan rahasia yang di sembuyikan kakakku, seperti tentang wanita. Apalagi sepanjang kehidupan kakakku dia tidak pernah kenal yang namanya perempuan, bahkan setiap kali aku menanyakan hal yang sama selalu saja menghindar. Yang ada dia malah meledekku karena pernah jatuh cinta dengan orang yang salah. Ahh...Pasti menyenangkan jika aku tahu kakak yang sangat dingin tiba-tiba jatuh cinta. pasalnya usia Kak Aufar itu sudah memasuki 25 tahun, wajar bukan jika aku mempertanyakan wanita setiap saat padanya. Karena kasian Mamaku menunggu cucu darinya. Tapi tidak juga terkabulkan. "Siapa juga yang bengong!" Balas ku sambil melengos. "Ouh ya Kak, apakah Kakak sudah menemukan jodoh Kakak? Awas loh nanti dijodohin sama Mama baru tahu rasa." Aku menyindir sekaligus meledeknya, namun yang  disindir malah diam tidak menanggapi. Memang ya dasar manusia kutub utara! "Kamu gak lupa kan?" Tanya Kak Aufar menghindari pertanyaan yang aku lontarkan sejak tadi padanya. "Apa?" Tanyaku malas. Sebenarnya aku tahu ke arah mana pertanyaan Kak Aufar sebenarnya, cuma aku pura-pura bodoh saja. Habis aku lelah jika harus berurusan dengan masalah yang sama. "Obat penambah darah!" Katanya dengan penuh penekanan. Hah? Obat itu, entah kenapa aku malas sekali mendengarnya. Lagian kenapa aku harus selalu tergantung pada obat itu? Lagian aku juga sehat-sehat saja tanpa obat itu. Aneh! "Lupa." Jawabanku membuat Kakak yang paling tampan ini mendengus kesal. Aku yakin, pagi ini dia akan mulai menguliahkan aku dengan segala macam kosa kata yang keluar dari bibir sexynya. Ya, mungkin kata perempuan yang suka dengan kakakku, bibir Kak Aufar itu sangat menggoda iman. Tapi menurutku tidak. Dasar memang perempuan jaman now. "Kamu itu! Susah banget dibilangin! Ini semua demi kebaikan kamu. Kemarin pas dari rumah Oma, kamu yang minta ke dokter sekarang di kasih obat gak mau dihabiskan! Gimana mau sembuh? Yang ada tuh penyakit makin nempel di tubuh kerempeng kamu!" Semprot Kak Aufar. "Heeemm... Kak heeemm..." Aku malas meladeninya, lagian kan obat penambah darah sampai gak buat aku kehilangan nyawa kan? Toh kalau aku sudah merasa baikkan gak perlukan minum obatnya? Dasar Kakak aneh! Atau memang dia terlalu paranoid karena aku pernah hampir pingsan dengan jangka waktu lama. Namanya juga pingsan ya, mana ada yang tahu. "Kam--" "Kak nanti aku cariin jodoh loh kalau bawel!" Kataku memotong ucapannya. Entah kenapa dia sangat menyebalkan pagi ini. Sejujurnya ya guys, aku tuh mau mengawali hari dengan--Sudahlah aku malas membahasnya, karena semua sudah hancur oleh kakakku yang paling menyebalkan. "Turunnya pakai payung!" Omelnya saat kami tiba di depan kampus baruku. See? sejak aku sakit sampai harus bergantungan obat. Seluruh keluargaku berubah menjadi posesif. Di tambah lagi dokter bilang daya imunku lemah, jadi ya gitu. Semua menjadi sangat menyebalkan. "Moh! Lagian ada jaket. Bye Kakak bawel!" Aku mencium pipinya setelah itu keluar dari mobil dengan santai. Beruntung hujan deras tersebut tergantikan dengan gerimis kecil, kalau tidak? Aku yakin, Kakak ku yang masih belum berangkat dari tempatnya akan langsung berlari ke arahku. Melihat mobil Kakakku pergi, aku tersenyum lebar. Pasti Papa butuh bantuannya di kantor. Jadi, aku akan tenang di kampus. "Dasar Kakak cerewet! Gak atau apa aku tuh pusing dengar ucapan yang sama! Emang dia pikir enak minum obat mulu." Bukkk.... Aku merasakan dinginnya ubin saat ini. Seseorang yang menabrakku barusan hanya diam menatapku sekilas. Aish... kenapa dunia ini penuh orang menyebalkan! Apalagi lelaki yang sepertinya seumuran dengan Kakakku membuat aku yakin jika lelaki ini adalah salah satu dosen yang ada di sini. "Eh? Maafin temen saya ya!" Kata lelaki disampingnya. "Kenapa Bapak minta maaf? Yang salah saja tidak meminta maaf. Lain kali Pak, kalau jalan tuh liat kanan-kiri jangan lurus saja. Emang ini jalan tol!" Aku bangun dari tempatku dan pergi meninggalkan dua orang lelaki tadi. Aku tidak tahu dia siapa dan aku juga tidak mau tahu! Karena lelaki tadi sudah aku blacklist dari kehidupan ku. Ya walaupun dia lelaki ganteng tapi kalau gak ada attitudenya sama aja bohong! Aku melanjutkan kembali langkahku sampai aku melihat seseorang yang aku kenali. Kalau tidak salah dia Rahma, teman waktu aku duduk di masa kanak-kanak. Wah...kebetulan yang sangat luar biasa, ternyata alasan dia pindah dari Jakarta karena menetap di sini atau jangan-jangan sebenarnya wanita itu sudah menikah? Sepertinya aku harus menanyakan padanya supaya tahu apa saja yang aku lewatkan mengenai kabar Rahma. "Ama!!" Aku berteriak sambil berlari kearahnya. Ia melihat sosokku langsung ikut melakukan hal yang sama. Kami berpelukan layaknya sahabat yang tidak pernah berjumpa. Memang benar! Karena kami tidak pernah satu sekolah lagi setelah taman kanak-kanak. Itulah kenapa saat berjumpa dengannya aku sangat bahagia.  Setidaknya ada orang lain yang aku kenal di sini. Ah, hampir saja lupa! Nama lengkap Rahma adalah Rahma Azhari. Dia teman semasa kecilku. Keluarga Rahma sangat dekat dengan keluargaku, bahkan sebelum aku pindah dari Jakarta ke kota ini, kami masih terbilang akrab satu sama lain. Sampai akhirnya kejadian itu datang, dan keluargaku memutuskan untuk pindah ke kota lain. Kota di mana aku bisa kembali menemukan jati diriku sendiri. Memang butuh waktu yang tidak singkat, namun aku sangat amat bersyukur karena memiliki keluarga yang selalu mendukungku. Dan sayangnya kami harus kembali lagi ke sini, karena memang sudah saatnya kami kembali ke rumah sesungguhnya. "Ya ampun! Kamu masih pendek aja tapi tetap cantik dan imut sama seperti dulu. Kok bisa si muka kamu gak berubah?" Tanyanya sambil melepaskan pelukan ku. "Aku tidak tahu Ama. Ya, aku bersyukur jika wajahku tidak berubah jadi orang mudah mengenaliku bukan?" Tanyaku meledeknya. Tapi sebenarnya hatiku berkata lain, dengan wajah dan segala yang aku miliki membuatku menjadi bahan ketidaksukaan orang lain, padahalkan aku tidak pernah mencari masalah dengan mereka semua. Tapi, mereka saja yang selalu mencari masalah denganku. Memang manusia itu sangat ajaib. "Bener juga! Ouh ya, kamu tau gak Li?! Haikal ngampus di sini juga! Ingatkan Haikal siapa?" Gelagat Rahma berbicara mengenai haikal membuat aku curiga, sebentar ada yang aku lewatkan sepertinya. Haikal ya? Emm... siapa ya? Ah! Cinta monyet masa taman kanak-kanak. Aku ingat sekali jika setiap di sekolah aku selalu menempel padanya. Ah? Kira-kira bagaimana kabarnya lelaki itu? Apa masih dingin seperti dulu? Padahal sangat menyenangkan menjahili dia dulu. Aku tidak menyangka takdir membawaku kembali ke rumah yang aku rindukan. Apalagi Rahma dan Haikal dulu adalah teman mainku sejak kecil. Sama ada lagi satu orang, tapi tidak mungkin dia ada di sini karena lelaki itu memilih menjadi barista di salah satu kedai kopi yang ada di Jakarta. "Heem... Dia disini?" Tanyaku sambil menggandeng tangannya dan membawanya duduk di bangku kosong yang dekat dengan lapangan. Beberapa orang yang berlalu lalang membuat aku sedikit kikuk, jangan sampai mereka sadar siapa aku. Ah, jangan kalian pikir kita berada di lapangan yang terbuka. Tentu saja kita berada di lapangan indoor karena di luar hujan semakin deras, tidak mungkin bukan jika acara perkenalan kampus berakhir dengan hujan-hujanan? Mending di sini duduk, sambil menatap orang-orang yang sibuk dengan persiapan acara hari ini. "Yaaa, dia disini. Kalau gak salah dia anak IT." Jawab Rahma sekenanya. Syukurlah kami berbeda. Karena akan sangat memalukan jika kami berada di jurusan yang sama, di tambah lagi ingatan masa kecilku tiba-tiba muncul. Sangat memalukan sekali aku dulu! Tapi memang dasarnya aku centil dulu jadi memalukan sekali untuk di ingat. By the way, kenapa orang di sekitarku semakin intens menatapku? Bahkan mereka sambil memainkan ponsel dan melihat ke arahku, jangan sampai mereka akhirnya menyadari siapa aku. "Kamu jawabnya gak niat gitu, sepertinya ada hal yang kamu sem--" "Kamu Aurelia yang penulis buku Luka bukanlah penghalang hidupmu kan?! Ya ampun kak aku ngefans banget sama Kakak." Urusan yang harusnya berhubungan dengan Haikal harus tertunda karena tiba-tiba sosok gadis cantik yang kutebak mahasiwa baru di sini menyerangku dengan rentetan pertanyaan, bahkan keadaan berubah menjadi book signing seketika. Harusnya aku pakai masker saja tadi, jadikan aku bisa menghindari mereka-mereka. Lagian juga buku yang aku tulis bukanlah apa-apa dibandingkan dengan penulis besar lainnya. "Terima Kasih Ka!" Akhirnya aku terbebas juga. Baru saja ingin melanjutkan perbincangan tiba-tiba seorang lelaki yang tadi bersama lelaki yang menabrakku berdiri di atas panggung bersama sahabatnya. "Untuk Mahasiswa baru, silakan berkumpul di lapangan!"  "Kamu hutang cerita sama aku Ama, tenang saja itukan bagian masa lalu tidak mungkin aku menyukai kekasihmu." Sindirku membuat Rahma malah mendengus. See? Pasti mereka berdua ada hubungan, lihat saja tingkahnya. Dasar Rahma! "Kekasih apaan si, sudah yuk ke sana." Akhirnya waktunya tiba. Aku akan resmi menjadi mahasiswa di sini setelah dua hari mengikuti masa-masa menyebalkan. Apalagi jika bukan masa OSPEK. Masa di mana kita semua akan diajak untuk pengenalan kampus. Sebenarnya aku penasaran dengan OSPEK di sini, karena Kakak tidak pernah memberikan info apapun padaku. Apalagikan aku ambil Magister masa iya ada OSPEK juga. "Baiklah adik-adik sekalian. Kami akan membagikan kalian dalam beberapa kelompok kami harap kalian mendengar apa yang akan kami sampaikan." Aku menunggu dengan cemas. Sebenarnya tidak masalah si aku berpisah dengan Rahma. Tapi malas aja kalau aku harus berbaur dengan mereka yang belum tentu menyukaiku. Untuk itulah kenapa aku cemas sekarang. Pasalnya masa lalu yang tidak mengenakan membuatku menjadi hati-hati mencari teman. "Haikal Rahman IT, Rahma Azhari IT, Aurelia Atmadja Sastra...." Ternyata Ama satu kubu dengan Haikal. Aku jadi penasaran, apa mungkin mereka ada hubungan sesuatu yang aku tidak ketahui. Wajar si aku kan baru kembali ke sini dan belum berkunjung sama sekali ke rumah Ama. Akan aku tanya nanti saat makan siang. "Untuk penanggung jawabnya adalah Dosen kita, Ardi Wijaya." Sosok yang tadi di panggil melangkah mendekati kami. Saat dia tiba di hadapanku, saat itu aku tahu. Hidupku tidak akan tenang, ditambah lagi dia menatapku dengan penuh aura dingin yang membekukan. Kadang aku heran kenapa orang seperti ini harus selalu ada di sekitarku? Membuat aku jadi mengingat masa lalu saja. Tunggu dulu, kenapa aku merasa demikian. Dia kan dosen pasti sudah memiliki istri dan anak jadi kenapa memikirkan hal yang belum tentu sama seperti dulu. "Aurelia kamu gak berubah masih sama. Apa hati kamu juga masih sama?" Pertanyaan tersebut keluar begitu saja dari sosok tampan yang muncul dari belakang tubuh dosen tampan di depanku. Pertanyaan lelaki itu membuat dosen tidak tahu sopan santun itu melihatku, membuatku terdiam dan entah kenapa aku malas saja berbasa-basi dengannya di tambah lagi semua orang jadi bertanya-tanya tentang aku dan dia. "Seharusnya kita gak usah di pertemukan kembali." Aku menjauhi mereka dan memilih ke area panitia untuk perubahan kelompok. Awalnya aku pikir akan mudah merubah kelompok, sayangnya tidak. Dengan terpaksa aku harus sekelompok dengan sosok masa laluku dan juga dengan Dosen yang aku ingin hindari. Entah kenapa menjauhi keduanya adalah hal tepat. Jika kalian bertanya siapa lelaki itu, maka jawabannya tunggu saja. Karena, Kalian akan tahu siapa dia nanti. Tapi jangan hari ini, hariku sudah terlampau menyebalkan. Dari Kak Aufar sampai  kemunculan orang di masa laluku. Jadi, sudah aku pastikan kehidupanku di sini tidak akan tenang. Memang ya kita tuh hanya bisa berharap tanpa tahu kemana takdir menjawab. Sulitlah pokoknya jika di ceritakan. Lagi pula sekarang aku lebih merasa bebas. Walaupun pikiran masa lalu sering melintas, aku berusaha untuk mencoba melupakan semuanya. Menganggap semua yang terjadi adalah pelajaran hidup untuk ke depannya. Walau kenangan itu tetap melekat dan terekam jelas dalam ingatanku, aku bersumpah jika aku tidak akan kalah dengannya. Percuma saja waktu yang ku habiskan untuk mengatasi traumaku sia-sia. Mending aku lawan saja nanti Inilah aku, dengan segala kekurangan yang ada. Aku berusaha menjalankan kehidupanku dengan baik. Aku hanya berharap jika Tuhan masih bersedia memberikan kebahagian untukku. Walau hanya sebentar saja aku tidak masalah. Karena aku ingin menikmati semuanya secara perlahan, tanpa terburu-buru ataupun memaksakan keadaan.  *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN