Cella mengayunkan langkahnya berjalan ke toko kue favoritnya, kesukaannya adalah Tiramisu, entah mengapa juga dia begitu suka cake dengan rasa Tiramisu ini.
Cella duduk di pojokan toko kue ini, sambil sesekali melihat tugasnya yang belum selesai ia kerjakan.
Dan karena saking asiknya, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang tengah melihat kearahnya.
Ada sekitar 1 jam lamanya Cella duduk sendirian, hingga akhirnya Cella melihat jam ditangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang, sudah waktunya Cella berangkat ke kampus.
"Hai Mbak Mia." ucap Cella saat ia sudah berada di depan kassa.
"Hai, Cel, mana Lola, tumbenan nggak sama tu bocah?" tanya Mbak Mia, dia adalah karyawan toko kue ini yang sudah kenal dekat dengan Cella, karena Cella terlalu sering datang ke toko kue ini hanya untuk sekedar nongkrong dan numpang wifi.
"Oh.. Lola katanya telat datangnya, nggak tau tuh lagi mau ngapain dia." jawab Cella sembari mengeluarkan dompetnya bersiap untuk membayar.
"Nih Mbah." kata Cella sembari mengeluarkan uang seratus ribuan dari dalam dompetnya.
"Eh.. nggak usah, udah ada yang bayar." balas Mbak Mia yang langsung mendorong kembali uang yang ada di tangan Cella.
Kening Cella berkerut seketika saat mendengar kalau sudah ada yang bayarin makanan yang ia pesan tadi, "Hah? Ada yang bayarin makan sama minumnya Cella maksudnya, Mbak?" tanya Cella memastikan lagi.
"Iya, ada yang bayarin." jawab Mbak Mia yang kembali sibuk dengan pekerjaannya.
"Siapa Mbak? Yang mana?" tanya Cella penasaran.
"Ih.. orangnya udah pergi barusan, dia bayar makanan dia sekalian yang kamu juga." jawab Mbak Mia lagi.
Kening Cella masih berkerut, sambil mikir.. siapa yang udah bayarin gua?
"Laki atau perempuan Mbak?" tanya Cella lagi.
"Laki, ganteng, gua aja kesemsem liat mukanya yang kek artis Holywood itu."
Makin berkerutlah kening Cella, cowok kayak artis Holywood, bule dong kalau gitu mah? Tapi siapa?
Saking asiknya mikir dia lupa kalau ada orang lain juga yang mengantri di belakangnya.
"Permisi Mbak." dan suara itu sukses membangunkan Cella dari lamunannya.
"Oh.. iya maaf, silahkan." katanya yang kemudian mengambil langkah mundur dari hadapan pria itu.
Cella menggeleng dengan keras, setelah bermenit-menit lamanya ia tidak menemukan jawaban siapakah gerangan cowok yang udah traktir dia? Tapi kalau di pikir-pikir lagi, ya lumayanlah ada yang traktir dia makan, jadi uang jajan dia utuh, mayanlah 70 rebu buat beli minuman boba ama seblak, haha.
Drrtt..
Kak Pitt, calling you...
Kedua bola mata Cella berputar malas, malesin banget kalau harus mengangkat telepon dari Peter, karena Cella tau ujungnya, pasti ngomel-ngomel kalau enggak ya menggila lagi, kebiasaan yang membagongkan!
Cella dengan sengaja mengabaikan panggilan Peter.
Dan sang Kakak yang saat ini sedang ada di Lombok hanya bisa menarik nafas panjang meredam gejolak emosi yang kini mulai membakar darahnya.
"Ini anak kemana sih?" gerutu Peter saat ia tengah berada di proyek pembangunan resort milik keluarganya.
Ia genggam ponselnya dengan tekanan karena menahan rasa kesal di hatinya.
"Kenapa lagi sih bro?" lagi-lagi suara Nino mengejutkannya.
"Anjir, elu lagi, bisa nggak kalau elu tuh datang nya ada bunyi-bunyian dulu, geradak geruduk dulu, biar gua tau kalau elu itu mau datang kearah gua, kalau elu datangnya soft kayak begini, modelan setan lu tau nggak?" ucap Peter sambil terus nyerocos dengan nada suaranya yang emang terdengar kesal.
Mendengar protes keras Peter, Nino tak kuasa menahan tawanya, sambil menepuk pundak Peter, "Ya ampun bro, canda kali, lagian kenapa juga sih, muka lu di tekuk kayak gitu, ada masalah apa lu?" tanya Nino si cowok berambut spike dengan mata sipitnya yang namun punya rahang tegas bak Jerry Yan personil F4.
Peter menghela nafas panjang sebelum ia menjawab pertanyaan Nino. "Gua bingung Nin, gua bingung sama apa yang harus gua lakuin sama hubungan gua sama Cella."
Akhirnya Peter mengeluarkan isi hatinya pada sahabat terbaiknya bernama Nino.
Kening Nino berkerut seketika saat mendengar perkataan dari Peter, "Cella? Emang ada hubungan apa diantara kalian?"
Peter tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan dari Nino, pandangan matanya lalu beralih pada hamparan lautan biru nan luas yang ada di depan matanya.
"Makanya gua bingung, Cella memang adek gua, tapi perasaan gua berkata lebih dari itu, buat gua Cella bukan hanya adek gua tapi.. dia lebih dari itu." balas Peter dengan melemparkan batu kearah lautan sana.
"Dan elu udah ungkapkan itu semua sama Cella?" tanya Nino lagi.
Peter menggeleng lemah, "Udah gua kasih tau perasaan gua sama dia, tapi.. dia menolak keras perasaan gua, hubungan adik kakak ini yang rumit yang bikin kepala gua sakit setiap mendengar penolakan dari dia."
Mendengar curhatan dari Peter, Nino tersenyum lalu kemudian menepuk bahunya, "Elu coba yakinkan dia terus, wajarlah dia menolak elu, secara kan kalian emang terikat adik kakak walaupun bukan kandung, setidaknya pasti ada bebanlah yang nggak bisa seenaknya dia lepas begitu saja."
"Hm.. iya, ngua ngerti."
Mungkin itulah memang yang dirasakan oleh Peter, dan memang bagi Cella, cinta.. cinta pada kakaknya sendiri itu seperti sebuah kebodohan, dan dia harus mengenyahkan pikiran itu dari dalam hati dan juga otaknya.
"Cel, duduk sini." kata Lola yang memanggil Cella saat ia sudah masuk kedalam kelasnya.
Cella yang melihat lambaian tangan Lola, segera mengayunkan langkahnya mendekati Lola.
"Gua kira elu belum datang." kata Cella saat ia sudah duduk di kursinya.
"Aelah, gua nggak semalas itu juga keleus!" balas Lola dengan santainya.
"Eh.. kuliah umum kita hari ini ama siapa sih? Kok orang-orang pada heboh gitu, apalagi, lu liat deh cewek-cewek pada asik ngegibah." ucap Cella sambil menoleh kebelakang dan samping kanan kirinya yang memang para cewek-cewek lain itu lagi pada asik ngerumpi, nggak tau yang diomongin siapa, cuma yang kedengeran jelas ya.. ganteng lagi ganteng lagi.
"Katanya sih, enterpreneur muda yang sukses gitu, tau gua juga siapa dia." jawab Lola cuek.
"Oh.." jawab Cella sambil ber'oh ria lalu kembali merogoh ponsel dari dalam tasnya dan terlihatlah sebuah notifikasi pesan dari kakaknya Peter.
Kak Pitt : Cel, kakak beliin kain pantai khas lombok bagus deh, suka nggak?
Cella pun lantas melihat foto yang dikirimkan Peter untuknya, sebuah kain pantai berwarna merah cerah itu terlihat begitu cantik dan menawan.
Cella tersenyum saat melihat kain pantai itu, ia pun lantas mengetikkan pesan balasan pada Peter.
-suka, makasih ya kak :)- send to Kak Pitt.
Dan setelah memastikan pesan itu terkirim Cella kembali memasukan ponsel kedalam tasnya, dan pandangan matanya langsung tertuju pada sosok pria berjas rapi, masih muda usianya mungkin sekitar 30 tahunan, lengkap dengan kacamata berbingkai hitam yang menghiasi wajahnya yang memiliki garis rahang tegas dan berhidung mancung itu.
Namun beberapa saat kemudian konsentrasinya terpecah pada suara bisik-bisik dari samping kiri atas bawah yang mungkin sedang membicarakabn pria tersebut.
"Who is he?"